Nasional

Selama Sektor Kesehatan Gunakan Logika Bisnis, BPJS Akan Selalu Bermasalah

Oleh : very - Sabtu, 14/12/2019 12:56 WIB

Dialog Publik yang diselenggarakan oleh Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND), Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), Aksi Perempuan Indonesia Kartini (API Kartini), Serikat Tani Nasional dan Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat bertempat di Gedung Joeang’45 Menteng, Jakarta Pusat kali ini mengangkat tema tentang Jalan Keluar Kegagalan BPJS, Jum’at (13/12/2019). (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Dialog Publik yang diselenggarakan oleh Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND), Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), Aksi Perempuan Indonesia Kartini (API Kartini), Serikat Tani Nasional dan Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat bertempat di Gedung Joeang’45 Menteng, Jakarta Pusat kali ini mengangkat tema tentang Jalan Keluar Kegagalan BPJS, Jum’at (13/12/2019).

Dialog ini mengundang sejumlah narasumber, salah satunya Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino. Dalam dialog tersebut Arjuna menyampaikan bahwa pembangunan sistem jaminan nasional tidak bisa dilepaskan dari perspektif kedaulatan nasional di bidang kesehatan. Tanpa adanya perspektif kedaulatan di bidang kesehatan, maka jaminan sosial yang diselenggarakan hanyalah bersifat charity, bukan jaminan nasional yang dihendaki konstitusi dimana semua warga negara mendapat akses, layanan serta fasilitas kesehatan yang sama.

“Kehendak adanya jaminan sosial bertentangan dengan lanskap sektor kesehatan kita yang sudah mengalami liberalisasi. Kesehatan sudah jadi bisnis, sudah jadi komoditas. Ini jadi paradoks. Selama didalam sektor kesehatan masih menggunakan logika bisnis. Maka BPJS akan selalu bermasalah,” tutur Arjuna.

Menurut Arjuna, sektor kesehatan yang sudah mengalami liberalisasi membuat derajad pelayanan dan fasilitas kesehatan yang diberikan oleh Negara bergantung pada besaran iuran yang dibayarkan. Bukan merujuk pada hak yang melekat pada warga Negara seperti yang diamanatkan oleh konstitusi.

“Sudah banyak kasus orang tak punya BPJS ditolak rumah sakit, pasien kelas 3 mendapatkan pelayanan yang diskriminatif. Ini tak sesuai dengan paradigma konstitusi. Ini jebakan logika pasar, siapa yang bayar lebih besar mendapat pelayanan dan fasilitas yang memuaskan,” tambah Arjuna

Maka menurut Arjuna, BPJS hampir sama dengan model charity dimana yang kaya mensubsidi yang miskin, yang sehat mensubsidi yang sakit. Jika berbicara konsistensi terhadap paradigma konstitusi seharusnya semua warga Negara mendapatkan pelayanan dan fasilitas yang sama tanpa memandang besar-kecilnya iuran yang dibayarkan.

“Ini jika ingin konsisten dengan paradigma konstitusi, maka pelayanan dan akses tidak boleh memandang besar-kecilnya iuran yang dibayar masyarakat. Tapi Negara benar-benar menjamin. Ini bisa terjadi apabila kita kedaulatan dibidang kesehatan, dan pengelolaan pajak yang prudent. Ini bukan hanya soal semua warga punya kartu BPJS, tapi politik keberpihakan,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait