Daerah

Konservasi Lingkungan Jadi Satu Fokus dari Konsep "Re-design Pariwisata" Wakatobi

Oleh : Rikard Djegadut - Senin, 30/12/2019 10:35 WIB

Pesona Bawah laut Wakatobi

Jakarta, INDONEWS.ID - Menarik untuk disimak, Bos Grup Artha Graha Tomy Winata sempat gamang untuk melanjutkan investasi perusahaannya di Sulawesi Tenggara karena banyaknya protes dan penolakan masyarakat setelah terjadi penyerangan kantor Tempo pada tahuan 2003 silam.

Saat pemaparan rencana kerjasamanya dengan Universitas Haluoleo Kendari, Rabu (19/3/2003), Tomy mengakui maraknya demontrasi yang mengecam sekaligus menolak kehadirannya di Sulawesi Tenggara terkait kasusnya dengan Tempo sempat membuatnya berpikir untuk sementara waktu  menghentikani investasinya di daerah ini.

Di sisi lain, kehadiran Tommy Winata melalui grup perusahaannya bernama Artha Graha Network mengejutkan masyarakat di Sumetra. Pasalnya, perusahan tersebut tak hanya semata-mata mengejar profit, namun sangat peduali pada keselamatan dan kelestarian lingkungan dan keragaman hayati.

Bahkan, delegasi Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim atau Conference of Parties/COP 21 di Paris, Prancis mengapresiasi presentasi kelompok usaha Artha Graha Network mengenai bagaimana peran swasta dalam konservasi. Bahkan sebagian di antara mereka geleng-geleng kepala karena ternyata bisnis yang mengejar profit bisa melakukan konservasi.

Yang lebih menarik, kehadiran Artha Graha di Kendari dimulai pada 2003an. Sempat ditolak namun Artha tetap masuk sebab ia menilai, penolakan masyarakat yang melakukan demonstrasi tersebut tidak mewakili masyrakat secara keseluruhan.

Seperti dikutip dari Tempo.co, sejak awal pemaparan poin-poin kerjasamanya kala itu, Bos Artha Graha menyebut dia akan fokus pada bidang pengembangan sumber daya manusia, visibility studi tentang usaha, pengembangan masyarakat, dan pembuatan master plan soal investasi Artha Graha di Sulawesi Tenggara. Selain itu, Artha Graha juga akan memberikan bantuan beasiswa bagi 150 mahasiswa S-1 yang masuk kategori terbaik.

Terumbu Karang dan Biota Laut

Yang menjadi catatan adalah keberadaan 750 terumbu karang yang ada di wilayah perairan laut Wakatobi. Jumlah tersebut merupakan 90 persen dari total terumbu karang dunia yakni 850 jenis.

Tak hanya sampe di situ, alam bawah Laut Wakatobi juga menjadi habitat bagi sebanyak 942 jenis ikan dan beragam jenis biota laut lainnya. Jumlah ini sebanyak 3 kali lipat dari total jenis terumbu karang yang ada di Laut Merah dan Laut Karibia yang hanya banyak dikunjungi penyelam kelas dunia hanya dihuni 50 jenis terumbu karang.

Tidak salah, jika dunia melalui UNESCO pada tahun 2012 silam, menetapkan wilayah Wakatobi menjadi Kawasan Cagar Biosfir Bumi. Namun jauh sebelum itu, pada tahun 1996, Pemerintah Indonesia sendiri, sudah menetapkan wilayah Wakatobi seluas kurang lebih 1,5 hektare, sebagai kawasan Taman Laut Nasional Wakatobi.

Mengingat beberapa fakta tersebut di atas, maka dari itu, dalam pengelolaan pariwisata Wakatobi dibutuhkan pemimpin yang memiliki konsep pengelolaan pariwisata yang luas dan bersifat wholistic, tidak hanya mengejar profit semata namun juga memikirkan aspek konservasi lingkungan.

Ketua Dewan Pengurus Pusat PDIP (DPP PDIP) Bidang Pariwisata Wiryanti Sukamdani, CHA mengatakan untuk mewujudkan agenda besar itu, dibutuhkan pemimpin yang memiliki visi besar dan internasional, sinergis dan integralistik.

"Untuk mewujudkan agenda besar itu, dibutuhkan pemimpin yang punya visi besar dan internasional, sinergis dan integralistik," beber Yanti  saat memberikan materi pada Rakerbid DPP PDIP di Jakarta Minggu lalu (22/12/19).

Konsep Re-Design Pariwisata Wakatobi

Secara terpisah, Politisi PDIP asal Wakatobi selaku mantan Ketua HIMPI Sulawesi Tenggara Mudasir Usman Mengatakan potensi Wakatobi begitu besar. Selain perikanan dan pertanian, kata Mudasir, Pariwisata Wakatobi adalah sesuatu yang tak ada habis-habisnya dan sudah menjadi primadona dunia internasional.

Di bidang perikanan misalnya, tambah Anggota DPP PDIP tahun 2019 ini, Wakatobi memiliki potensi maritim yang besar. Karenanya, selama ini, masyarakat Wakatobi menggantungkan harapan besar pada sektor maritim sebagai sektor prioritas penunjang ekonomi, sekaligus membuka lapangan kerja.

"Untuk itu, dalam hal ini, dibutuhkan pemimpin yang memiliki konsep dan niat dalam membangun infrastruktur dasar seperti pabrik es untuk keawetan ikan, dan industri pengalengan ikan. Selain itu, harus bisa membangun sinergitas, konektivitas berkelanjutan dan terpadu antara daerah dan pusat bahkan internasional," terang Ketua Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (2003 - 2008) ini. 

 

Di bidang pariwisata, tambah Mudasir, pemerintah daerah harus membuat aturan atau perda bagi penyelam demi menjaga kelestarian terumbu karang dan biota laut.

"Dalam bahasa saya, konsep "re-design pariwisata" itu sudah sampai pada tahap konservasi dengan melibatkan lembaga-lembaga dan pemerintah Internasional. Tapi, mereka masuknya satu pintu. Makanya, Sekolah Tinggi Pariwisata harus dibangun di Wakatobi," tutur Chairman of Asosiasi Kontraktor Air Indonesia (AKAINDO) Kabupaten Buton (2002-2005) ini. 

Perlu menjadi catatan, kata anggota Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Sulawesi Tenggara 1993 ini mengingatkan, adalah konsep re-design pariwisata yang digambarkannya itu memuat konsep pembangunan pariwisata jangka panjang, salah satu cara agar pariwisata itu bertahan dalam jangka panjang, adalah konservasi. Maka dari itu, pemimpinnya harus memiliki visi dan misi jauh ke depan. 

Masyarakat Wakatobi, kata Chairman Executive PT Mahligai Nusantara Permai ini, sangat antusias mengundang dan sangat welcome dengan kehadiran Group Arta Graha dalam mengembangkan sektor pariwisata dan kelautan. Wakatobi, lanjutnya, secara geografis memiliki potensi yang sama dengan kepulauan Buru, Seram dan Maluku.

"Sebagai pelaku bisnis, minat kerjasama ini saya yang sampaikan untuk pilot project pengembangan sektor kelautan pada proyeksi minimal tahun 2020 - 2025 sehingga go publik pada market internasional," ungkap Mantan Ketua HIPMI Sultra ini.

Sehingga, lanjut Mudasir, jika pihak Arta Graha berkenan dengan konsep kerja sama ini, maka kita siap menawarkan konsep baru, sehingga potensi alam dapat berdaya guna bagi peningkatan pendapatan masyarakat, berdaya saing dalam ekspansi usaha secara regional, serta berbasis profil income bagi pemerintah.

"Melalui metode kerjasama bilateral antara negara, upaya ini menjadi brilian untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang berkesinambungan (sustainable) dan dapat mengurangi serta memberantas pelaku ilegal fishing yang datang secara gelap dan selalu ada pada teritorial Wakatobi," tutup Mudasir.*(Rikardo)

 

Artikel Terkait