Daerah

Ratusan Pelaku Wisata Jip Merapi Terancam Gagal Angsur Cicilan Bank

Oleh : very - Selasa, 31/03/2020 17:01 WIB

Tutupnya aktivitas pariwisata di lereng Merapi akibat dampak virus corona membuat hampir seluruh pelaku wisata jip tidak ada pemasukan. (Foto: Ist)

Yogyakarta, INDONEWS.ID --- Tutupnya aktivitas pariwisata di lereng Merapi akibat dampak virus corona membuat hampir seluruh pelaku wisata jip nihil pemasukan. Tak hanya kebingungan akan bagaimana menopang hidup, mereka juga kini sedang dipusingkan dengan cicilan di bank. Mandegnya mereka dari pekerjaan ini membuat mereka terancam tak bisa membayar angsuran bank yang seharusnya rutin dibayarkan.

Diperkirakan sekitar 900 jip yang terdata saat ini, sebagian besar merupakan milik swadaya atau perorangan.

Bambang Sugeng, orang yang dituakan di Asosiasi Lereng Merapi, mengatakan bahwa saat ini wabah corona melumpuhkan perekonomian masyarakat yang bergantung dari sektor ekonomi.

“Ya terdampak sekali bukan hanya perkemahan, bukan hanya jip, tapi segala ruas (sektor pariwisata) kita bersama,” ujar pria yang akrab disapa Babe ini seperti dikutip dari siaran pers, yang diterima Indonews.id, di Jakarta, Selasa (31/3).

Diperkirakan ada sejumlah 800 hingga 900 usaha jip dari wilayah lereng merapi yang tidak beroperasi. Penutupan wisata tersebut ditutup total sejak Senin (23/3/2020). Mereka tak punya pilihan selain mengindahkan anjuran pemerintah. Turis-turis yang tadinya akan menyewa jasa mereka pun urung, lantaran lebih memilih tidak pergi demi keselamatan mereka agar terhindar dari virus corona.

“Nah kemarin akhirnya begitu mendadak bahasanya. Mendadak akhirnya ditutup aktivitas untuk wisata. Padahal ya termasuk tamu dari sebagian besar kita mengandalkan dari luar daerah. Termasuk kita yang di bawah (lereng Merapi) ini bener-bener akhirnya tidak ada tamu. Akhirnya mengikuti juga anjuran pemerintah kita harus berhenti,” kata Babe.

(Bambang Sugeng, Ketua Asosiasi Jip Wisata Merapi. Foto: Ist)

Tak ada turis ditambah lagi ditutupnya wisata yang entah sampai kapan membuat mereka tak bisa menerka-nerka nasib mereka kedepannya. Apa lagi tanggungan para penggiat wisata tersebut tidak hanya untuk memenuhi pangan keluarga saja tapi juga mengangsur pinjaman di bank.

“Memang ada juga yang pinjam di bank, ada juga yang swadaya, juga ada yang jual sapi. Berbagai macam (sumber dana) untuk membeli jip itu. Mulai dari ojek ngumpulkan (uang), beli jip. Dari usaha sendiri ngumpulkan ada. Maka keberlangsungan itu cukup lumayan lah. Namun untuk keseharian dan sebagainya untuk perjalanan waktu ini, adanya ini yang menjadi keprihatinan,” kata Babe.

Setidaknya jika ditotal dari kumpulan pelaku usaha wisata jip tersebut, sebanyak 80 persen anggotanya memiliki pinjaman di bank. Situasi seperti ini membuat dilema. Mereka tidak mendapat pemasukan namun tetap harus membayarkan angsuran.

"Perekonomian langsung berhenti. Padahal dari temen-temen kita semua merasakan nanti bagaimana kedepannya, bagaimana untuk mengembalikan. Istilahnya sebagai nasabah menjadi kebingungan. Hari ini seminggu, dua minggu, masih bertahan hidup. Lha tapi kan kita yang nggak tahu (rencana kedepannya) karena pinjaman mereka cukup lumayan (besar),” ujar pria pengelola bumi perkemahan Wonogondang.

Dua supir jip mengatakan bahwa kini mereka tengah berada di situasi yang sulit. Heri, salah satu supir mengaku bahwa ia kini memiliki pinjaman sebesar Rp 100.000.000 untuk usaha jipnya.

“Saya utang di bank sejak hampir satu tahunan. Jadi saya itu ngikut proses. Ibu saya jualan makanan dan istri jadi tukang foto. Jadi buat bayar cicilan lebih ringan. Ternyata karena ini setelah ada wabah COVID-19 ini jadi kita mikirnya ngangsurnya di banknya,” ungkap Heri.

Tak hanya usaha Heri saja yang macet, usaha istrinya maupun ibunya juga terhenti lantaran wabah Corona. Saat ini ia sedang kebingungan untuk membayarkan angsuran.

“Kalau untuk angsuran paling dekat bulan ini masih bisa. Untuk makan masih bisa. Cuma ini kalau untuk kelanjutannya kita nggak tahu,” jawabnya pasrah.

Sama seperti Heri yang berhutang di bank, Slamet juga mengandalkan pinjaman untuk mendanai usahanya. Ia memiliki pinjaman sebesar Rp 60.000.000. Pembayaran angsurannya pada awalnya berjalan lancar, namun semakin ke sini, ia ragu apakah bisa menjalankan kewajibannya mengingat kini ia nihil pemasukan.

“Angsuran lancar kemarin-kemarin lancar sejak jip Lava Tour ramai. Cicilan Bulan Maret ini tidak bisa ngansur untuk biaya hidup,” aku Slamet.

 

(Sebagian anggota Asosiasi Jip Wisata Lereng Merapi)

Janji Melonggarkan Cicilan di Bank

Keduanya kini bergantung pada janji presiden Joko Widodo. Sebelumnya presiden sempat mengungkapkan akan menginstruksikan kelonggaran angsuran hingga satu tahun dan juga pengurangan bunga. Hal ini menyusul banyak masyarakat terdampak secara langsung yang rugi akibat tidak bisa bekerja karena wabah virus Corona.

Saat ditanya apakah sudah mencoba mengajukan keringanan kepada pihak bank, mirisnya Slamet mengaku ia telat membayar angsuran yang seharusnya jatuh pada tanggal 24 Maret ini. Bahkan ia mengaku tak berani pergi ke bank lantaran tak membawa uang.

“Belum pernah nyoba pengajuan. Tapi pingin saya himbauan pemerintah dari bapak presiden penundaan satu tahun dan non bunga. Belum (nyoba) karena saya takut ke bank nggak bawa uang. Belum (angsur) tanggal 24 udah lewat. Belum tahu, tapi pinginnya ke sana minta kejelasan yang dihimbau bapak presiden kemarin di TV. Pinginnya kejelasan yang sama antara penjelasan bapak presiden dan bank,” ungkapnya.

Senada dengan Slamet, Heri juga kini ingin sekali menanyakan kepada pihak bank mengenai kebijakan yang diumumkan presiden tempo hari. Baginya hal tersebut membawa secerca harapan berupa kelonggaran membayar angsuran bagi orang sepertinya.

Hingga kini ia sendiri mengaku belum mendapat kejelasan mengenai bagaimana kebijakan yang diumumkan Presiden Jokowi dengan yang terjadi di lapangan.

“Karena ada versi beda-beda dari temen bank. Karena ada temen kita yang sudah ngurus (kelonggaran pembayaran cicilan kredit) juga jadi kita dikenakan bunganya. Jadi dalam satu tahun ini kita nggak diundur. Tapi dalam satu tahun ini harus membayar bunganya selama satu tahun. Sedangkan pekerjaan total sudah nggak ada. Sudah di rumah jadi kalau ada uang sedikit saja untuk persiapan (kebutuhan pokok saat wabah corona) sampai entah kapan nggak tahu. Sekarang masih mampu. Kalau kelamaan kayak gini kita bisa kesusahan,” pungkas Heri. (Very)

Artikel Terkait