Internasional

Hikmahanto: ASEAN Dapat Gunakan Konsep "R2P" untuk Selamatkan Etnis Rohingya

Oleh : very - Senin, 04/09/2017 10:47 WIB

Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah langkah konkrit untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang terjadi atas komunitas Rohingya, Myanmar.

Presiden Joko Widodo di Istana, Minggu (3/9/) malam membeberkan sejumlah langkah konkret, mulai dari bantuan makanan, dan obat-obatan kepada para pengungsi Rohingya, sejak Januari 2017 lalu.

Selain itu, pemerintah juga telah membangun sekolah di Rakhine State dan segera membangun rumah sakit di Rakhine State, yang dimulai Oktober mendatang.

Terakhir, Presiden Jokowi mengutus Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk menjalin komunikasi intensif dengan berbagai pihak termasuk dengan sekjen PBB Antonio Guterres dan Komisi Penasihat Khusus untuk Rakhine State, Kofi Annan.

Menlu Retno telah bertolak ke Myanmar pada Minggu sore. Menlu dijadwalkan bertemu dengan Aung San Suu Kyi hari ini.

Apa yang diharapkan dari pertemuan dan diplomasi pemerintah Indonesia tersebut?

Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana mengharapkan Menlu meminta agar kekerasan yang dilakukan oleh otoritas Myanmar terhadap etnis Rohingya dihentikan.

“Menlu perlu mengingatkan apa yang terjadi terhadap etnis Rohingya bisa masuk dalam katagori ethnic cleansing atau genosida. Hal ini telah banyak disampaikan oleh pejabat berbagai negara,” ujar Hikmahanto melalui siaran pers, Senin (4/9/2017).

Namun, bila kekerasan tidak juga dihentikan, masyarakat internasional, kata Hikmahanto, dapat bertindak atas Myanmar berdasarkan konsep yang dikenal dalam hukum internasional yaitu "Responsibility to Protect" atau R2P.

“R2P adalah suatu tindakan oleh masyarakat internasional yang tidak mengenal batas wilayah kedaulatan untuk memastikan agar kejahatan terhadap kemanusiaan seperti ethnic cleansing atau genosida tidak terjadi. Bentuk tindakan R2P bisa berupa sanksi ekonomi hingga penggunaan kekerasan (use of force),” kata Hikmahanto.

Menurutnya, dalam konteks ini, ASEAN dapat melaksanakan R2P untuk menyelamatkan etnis Rohingya.

“Mengapa ASEAN? ASEAN memiliki kewajiban karena ini masalah regional. ASEAN harus memiliki makna atas adanya tindakan pemerintah negara anggotanya yang melakukan ethnic cleansing. Jangan sampai ASEAN gagal dalam menjalankan kewajiban internasionalnya, bahkan mendiamkan atau membiarkan suatu kejahatan internasional,” ujarnya.

Oleh karena itu pasca pertemuan dengan Aung Sang Suu Kyi, pemerintah Indonesia dapat memanggil sidang darurat untuk mengambil langkah-langkah yang tepat oleh ASEAN terhadap Myanmar.

“Bila ethnic cleasing masih terus terjadi, ASEAN dapat melakukan embargo ekonomi terhadap Myanmar. Diharapkan tindakan ASEAN ini akan didukung dan diikuti oleh negara-negara lain di dunia,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait