Sosial Budaya

Penguatan Peran Lembaga BKKBN Dalam Menghadapi Tantangan Kependudukan Indonesia

Oleh : very - Sabtu, 16/09/2017 10:47 WIB

Abdullah Antaria. (Foto: ist)

Oleh: Dr Abdullah Antaria, MPH, Ph.D

“Keluarga Berencana menjadi investasi strategis untuk memastikan kesehatan generasi masa depan, untuk memastikan tercapainya tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan dan untuk mencapai keamanan global, serta kemakmuran dunia.”

 

                                                                                                              Presiden Joko Widodo

dalam Sambutan Pembukaan International Conference on Family Planning di Nusa Dua – Bali, Januari 2016

 

PENDAHULUAN

Keluarga Berencana selama beberapa waktu lalu telah terbukti mampu menjadi salah satu jalan keluar strategis dalam pembangunan nasional. Hal ini telah melahirkan semangat untuk merevitalisasi kembali Keluarga Berencana dan menempatkannya sebagai prioritas dalam perencanaan pembangunan dalam satu dasawarsa terakhir. Pada kenyataannya upaya tersebut masih sulit untuk diwujudkan. Hal ini menjadi sorotan penting untuk segera ditangani terlebih amanat RPJMN ke III kembali menempatkan keluarga berencana sebagai prioritas dan Presiden sendiri telah menggariskan arah kebijakan yang jelas dengan menempatkan keluarga berencana sebagai salah satu investasi strategis pembangunan saat ini dengan berfokus dari pinggiran atau desa.

Target Tahun

LPP

TFR

CPR semua metode

MKJP

Unmet Need

Kelahiran usia 15-19

Kehamilan tdk diinginkan

Status Awal

1,49%

2,6

61,9%

10,6%

11,4%

48/1000

 

2019

1,21%

2,28

66%

23,5%

9,91%

38/1000

6,6%

 

Sasaran strategis yang harus dicapai BKKBN dalam lima tahun kedepan tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) BKKBN 2015-2019 antara lain menurunkan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 1,21 persen, menurunkan TFR menjadi 2,28 anak per wanita usia subur, meningkatkan prevalensi pemakaian kontrasepsi semua metoda (CPR) 66 persen dan Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) 23,5 persen, menurunkan kebutuhan ber-KB yang tidak terlayani (unmetneed) sebesar 9,91 persen, angka kelahiran wanita muda usia 15-19 tahun sebesar 38 kelahiran per 1.000 wanita, dan menurunkan persentase kehamilan yang tidak diinginkan pada wanita usia subur menjadi 6,6 persen. Sedangkan untuk mencapai sasaran tersebut pada tahun 2015 paling tidak LPP harus dicapai sebesar 1,38 persen, TFR sebesar 2,37 anak per Wanita Usia Subur (WUS), CPR semua metoda 65,2 persen atau CPR metoda modern 60,3 persen dengan persentase peserta MKJP sebesar 22,5 persen; unmetneed sebesar 10,6 persen; Age Spesific Fertility Rate (ASFR) kelompok 15-19 tahun sebesar 46 kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-19 tahun; angka kehamilan yang tidak diinginkan sebesar 7,1 persen.

Disisi lain saat ini proyeksi penduduk memperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan meningkat menjadi 258,7 juta jiwa pada tahun 2016 dari sebelumnya  252,2 juta jiwa pada tahun 2014. Proyeksi tersebut dihasilkan dengan asumsi penurunan angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) dari 2,39 menjadi 2,36 kelahiran per perempuan usia produktif dan menurunnya angka reproduksi neto (net reproductive rate/NRR) dari 1,11 menjadi 1,08. Penurunan TFR seperti di atas hanya akan terjadi jika program pembangunan kependudukan dan keluarga berencana (KB) terlaksana dengan baik.

BKKBN sesuai dengan tugas pokoknya untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan Keluarga Berencana memiliki peran vital  untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk secara signifikan melalui program-program pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana. Pada kenyataannya upaya tersebut seringkali dihadapi dengan hambatan kelembagaan baik internal organisasi, antar sektor maupun secara vertikal antara pusat dan daerah. Hal ini menyebabkan tidak efektif dan efisiennya pelaksanaan program di lapangan. Sejalan dengan semangat revolusi mental, hal ini harus dapat diatasi segera dan menjadi tantangan untuk mewujudkan pengendalian penduduk secara signifikan.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran urgensi penguatan peran kelembagaan BKKBN  kedepan khususnya dalam dukungan manajemen demi mewujudkan  tujuan-tujuan pembangunan nasional yang telah ditetapkan.

 

BEBERAPA ISU STRATEGIS (PERMASALAHAN SAAT INI)

  1. Implementasi UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda terkait Kewenangan KB

Berdasarkan amanat UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, implementasi pengalihan kewenangan tentang Keluarga Berencana paling lambat diberlakukan pada bulan Desember 2016. Berdasarkan UU tersebut terdapat beberapa kewenangan KB yang kembali dialihkan ke Pusat. Di antaranya terdapat  beberapa kewenangan utama yang harus menjadi perhatian antara lain:

  • Pengelolaan tenaga penyuluh KB/petugas lapangan KB (PKB/PLKB).
  • sertifikasi tenaga penyuluh KB/ petugas lapangan KB (PKB/PLKB).
  • Pengelolaan dan penyediaan alat dan obat kontrasepsi untukkebutuhan PUS nasional.
  • Standardisasi pelayanan KB
  • sistem informasi keluarga

 

Dengan demikian saat ini sudah diimplementasikan amanat UU tersebut. Antara lain alih kelola Penyuluh KB (PKB) dan Petugas Lapangan KB (PLKB) tertunda 1 tahun (kata Kepala BKKBN, 21/7/2017), hal ini disebabkan karena kesiapan pembiayaan yang cukup besar terhadap 15.458 personil. Namun sarana prasarana tetap menjadi asset pemerintah Kabupaten/Kota, dan dimanfaatkan untuk kepentingan program KKBPK. 

 

  1. Kembalinya kewenangan BKKBN dalam Pengelolaan PLKB dan Tuntutan Sertifikasi

UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah telah mengamanatkan bahwa pengelolaan tenaga penyuluh KB/Petugas Lapangan KB (PLKB) kembali menjadi kewenangan pusat. Dengan demikian seluruhnya telah menjadi pegawai pusat.  Para PLKB tidak dapat lagi berpindah fungsi dan jabatan lain karena pengelolaan saat ini ada di tingkat pusat. Daerah hanya memiliki wewenang dalam pendayagunaannya. Setidaknya saat ini tersisa 22 ribu orang petugas dengan rincian 5 ribu di antaranya merupakan mereka yang diangkat sendiri oleh pemkab/pemkot.

Selama 10 tahun terakhir BKKBN yang memiliki jaringan di lapangan dengan penyuluh lapangan keluarga berencana (PLKB) nyaris lumpuh karena ketidakjelasan koordinasi antara BKKBN dengan pemerintah kabupaten /kota. Sekarang berdasarkan Undang-Undang no 23 tahun 2014 tentang Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah diatur dengan jelas PLKB yang merupakan ujung tombak peran untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk, merupakan pegawai institusi BKKBN Pusat, sedang kesehariannya difungsikan di pemerintah kabupaten/kota.

Proses pengalihan status kepegawaian PKB saat ini masih berjalan dan memakan waktu, mulai dari inventarisasi pegawai yang akan dilanjutkan dengan verifikasi oleh Badan Kepegawaian Negara untuk selanjutnya proses serah terima oleh Bupati/Walikota kepada BKKBN dengan disaksikan oleh pihak DPRD dan Kejaksaan Tinggi setempat. Proses ini harus dapat dipercepat untuk memastikan bahwa target pembangunan KB di lapangan tidak terhambat akibat pengalihan status yang memakan waktu cukup lama ini.

Disisi lain BKKBN juga dituntut untuk melakukan sertifikasi secara parallel terhadap seluruh PLKB tersebut. Untuk itu BKKBN harus segera mempersiapkan standar kompetensi hingga mekanisme sertifikasi secara cepat, tepat dan akurat sebagai perwujudan  dari amanat UU 23 tahun 2014 juga sekaligus implementasi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017. Salah satu yang dibutuhkan adalah keberadaan asesor kompetensi. Ini menjadi tugas tambahan bagi BKKBN untuk mempercepat proses penyiapan asesor dan standar kompetensi seiring dengan telah beralihnya kewenangan pengelolaan ke tingkat pusat.

Kondisi diatas menuntut BKKBN untuk segera mempersiapkan manajemen pengelolaan SDM secara lebih komprehensif. Diperlukan langkah segera untuk mempercepat pengalihan status pegawai, penyiapan sertifikasi dan mekanisme pengelolaan PLKB secara komprehensif agar tidak menghambat pelaksanaan target pencapaian KB dan menghindari peluang timbulnya kebingungan di Lapangan.

  • Kebutuhan Kelembagaan KB di Daerah

Kelembagaan KB menjadi satu titik lemah Program KB. Dari 34 provinsi dan 511 Kabupaten/Kota yang ada pada awal tahun 2014, hanya 25 Kabupaten/Kota yang memiliki lembaga yang secara penuh menangani masalah kependudukan dan KB atau bergabung dengan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Di daerah lain, kependudukan dan KB hanya ditangani oleh unit-unit kecil di berbagai satuan kerja pemerintah daerah. Jumlah tenaga lapangan KB juga terus menurun, dari 40 ribu orang sebelum era desentralisasi menjadi hanya sekitar 20 ribu orang, termasuk sekitar 3.000 orang pengawas lapangan KB yang bukan PNS. Pembiayaan program ini di Kabupaten/Kota sangat sedikit yang diperkirakan hanya mencapai 0,04 persen dari APBD. Anggaran tersebut tentunya tidak memadai untuk mendukung pelaksanaan program secara komprehensif. Keberadaan lembaga KB secara khusus di level kab/kota dan peningkatan jumlah tenaga lapangan KB menjadi sangat penting untuk mendorong kepesertaan. Berdasarkan data SDKI 2012, hanya sebesar 5,2 persen wanita kawin yang dikunjungi petugas lapangan KB dan berdiskusi tentang KB, sedangkan 88,2 persen wanita kawin tidak berdiskusi tentang KB dengan petugas KB atau provider.

Pemahaman mengenai KB juga harus terus dikembangkan diantara para petugas di lapangan. Selain Petugas Lapangan KB, Pada kenyataannya saat ini terdapat 250 ribu bidan yang memiliki peran penting dalam membantu 63% kelahiran dari 4,6 juta kelahiran setiap tahunnya. Para bidan ini juga bertanggung jawab atas 76,6% pelayanan KB bagi jutaan perempuan di seluruh Indonesia. Selain itu masih terdapat Kader Posyandu yang juga menjadi garda terdepan dalam pelayanan KB.Hal ini menunjukkan urgensi peningkatan kelembagaan KB di daerah dan peningkatan jumlah petugas lapangan KB.

Belum Kuatnya Regulasi dan Standar

Pada kenyataannya Regulasi terkait KKBPK yang ada belum sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan program KKBPK. Salah satu payung Undang-undang yang dianggap  sulit diimplementasikan adalah UU nomor 52 tahun 2009 tentang Pembangunan Keluarga dan Perkembangan Kependudukan sulit untuk berjalan dan operasional di lapangan. Salah satu aturan turunannya baru dikeluarkan 5 tahun kemudian melalui Peraturan Pemerintah Nomor 87 tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana dan Sistem Informasi.

Salah satu persoalan lainnya adalah standarisasi Pelayanan KB Nasional. UU Pemda yang baru menuntut adanya standarisasi Pelayanan KB nasional. Hal ini menuntut adanya sinkronisasi dari sisi regulasi. Selama ini aturan standar sudah ada seperti: SPM dan  pedoman KB dalam JKN, namun apakah hal ini sesuai dengan amanat UU Pemda atau perlu untuk dibenahi kembali. Hal ini menjadi tugas berat bagi dukungan manajemen BKKBN untuk menyiapkan regulasi yang tepat dan sesuai.

Belum optimalnya dukungan manajemen dan koordinasi terhadap Program Kampung KB

Mengacu pada kondisi saat ini dan sejalan dengan Agenda Prioritas Pembangunan Nawacita ke-3, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Maka saat ini pembangunan kependudukan dan penyelenggaraan KB dituntut untuk dikembangkan secara partisipatif dari tingkat lokal (desa) dam daerah pinggiran. Salah satu program besar yang diharapkan menjadi alat strategis adalah Kampung KB.

Program yang sudah dilaunching Presiden beberapa waktu lalu ini harus segera diimplementasikan secara menyeluruh dan nasional. Hal ini menuntut kesiapan seluruh komponen BKKBN untuk segera mengaplikasikan Kampung KB secara nyata. Dalam konteks ini harus disadari BKKBN tidak dapat bekerja sendiri. Terlebih banyaknya program pembangunan berbasis desa saat ini menuntut sinergi yang kuat antara sektor K/L maupun daerah. Kemampuan BKKBN untuk bersinergi inilah yang menjadi tantangan besar kedepan termasuk melibatkan masyarakat maupun swasta agar mampu mendorong pelaksanaan kampung KB secara nasional.

Pada kenyataannya dukungan manajemen dan koordinasi antar bidang/sektor/K/L/ Daerah terhadap pelaksanaan program unggulan seperti Kampung KB belum dirasakan cukup. Program Kampung KB yang sdh dilaunching harus segera diaplikasikan secara nyata di level desa. BKKBN harus bersinergi dgn banyak program sektor K/L maupun daerah yg berbasis desa.

Belum optimalnya kinerja program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya

Kinerja program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya yang selama ini berada didalam kewenangan Sekretaris Utama BKKBN masih dianggap belum optimal. Beberapa hal yang dinilai masih belum optimal antara lain perencanaan program dan anggaran, pengelolaan anggaran dan aset BMN, manajemen SDM serta administrasi perkantoran yang masih dianggap belum memuaskan.  Bentuk program dukungan manajemen yang masih dianggap belum maksimal adalah program aplikasi online. Kemudahan akses teknologi informasi melalui aplikasi online saat ini  masih belum dimanfaatkan secara maksimal oleh manajemen.

 

PERAN STRATEGIS BKKBN

Terdapat beberapa landasan hukum yang harus menjadi perhatian BKKBN antara lain:

  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
  • Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
  • Peraturan Pemerintah Nomor 87 tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana dan Sistem Informasi Keluarga
  • Peraturan Presiden nomor 62 tahun 2010 tentang BKKBN
  • Peraturan Presiden Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No 12 tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan

Mengacu pada Pasal 17 Perpres nomor 62 tahun 2010 tentang BKKBN, BKKBN mempunyai tugas untuk: melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BKKBN. Tugas tersebut dilakukan dengan menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagaimana tercantum pada pasal 10 perpres yang sama yakni fungsi:

  • koordinasi kegiatan di lingkungan BKKBN
  • koordinasi dan penyusunan rencana dan program di lingkungan BKKBN;
  • pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang meliputi ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, arsip, dan dokumentasi di lingkungan BKKBN;
  • pembinaan dan penyelenggaraan organisasi dan tata laksana, kerjasama, dan hubungan masyarakat;
  • koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan dan bantuan hukum;
  • penyelenggaraan pengelolaan barang milik/kekayaan negara; dan
  • pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala BKKBN.

Pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut tidak sederhana mengingat peran BKKBN yang sangat teknis dan mencakup lokus nasional. Peran di atas menjadi payung bagi pelaksanaan dukungan administrasi dan manajemen segenap organisasi BKKBN hingga ke tingkat lapangan. Dengan demikian lingkup koordinasi yang dilakukan tidak hanya di level Kementerian dan lembaga tetapi juga dengan Provinsi dan Kab/Kota. Tanpa kemampuan mengelola koordinasi secara selaras baik antar pusat dan daerah maka niscaya sulit untuk melaksanakan tugas dan fungsi Kesekretariatan secara lancar.

Terlebih dengan tuntutan lingkungan strategis yang sangat dinamis dan harus diwujudkan seperti Revolusi Mental, SDGs, RPJMN ke III, Nawacita dan kondisi insidental di bidang KKBPK yang seringkali terjadi dan membutuhkan tanggap kebijakan yang responsif dan cepat. Hal tersebut mewarnai tingginya tantangan tugas BKKBN kedepan. Untuk itu pencapaiannya harus dikendalikan secara baik sehingga lebih terarah dan dapat dikendalikan pelaksanaannya dilapangan. Hal ini menjadi tugas dan peran strategis BKKBN untuk memastikan bahwa seluruh kebijakan KKBPK didukung oleh manajemen yang kuat sehingga dapat berjalan hingga di level Kabupaten/Kota secara selaras dan terkendali sejalan dengan tujuan pembangunan nasional. Tanpa ada  upaya penguatan organisasi melalui manajemen yang baik maka sulit bagi BKKBN untuk hadir hingga di level masyarakat. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan tidak efektifnya pemanfaatan anggaran dan berdampak pada efektifitas pencapaian target-target pembangunan kependudukan dan KB dalam Nawacita, RPJMN ke III dan SDGs 2030.

Untuk itu perlu ditetapkan outcomes yang jelas bagi BKKBN. Dalam hal ini terdapat dua hal antara lain:

1

Peningkatan Status Capaian KKBPK

:

ditunjukkan oleh meningkatnya indikator-indikator KKBPK yang terdapat baik dalam SDGs, RPJMN ke III maupun Nawacita.

 

2

meningkatkan kualitas kelembagaan dalam rangka penyelenggaraan kebijakan dan program KKBPK

 

:

Ditunjukkan oleh: tersedianya landasan hukum dan kebijakan KKBPK, terkelolanya perencanaan program dan keuangan, terkelolanya keuangan dan aset, terkelolanya SDM BKKBN, terlaksananya layanan administrasi terkait penyelenggaraan program dan kebijakan KKBPK.

 

3

Peningkatan Akuntabilitas Kinerja Penyelenggaraan fungsi KKBPK

 

Ditunjukkan oleh: tersedianya standar pelayanan KB Nasional, tersertifikasinya seluruh PLKB, Meningkatnya status kelembagaan KB di Kab/kota, meningkatnya sinergi BKKBN dengan pemerintah Kab/Kota, Meningkatnya akuntabilitas Laporan Statistik KKBPK

 

ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI DAN UPAYA (KSU) BKKBN

 

Mengacu pada berbagai isu strategis diatas sebagai pokok persoalan mendasar dan peran penting BKKBN kedepan maka perlu disusun suatu arah kebijakan dan strategi yang tepat dan akurat sebagai berikut:

Kebijakan

Arah kebijakan BKKBN kedepan adalah:

Mempercepat peningkatan status Capaian KKBPK, peningkatan kualitas lembaga, dan peningkatan akuntabilitas kinerja dalam kerangka revolusi mental menuju pencapaian Nawacita, RPJMN ke III dan Agenda SDGs 2030.

 

Strategi       

Untuk mencapai outcomes yang diharapkan kedepan tersebut maka diperlukan strategi dan upaya sebagai alat yang nyata untuk mencapainya. Strategi tersebut antara lain:

  • Mendorong percepatan peningkatan status capaian KKBPK
  • Mendorong percepatan peningkatan kualitas kelembagaan dalam rangka penyelenggaraan program dan kebijakan KKBPK
  • Memastikan akuntabilitas kinerja dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan KKBPK

 

Fokus
Fokus Strategi I. Mendorong percepatan peningkatan status capaian KKBPK:

  1. Memprioritaskan dukungan manajemen dan teknis  lainnya untuk mendukung pencapaian pembangunan naisonal( indikator-indikator KKBPK yang t)erdapat baik dalam SDGs, RPJMN ke III maupun Nawacita.
  2. Meningkatkan koordinasi dan sinergi secara strategis dengan mitra K/L yang mampu mendukung terpenuhinya komunikasi intensif dan berkesinambungan diantara mitra kerja  & seluruh SDM di lingkungan BKKBN
  3. Meningkatkan dukungan manajemen pengelolaan program KKBPK di tingkat provinsi termasuk dalam rangka fasilitasi implementasi UU no 23 tahun 2014 tentang Pemda yang terkait dengan KKBPK
  4. Mendorong Kampung KB sebagai Program Prioritas Nasional dan Program Prioritas Daerah
  5. Mendorong terserapnya DAK bidang KB oleh Daerah

Fokus Strategi II. Mendorong percepatan peningkatan kualitas kelembagaan dalam rangka penyelenggaraan program dan kebijakan KKBPK :

  1. Sinkronisasi dan Penyediaan payung hukum dan NSPK terkait Program dan kebijakan KKBPK
  2.  Peningkatan akuntabilitas Pengelolaan Anggaran dan Barang Milik Negara (BMN )  à mempertahankan opini  WTP
  3.  Integrasi sistem Perencanaan Program dan Anggaran berbasis kinerja dan kerangka pengeluaran jangka panjang
  4. Pengembangan Unit Layanan Pengadaan  (ULP)
  5.  Pengembangan career path, Standarisasi dan peningkatan kompetensi SDM
  6. Peningkatan Indeks kepuasan pelayanan administrasi perkantoran,  kerumahtanggaan, dan pemeliharaan sarana prasarana perkantoran

Upaya Strategi III. Memastikan akuntabilitas kinerja dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaran KKBPK

  1. tersertifikasinya seluruh PLKB,
  2. Meningkatnya status kelembagaan KB di Kab/kota,
  3. Meningkatkan koordinasi internal antar bidang dalam Program Teknis dan program Generk
  4. meningkatnya sinergi BKKBN dengan pem Kab/Kota,
  5. Meningkatnya kualitas dan akuntabilitas Laporan di seluruh Satker di lingkungan BKKBN (WTP)

 

Prinsip dan Kunci dalam Implementasi Kebijakan-Strategi-Upaya

Untuk memastikan implementasi KSU diatas berjalan dengan baik dilapangan maka diperlukan prinsip kerja yang akan menjadi nilai bagi BKKBN dalam berkoordinasi dengan Mitra Kerja (Segenap Organisasi di lingkungan BKKBN, Mitra K/L, Daerah dan Mitra Kerja Lainnya). Dengan mengacu pada situasi birokrasi saat ini yang cenderung lebih partisipatif dan desentralistik, maka dapat dilaksanakan prinsip-prinsip antara lain prinsip Sepaham- Sepakat – Selaras (3S). Secara lebih rinci prinsip tersebut dapat diuraikan dalam tabel indikator sebagai berikut:

SEPAHAM

SEPAKAT

SELARAS

Seluruh organ di dlm BKKBN dan mitra kerja memahami pentingnya mempercepat peningkatan status capaian KKBPK

Seluruh organ di dlm BKKBN dan mitra kerja  bersepakat mempercepat aksi peningkatan status capaian KKBPK

Seluruh organ di dlm BKKBN dan mitra kerja  bersinergi dalam mempercepat aksi peningkatan status capaian KKBPK

Seluruh organ di dlm BKKBN dan mitra kerja memahami urgensi program dan kebijakan KKBPK di level Masyarakat

Seluruh organ di dlm BKKBN dan mitra kerja bersepakat Mendorong optimalisasi program dan kebijakan KKBPK di level Masyarakat

Seluruh organ di dlm BKKBN dan mitra kerja bersinergi mensinkronkan program dan kebijakan KKBPK di level Masyarakat agar selaras

Seluruh organ di dlm BKKBN dan mitra kerja memahami pentingnya pengendalian akuntabilitas kinerja dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaran KKBPK

Seluruh organ di dlm BKKBN dan mitra kerja  bersepakat memenuhi komitmen dalam menjamin terpenuhinya akuntabilitas kinerja dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaran KKBPK

Seluruh organ di dlm BKKBN dan mitra kerja konsisten dalam menjamin terpenuhinya akuntabilitas kinerja dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaran KKBPK

 

Prinsip-prinsip 3S tersebut dapat berjalan dengan baik selama BKKBN sendiri memahami kunci-kunci dalam menjalin modal sosial dengan para mitra kerja. kunci-kunci tersebut penting untuk menjalin bonding (keterikatan) dan bridging (keterhubungan) antara para mitra kerja. Kunci-kunci tersebut mencakup Kepercayaan, Komunikasi, dan Resiprokal (K2R). Secara lebih jelas masing-masing kunci dapat dijelaskan sebagai berikut:

KEPERCAYAAN

KOMUNIKASI

RESIPROKAL

Meningkatkan kepercayaan diantara para mitra kerja & seluruh SDM di lingk. BKKBN  (trust)

Membangun komunikasi intensif dan berkesinambungan diantara mitra kerja  & seluruh SDM di lingk. BKKBN (continuity)

Mewujudkan hubungan timbal balik yang bermanfaat bagi masing-masing mitra kerja & seluruh SDM di lingk. BKKBN (mutualism)

 

PENUTUP

Untuk itu diperlukan upaya yang kuat dari seluruh organisasi BKKBN untuk mendorong  tercapainya target pembangunan KKBPK secara nasional sesuai dengan amanat Nawacita, RPJMN Ke III dan SDGs 2030. Hal ini dapat berjalan jika upaya tersebut dilakukan dengan mengedepankan prinsip dan kunci yang tepat. Dengan diterapkannya prinsip dan kunci secara tepat dengan dilandasi semangat revolusi mental maka pelaksanaan tugas dan fungsi BKKBN dapat berjalan optimal.

Terima kasih – dr. Abdullah Antaria, MPH, Ph.D

Artikel Terkait