Nasional

Reformasi Pelayanan Publik

Oleh : indonews - Senin, 18/09/2017 11:08 WIB

Pelayanan publik. (Foto: Ilustrasi)

Oleh Stanislaus Riyanta*)

INDONEWS.ID - Ombudsman RI pada bulan Maret 2017 yang lalu menyatakan bahwa selama tiga bulan pertama 2017 tercatat ada 3.000 laporan terkait pelayanan publik. Bidang yang paling banyak dilaporkan secara berurutan adalah pertanahan, pemerintahan daerah (pendidikan dan kesehatan) dan pada urutan ketiga dan keempat adalah kepolisian dan peradilan. Pada tahun sebelumnya (2016) Ombudsman RI menyatakan bahwa tiga bidang layanan publik yang paling banyak dilaporkan adalah Kepolisian, Badan Pertanahan Nasional, dan Kepegawaian.

Peringkat yang dikeluarkan oleh Ombudsman RI ini berdasarkan jumlah laporan dari masyarakat yang masuk ke Ombudsman RI.  Catatan Ombudsman RI tentang penerimaan laporan atas pelayanan pubik adalah 2014 menerima 6.678 laporan, 2015 menerima 6.859 laporan, dan pada 2016 menerima 9.030 laporan.

Meskipun saat ini layanan publik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia mengarah lebih baik, namun masih perlu kritik konstruktif terkait penyelenggaraan layanan publik tersebut. Perbaikan-perbaikan dilakukan pemerintah untuk menata pelayanan publik menjadi lebih baik. Perbaikan sistem dengan dorongan teknologi informasi yang semakin berkembang mempunyai andil yang besar dalam palayanan publik yang lebih baik. Namun tanpa perbaikan pada kultur dan mental pejabat dan petugas di bidang pelayanan publik maka hasilnya tidak akan ada perubahan, bahkan yang terjadi adalah pemborosan dana untuk pembuatan sistem yang percuma.

Ketidakmauan melakukan perubahan,  antikritik, merasa sudah aman dan nyaman, dan berorientasi pada kekuasaan adalah sikap yang memperburuk pelayanan publik. Sikap lain yang berbahaya adalah pejabat dan petugas  lebih merasa sebagai penguasa dibanding sebagai pelayan masyarakat. Jika sikap-sikap tersebut ternyata terus menjangkiti orang yang bertugas sebagai pelayan publik yang digaji oleh negara maka layanan publik tidak akan menjadi lebih baik.

Hal lain yang diduga menjadi pemicu tidak baiknya pelayanan publik adalah karena pelayanan tersebut berorientasi pada target habisnya anggaran, bukan bagaimana menghasilkan pendapatan. Pihak yang memberikan layanan publik memandang bahwa mereka bertanggung jawab kepada pihak yang menyetujui anggaran, yaitu kelompok politisi atau pejabat sebagai atasannya. Dampak cari cara pandang tersebut adalah melihat bahwa masyarakat bukan hal yang penting dalam pelayanan publik, sehingga pelayanan yang dilakukan hanya sebatas rutinitas formal yang dijalankan seadanya.

 

Reformasi Birokrasi

Perlu dilakukan reformasi birokrasi untuk mengubah paradigma dan sistem dalam pelayanan publik. Tentu saja sebelum melakukan reformasi birokrasi tersebut perlu dilakukan pemetaan dan penilaian awal atas kondisi yang sekarang terjadi dan kondisi ideal yang ingin dicapai. Aspek yang dinilai mulai dari visi, misi, tujuan dan program kerja organisasi, sekaligus beban kerja dan indikator kunci kinerja pejabat dan patugas pelayanan publik. Pemetaan dan penilaian inilah yang menjadi dasar dari penataan organisasi.

Pemerintah tidak perlu ragu menggunakan cara-cara seperti yang dilakukan oleh organisasi swasta. Pemerintah harus berani melakukan pembenahan, dari yang paling lunak pada pembenahan sistem hingga yang paling ekstrim melakukan program pensiun dini kepada pejabat dan petugas di bidang pelayanan publik yang tidak kompeten, dan menggantinya dengan tenaga muda yang lebih produktif dan efisien.

Budaya baru sebagai pelayan publik dengan menempatkan masyarakat sebagai pemangku kepentingan utama harus menjadi cara pandang semua pejabat dan petugas dalam bidang pelayanan publik. Jika perlu bidang pelayanan publik tidak berbasikan habisnya anggaran rutin tetapi berbasiskan adanya indeks kinerja yang diukur dari jumlah layanan dan tingkat kepuasan yang diberikan oleh masyarakat yang dilayani.

Pendapatan yang diperoleh pejabat dan petugas di bidang pelayanan publik juga perlu diperbaiki agar berbasikan kinerja. Biarkan masyarakat selaku pengguna pelayanan publik, sekaligus sebagai pembayar pajak yang digunakan untuk biaya pelayanan publik, untuk memilih layanan yang dibutuhkan. Pemerintah harus menyediakan berbagai tempat untuk satu jenis layanan publik untuk dipilih masyarakat. Jika suatu unit tidak dipilih oleh masyarakat maka tidak berhak atas insentif pelayanan. Organisasi yang berbasiskan kinerja tentu akan lebih baik pencapaiannya dibanding berbasiskan habisnya anggaran.

Siapapun yang memangku jabatan dan mengemban tugas di bidang pelayanan publik harus sadar bahwa masyarakat selaku pembayar pajak adalah pihak yang harus dilayani dan diutamakan. Meskipun sistem politik di Indonesia mengatur bahwa anggaran disetujui oleh legistlatif  namun masyarakat secara umum adalah pembayar pajak yang digunakan untuk membiayai pelayanan publik. Jadi orientasi utama pejabat dan petugas pelayanan publik adalah kepuasan masyarakat.

Pelayanan publik diselenggarakan untuk kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Jika kesadaran ini tidak dimiliki oleh pejabat dan petugas pelayanan publik maka sampai kapanpun masyarakat hanya akan dianggap sebagai objek yang dengan mudah akan diabaikan.

*) Stanislaus Riyanta, Mahasiswa Program Doktoral Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia.

Artikel Terkait