Nasional

Lahirkan Teror Ketertiban Sosial, Masyarakat Diminta Tidak Ikut Aksi 299

Oleh : very - Rabu, 27/09/2017 10:57 WIB

Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Sekelompok massa yang digalang oleh Presidium Alumni 212 berencana menggelar aksi Bela Islam pada 29 September 2017 atau disebut Aksi Bela Islam 299. Aksi ini mengusung isu politik menolak Perppu 2/2017 tentang Perubahahan UU 17/2013 tentang Ormas dan menolak kebangkitan PKI.

Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi mengatakan, rencana aksi tersebut secara normatif adalah hal yang wajar sebagai bentuk kebebasan berekspresi dan berpendapat.

Meskipun demikian, Hendardi menyayangkan karena mekanisme penolakan atas Perppu Ormas sebenarnya bisa dilakukan melalui Mahkamah Konstitusi, suatu mekanisme demokratik untuk menyoal keabsahan sebuah produk hukum.

“Sementara untuk isu kebangkitan PKI, apa yang hendak ditolak oleh Presidium Alumni 212 sesungguhnya adalah ilusi yang terus menerus dibenamkan bahwa seolah-olah kebangkitan PKI itu nyata ada,” ujarnya di Jakarta, Selasa (26/9). 

Hendardi menegaskan bahwa mobilisasi massa secara terus menerus dalam jumlah besar bukan hanya merugikan kondisi keamanan dan iklim perekonomian nasional, tetapi juga “pembodohan karena mengeksploitasi umat yang a politis dengan argumen-argumen keagamaan absurd untuk tujuan politik kelompok”.

Hendardi menilai aksi yang dilakukan oleh Presidium Alumni 212 merupakan gerakan politik, bukan gerakan dakwah keagamaan, apalagi sebagai bentuk jihad.

“Mobilisasi massa secara terus-menerus juga melahirkan teror atas ketertiban sosial dan security high cost, karena bukan hanya biaya pengamanan yang diperlukan tetapi juga dampak yang ditimbulkannya yang menyebarkan kecemasan. Oleh karena itu, masyarakat sebaiknya tidak perlu terlibat dalam gerakan politik ini,” ujarnya.

Demonstrasi untuk mencapai tujuan politik sebagaimana dilakukan oleh kelompok 212 dan para pengendalinya, menurut Hendardi, adalah cara politik konvensional yang ingin merengkuh tujuan politik dan kekuasaan tanpa kerja keras, dan tidak mencerdaskan publik.

“Pada akhirnya gerakan ini sesungguhnya ditujukan untuk melemahkan kepemimpinan Jokowi dan secara bersamaan membuka peluang kandidat lain mulus melenggang ke tampuk kekuasaan dengan dukungan emosional pemilih yang telah dikonsolidasikan, melalui isu-isu irrasional dan aksi-aksi yang mengatasnamakan agama,” ujarnya. 

Sejatinya ada banyak cara membela Islam dan kemanusiaan termasuk jihad yang dibutuhkan saat ini.

“Membela Islam adalah membela nilai-nilai Islam itu menjiwai prilaku dan keberpihakan umat pada nilai-nilai yang tidak bertentangan dengan Islam itu sendiri. Dibanding harus terus menjadi buih di tengah kehendak segelintir tokoh untuk menguasai ruang publik Indonesia, sebaiknya energi umat diarahkan untuk membela kemanusiaan, memerangi prilaku korupsi, kebodohan, dan kemiskinan,” pungkasnya. (Very)

 

 

 

Artikel Terkait