Nasional

GMKI: Ada Upaya Terencana dan Sistematis Merawat Konflik

Oleh : very - Kamis, 28/09/2017 06:02 WIB

Pengurus Pusat GMKI usai bertemu Presiden Jokowi di Istana. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Selama berbulan-bulan ruang-ruang publik dipenuhi berbagai narasi seperti politisasi isu-isu nasional dan internasional, informasi hoaks, persoalan SARA, serta konflik horizontal dan vertikal.

Hal ini membuat masyarakat terlena, sehingga lupa persoalan yang sesungguhnya, yaitu korupsi masih menjamur, radikalisme semakin meningkat, pelayanan kesehatan yang masih kurang, penyalahgunaan narkoba dan zat adiktif lainnya, judi dan prostitusi online yang semakin marak di tengah masyarakat, dan lain sebagainya.

Di sisi lain, bangsa kita urung memikirkan cara meningkatkan daya saing, kemandirian, keadilan dan kesejahteraannya sehingga akan semakin sulit bersaing dengan bangsa-bangsa dari negara lainnya.

“Tampaknya ada upaya terencana dan sistematis yang berupaya merawat konflik dengan memprovokasi dan memecah-belah masyarakat serta instansi kita agar kita lupa dengan permasalahan bangsa kita yang sesungguhnya,” ujar Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Sahat Martin Philip Sinurat, di Jakarta, Rabu (27/9/2017).

Sahat menyebutkan, politisasi berbagai isu nasional dan internasional, pengepungan YLBHI, pernyataan beberapa elit politik dan pimpinan institusi, pemutaran film G30S/PKI produk Orde Baru, pengusiran ibadah anak-anak, pengeroyokan pelaku pengusiran ibadah, penemuan granat aktif di rumah pemuka agama, ujaran kebencian di media sosial, persekusi, dan berbagai persoalan lainnya merupakan upaya terstruktur, sistematis dan masif yang dapat menimbulkan segregasi dan konflik berkepanjangan di tengah masyarakat.

“Jika kita larut dengan konflik yang disengaja ini, maka kita akan mengorbankan peradaban bangsa kita serta generasi muda yang seharusnya menjadi investasi masa depan bangsa,” ujarnya mengingatkan.

Karena itu, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia mengajak masyarakat untuk jeli dan cerdas membaca pertarungan kepentingan yang terjadi di ruang-ruang publik. Masyarakat diminta untuk tidak mudah percaya dan terprovokasi dengan informasi hoaks dan upaya adu domba yang sengaja dilakukan untuk memecah-belah kita.

“Kita harus selalu mengingat, devide et impera adalah strategi politik yang membuat bangsa kita ratusan tahun terjajah dan tidak dapat merdeka,bersatu, dan mandiri,” ujarnya.

Sekretaris Umum Alan Christian Singkali menambahkan, pihaknya meminta para elit politik, pimpinan institusi, tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk dapat kembali mengingat bahwa politik adalah cara untuk melayani rakyat, bukan hanya sekadar alat untuk kepentingan individu ataupun kelompok kepentingan masing-masing.

“Maka kegaduhan politik ini harus segera dihentikan, dan jalanilah peranan masing-masing dengan karakter negarawan dan etika politik yang baik,” ujarnya.

Dia meminta semua pihak yang terlibat untuk tidak mengorbankan rakyat karena hasrat politik kepentingan kelompok tertentu. “Kembalikan rakyat sebagai yang paling berdaulat dan pemilik utama republik ini, bukan korporasi, partai politik, asing, ataupun kepentingan elit lainnya,” katanya.

Alan mengingatkan bahwa saat ini bangsa kita ada di tengah-tengah pertarungan peradaban dan kita sedang berada dalam momentum kebangkitan peradaban Indonesia yang berlandaskan pada Pancasila.

“Pilihannya adalah bangkit sekarang atau tidak sama sekali. Maka perlu untuk seluruh bangsa Indonesia bersatu dan meningkatkan daya saing bersama, sehingga kita dapat bersama-sama mencapai Indonesia yang kita cita-citakan,” pungkasnya. (Very)

 



Artikel Terkait