Nasional

Hendardi: Berpolitik Praktis Bisa Dilakukan dengan Memanfaatkan Jabatan di Kesatuan TNI

Oleh : very - Jum'at, 06/10/2017 14:25 WIB

Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - HUT TNI ke-72 adalah momentum untuk memperkuat soliditas, disiplin, dan tanggung jawab TNI sebagai alat pertahanan nasional yang bertugas menjaga kedaulatan Indonesia.

Cita-cita reformasi 1998 telah menggariskan bahwa TNI dibangun dan dikembangkan secara profesional sesuai dengan kepentingan politik negara yang mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi, dengan dukungan anggaran belanja negara yang dikelola secara transparan dan akuntabel.

“Cita diri TNI sebagaimana diamanatkan UU 34/2004 tentang TNI inilah yang menjadi tugas kita bersama untuk mewujudkan desain TNI reformis,” ujar Ketua Dewan Pengurus Setara Institute Hendardi di Jakarta, terkait peringatan HUT TNI ke-72, Kamis (5/10/2017).

Seperti diketahui, peringatan HUT TNI kali ini digelar di Cilegon, Banten. Presiden Jokowi dalam pidatonya kembali menegaskan posisi politik TNI yaitu politik untuk bangsa dan negara. Loyalitas TNI juga harus tegak lurus pada bangsa dan negara.

Dalam pidato perayaan HUT TNI, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo juga menyampaikan pesan tegas bahwa politik TNI adalah politik negara.

“Jika ini dipatuhi, maka dengan sendirinya elit-elit di tubuh TNI tidak boleh berpolitik praktis kecuali hanya untuk mendukung tujuan negara,” ujar Hendardi. 

Namun, menurut Hendardi, berpolitik praktis tidak melulu diartikan harus melalui partai-partai politik. Berpolitik praktis bisa juga dilakukan dengan memanfaatkan jabatan di kesatuan-kesatuan TNI untuk mencetak dan memetik benefit atau insentif politik elektoral.

Sementara politik negara adalah garis politik yang ditetapkan dalam sistem ketatanegaraan untuk mencapai cita-cita nasional dengan mekanisme dan mengacu pada nilai demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi.

“Tidak ada cara lain bagi TNI untuk berpolitik, apalagi model dwifungsi ABRI, kecuali sesuai dengan garis politik negara,” ujar Hendardi.

Karena itu, kata Hendardi, pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo itu diharapkan menjadi otokritik bagi TNI sekaligus menunjukkan kepatuhan TNI pada supremasi sipil.

“Mendorong TNI terus di garis profesional sebagaimana cita diri dalam UU TNI adalah salah satu cara rakyat di republik ini mencintai dan memperkuat TNI. Dirgahayu Tentara Nasional Indonesia!” pungkasnya. (Very)

 

 

Artikel Terkait