INDONEWS.ID

  • Sabtu, 20/07/2019 16:30 WIB
  • Peneliti LIPI: Oposisi Bukan Soal Jumlah Partai, Tapi Tergantung Kualitas

  • Oleh :
    • indonews
Peneliti LIPI: Oposisi Bukan Soal Jumlah Partai, Tapi Tergantung Kualitas
Syamsuddin Haris, Profesor Riset LIPI. (Foto: Antara)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Peneliti Politik LIPI, Syamsuddin Haris mengatakan, dalam konteks sistem pemerintahan presidensial multipartai, koalisi cenderung dinamis dan cair.

Menurutnya, potensi masuk dan keluar partai dari satu koalisi cukup tinggi. Hal  ini merupakan fenomena yang sah-sah saja terjadi.

Baca juga : JK Negarawan Luwes dan Selalu Menjaga Tali Silaturahim

Karenanya, Haris menilai fenomena keluar masuknya partai dari satu koalisi merupakan cacat bawaan dalam konteks sistem pemerintahan presidensial multi partai seperti Indonesia.

"Fenomena keluar-masuk koalisi adalah cacat bawaan," jelas Haris dalam sebuah diskusi publik yang diselenggarakan oleh PARA Syndicate bertajuk  "Periode ke-2 Jokowi : Merangkai Gerbong Pendukung vs Menata Barisan Oposisi”, di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jum`at (19/07).

Baca juga : Kartelisasi Politik dan Masa Depan Demokrasi Indonesia

Namun, Haris menambahkan dalam sistem pemerintahan presidensial multi partai, oposisi adalah sebuah keniscayaan. Maanfaatnya adalah tentu untuk menggalang dukungan publik untuk menolak kebijakan pemerintah yang tidak menguntungkan masyarakat.

Demokrasi kita membutuhkan oposisi. Tidak harus berbeda dengan pemerintah. Jika kebijakan pemerintah baik maka harus didukung.

Baca juga : Jubir Presiden Pastikan Jokowi Hadiri Penutupan Kongres Partai Nasdem

Haris menambahkan, oposisi tidak harus banyak. Meskipun sedikit namun berkualitas dan memiliki pengaruh secara secara partai yang kuat.

"Tetapi yang jelas, oposisi itu bukan soal jumlah. Oposisi itu tidak mesti banyak. Tidak mesti empat empatnya parpol pendukung koalisi Prabowo-Sandi," katanya.

Ia menambahkan, basis kekuatan oposisi bukan hanya dari jumlah kursi di parlemen. Tapi, lebih pada seberapa berpengaruh parpol tersebut.

"Saya menduga, Gerindra dan PKS sudah pasti memilih jalur yang lebih tegas menjadi oposisi, tapi Demokrat dan PAN belum, itu sah-sah saja," ujar Haris.

Biarpun begitu, tambahnya, hal ini merupakan hal biasa. Ia menyebutkan, ini biasa dilakukan untuk mempertahankan dukungan suara pada Pemilu 2024.

"Siapa tahu masih ada tokoh untuk mendapar kredit untuk maju di tahun 2024. Ini masih masa transisi, ini butuh suasana politik yang kondusif," papar Haris. (Ricardo)

Artikel Terkait
JK Negarawan Luwes dan Selalu Menjaga Tali Silaturahim
Kartelisasi Politik dan Masa Depan Demokrasi Indonesia
Jubir Presiden Pastikan Jokowi Hadiri Penutupan Kongres Partai Nasdem
Artikel Terkini
Ketua KIP: Pertamina Jadi `Role Model` Keterbukaan Informasi Publik di Sektor Energi
Kemendagri Intruksikan Pemprov Kaltara Percepat Pembangunan Daerah Berbasis Inovasi
Semangat Kartini dalam Konteks Kebangsaan dan Keagamaan Moderen
Kementerian PUPR Tuntaskan Pembangunan Enam Titik Sumur Bor Bertenaga Matahari di Mamuju
Kemenangan Prabowo-Gibran Peluang Bagi Pengembangan Ekonomi Kelautan dan Konektivitas Antarpulau
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas