INDONEWS.ID

  • Jum'at, 20/09/2019 22:55 WIB
  • Pasal Kontroversial Penghinaan Presiden Di RKUHP, Menkumham Sebut Tidak Ada Larangan Mengkritik Pemerintah

  • Oleh :
    • Ronald
Pasal Kontroversial Penghinaan Presiden Di RKUHP, Menkumham Sebut Tidak Ada Larangan Mengkritik Pemerintah
Menkumham Yasonna Laoly (ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menegaskan aturan yang terdapat dalam Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP) pasal penghinaan terhadap presiden tak berisi larangan yang bertujuan membatasi kritikan kebijakan pemerintah. 

Pasal penghinaan itu menurutnya bisa dikenakan jika memiliki konteks penghinaan secara personal, merendahkan harkat dan martabat seseorang , termasuk presiden dan wakil presiden.

Baca juga : Politikus PSI Surya Tjandra Calon Wamen Kemenkumham

Hal itu sebagaimana yang tercantum dalam pasal 218 RKUHP ayat 1 yang berbunyi "Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Sedangkan ayat 2, berbunyi: "Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri,". Adapun pasal lain yang berkaitan dengan penghinaan antara lain terdapat pada Pasal 241, 247 atau 354.

Baca juga : Menkumham Ajak Jajarannya Bekerja Cepat dan Tinggalkan Pakem Lama

Sementara terkait Pasal 218 penghinaan terhadap Presiden, Yasonna menjelaskan pasal tersebut merupakan delik aduan. Aturan ini tidak akan dapat diberlakukan jika untuk kepentingan umum atau membela diri.

Karena itu, dia menyatakan penghinaan pada penyerangan nama baik presiden atau wakil presiden, menista, memfitnah, dan menghina dengan tujuan memfitnah bisa dikenakan pasal penghinaan. Namun, pasal tersebut merupakan delik aduan.

"Seseorang bisa dipidana jika ada aduan tertulis maupun tidak tertulis dari presiden atau wakil presiden kepada penegak hukum," ujarnya di Kemenkumham, Jakarta, Jumat (20/9/2019).

Baca juga : Babak Baru RUU KUHP, Jadi Beban Berat DPR Periode 2019-2024

Penghinaan menurut Yasonna pada hakikatnya merupakan perbuatan yang tercela dilihat dari aspek moral agama dan nilai kemasyarakatan dan nilai Hak Asasi Manusia. Dia menyebut jika mengkritik kebijakannya tidak dipermasalahkan.

Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, Kendati demikian, Presiden Joko Widodo telah menunda pengesahan terhadap RKUHP. Beberapa pasal menurut Presiden perlu didalami lebih terperinci. Pemerintah juga meminta agar RKUHP tidak disahkan oleh DPR pada periode ini. (rnl)

Artikel Terkait
Politikus PSI Surya Tjandra Calon Wamen Kemenkumham
Menkumham Ajak Jajarannya Bekerja Cepat dan Tinggalkan Pakem Lama
Babak Baru RUU KUHP, Jadi Beban Berat DPR Periode 2019-2024
Artikel Terkini
Buka SPM Awards 2024, Wamendagri Dorong Pemda Berikan Pelayanan Optimal bagi Masyarakat
Mendagri Minta Pemda Lakukan Terobosan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah
Tingkatkan Penjualan dengan Chatbot WhatsApp CRM dari Kommo: Bisnis Monoton? Perbaiki dan Berikan Inovasi Baru Melalui Komunikasi!
DR Rizal Sukma Terpilih menjadi Anggota Board of Advisers International IDEA
Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi Teknis Kesehatan TNI Tahun 2024
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas