INDONEWS.ID

  • Kamis, 07/11/2019 18:30 WIB
  • Sapaan Jokowi untuk Surya Paloh, Teguran Agar Tetap Konsisten di Koalisi

  • Oleh :
    • very
Sapaan Jokowi untuk Surya Paloh, Teguran Agar Tetap Konsisten di Koalisi
Emrus Sihombing, Pengamat dari Universitas Pelita Harapan. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Dari seluruh rangkaian sambutan Presiden Jokowi saat membuka peringatan HUT ke-55 Partai Golkar di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu, 6 November 2019, sapaan Presiden Jokowi kepada Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh yang hadir dalam acara tersebut mendapat sorotan publik.

Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner, Emrus Sihombing mengatakan, “sapaan” Jokowi kepada Surya Paloh tersebut bukan dalam nada kelakar. “Namun, sarat makna mendalam sebagai teguran kepada Surya Paloh, untuk seorang sahabat agar tetap konsisten sebagai bagian dari koalisi pemerintahan Jokowi. Jangan sampai ‘berdua hati’. Itu pesan yang mungkin ingin disampaikan, dari narasi sambutan tersebut,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (7/11).

Baca juga : JK Negarawan Luwes dan Selalu Menjaga Tali Silaturahim

Emrus mengatakan, ketika sambutan Jokowi menyapa para ketua umum, saat itu belum menyebut nama-nama ketua umum partai, langsung sapaan ditujukan kepada Surya Paloh.

"Yang saya hormati para ketua umum, Bapak Surya Paloh yang kalau kita lihat malam hari ini beliau lebih cerah dari biasanya, sehabis pertemuan beliau dengan Pak Sohibul Iman di PKS. Saya tidak tahu maknanya apa. Tetapi rangkulannya itu tidak seperti biasanya. Tidak pernah saya dirangkul oleh Bang Surya seerat dengan Pak Sohibul Iman," demikian bagian sambutan Jokowi yang dimuat di berbagai media.

Baca juga : Kartelisasi Politik dan Masa Depan Demokrasi Indonesia

Dari sapaan tersebut, menurut Emrus, bisa ditangkap maknanya yaitu Presiden Jokowi ingin menyampaikan pesan bahwa Surya Paloh sudah lebih dekat dengan  Sohibul Iman, orang nomor satu di PKS dibanding dengan Jokowi.

“Tidak pernah saya dirangkul oleh Bang Surya seerat dengan Pak Sohibul Iman,” lanjut Presiden.

Baca juga : Jubir Presiden Pastikan Jokowi Hadiri Penutupan Kongres Partai Nasdem

Artinya, Jokowi ingin menyampaikan - hanya saja tidak terucap - bahwa Surya Paloh sebagai ketua Umum Partai Nasdem merupakan bagian dari koalisi yang tiga kadernya ada di kabinet.

Menurut catatan EmrusCorner, pemerintahan  Jokowi - Ma’ruf, sangat mengakomodasi tiga menteri dari Nasdem, yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Komunikasi & Informatika dan Kementerian Kehutanan & Lingkungan Hidup.

Bahkan pemerintahan jilid satu, Jokowi juga menaruh kepercayaan luar biasa kepada Nasdem dengan mempercayakan jabatan sangat strategis kepada kader Nasdem menjadi Jaksa Agung.

Sekalipun idealnya, Jaksa Agung itu dari profesional murni untuk menjaga independensi kejaksaan dalam penegakan hukum kepada setiap warga masyarakat yang ada di tanah air. Karena itu, bisa saja publik bertanya-tanya, relasi yang tampaknya mulai “mendingin” antara Surya Paloh dengan Jokowi, apakah karena Jaksa Agung tidak lagi dari Nasdem?

“Untuk itu, saya menyarankan kepada Surya Paloh agar segera memperbaiki relasi koalisi dan komitmen dengan pemerintahan Jokowi. Jangan sampai hubungan terganggu apalagi semakin jauh, sementara ada tiga kader Nasdem di kabinet. Atau memang ada keinginan mejadi posisi checks and balances, di luar pemerintahan dengan menarik kadernya dari kabinet. Sebab, berada di luar pemerintahan, sama mulianya dengan di dalam kekuasaan, sepanjang berbasis pada ideologi Pancasila,  UUD 1945 dan NKRI,” ujarnya.

Atau tidak ada salahnya, bila para senior partai di Nasdem dan tiga menteri yang duduk di kabinet yang sekarang harus berani memberikan masukan kepada Surya Paloh tentang penentuan posisi politik Nasdem lima tahun ke depan, di dalam koalisi dengan memberikan dukungan penuh kepada pemerintah atau di luar kekuasaan.

Pada konteks dan saat tertentu, menurut Emrus, teman sekerja terlepas pada posisi apapun di partai, bisa saja saling memberi masukan, nasehat bahkan tegoran, tetapi dilakukan di teritorial privat di partai. Tidak ada salahnya “buka-bukaan” pandangan di sana untuk menentukan sikap politik untuk setidaknya lima tahun ke depan.

Menurut Emrus, ketegasan sikap politik sangat perlu agar tidak dimaknai oleh publik seolah bermain di “dua kaki”. “Jangan sampai Nasdem berada di persimpangan jalan. Politik itu perlu komitmen. Apalagi mengambil posisi di oposisi karena tidak ada partai yang menjadi oposisi. Ini kurang produktif,” ujarnya.

Menurut Emrus, satu lagi yang menarik pada bagian sambutannya, Jokowi bertanya langsung ke Surya Paloh di ruang tunggu (bukan di ruang publik), sebelum acara HUT Golkar dimulai  perihal pertemuannya dengan Sohibul Iman, sangat humanis dan bagus sekali. "Tadi di holding saya tanyakan, ada apa? Tapi nanti jawabnya, di lain waktu dijawab. Saya boleh bertanya dong, karena beliau masih di koalisi pemerintah," tegas Jokowi yang dimuat diberbagai media.

Dari ungkapan tersebut, Jokowi ingin mendengar secara langsung dari Surya Paloh tentang isi pembicaraanya dengan Sohibul Iman. Bertanya langsung kepada yang bersangkutan, sangat baik daripada (hanya) menerima pesan dari pihak ketiga, yang boleh jadi sudah melalui erosi fakta.

Sayangnya, Surya Paloh tidak menjawab atau belum siap menjawab karena bisa saja tidak diduga pertanyaan itu muncul. “Memang pertanyaan yang tiba-tiba, cenderung memperoleh jawaban yang lebih natural. Karena itu, konteks pengajuan pertanyaan oleh Jokowi tersebut, sebagai hal yang produktif,” ujarnya.

Terlepas diduga atau tidak diduga, pertanyaan tersebut muncul serta belum siap dijawab, sebaiknya Surya Paloh menjawab apa adanya saat itu juga. Sebab, yang bertanya tersebut seorang Presiden yang sama-sama kita hormati sebagai simbol negara, kepala negara dan kepala pemerintahan kita.

Pada Mei tahun 2018, sebagai contoh, kata Emrus, dirinya pernah dipanggil Presiden melalui protokoler ke Istana Negara di Jakarta. Pada saat bersamaan saya sebelumnya sudah terjadwal sebagai narasumber di salah satu stasiun televisi terkemuka di Indonesia. Saya harus mendahulukan panggilan dari presiden sembari menelepon pihak media untuk minta maaf.

“Kalaupun memang ada uraian jawaban, tentu berdasarkan fakta dan kenyataan pembicaran yang sesungguhnya terjadi dengan  Sohibul Iman, tetapi jika tidak atau kurang sesuai dengan komitmen koalisi yang dibuat sebelumnya dengan Jokowi, tidak ada salahnya Surya Paloh dengan mengatakan minta maaf, bukan menyatakan bahwa dilain waktu akan dijawab. Sebab dari aspek komunikasi, penundaan jawaban, itu adalah jawaban. Ada di situ agenda,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait
JK Negarawan Luwes dan Selalu Menjaga Tali Silaturahim
Kartelisasi Politik dan Masa Depan Demokrasi Indonesia
Jubir Presiden Pastikan Jokowi Hadiri Penutupan Kongres Partai Nasdem
Artikel Terkini
Bakti Sosial dan Buka Puasa Bersama Alumni AAU 93 di HUT TNI AU ke-78
Satgas BLBI Tagih dan Sita Aset Pribadi Tanpa Putusan Hukum
Gelar Rapat Koordinasi Nasional, Pemerintah Lanjutkan Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Pj Bupati Maybrat Diterima Asisten Deputi Bidang Pengembangan Kapasitas SDM Usaha Mikro
Pj Bupati Maybrat Temui Tiga Jenderal Bintang 3 di Kemenhan, Bahas Ketahanan Pangan dan Keamanan Kabupaten Maybrat
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas