INDONEWS.ID

  • Selasa, 26/11/2019 10:15 WIB
  • Rifky Effendy Dukung Penuh Rencana Jokowi Bangun Kilang Minyak

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Rifky Effendy Dukung Penuh Rencana Jokowi Bangun Kilang Minyak
Staf Ahli Direktur Logistic Supply Chain & Insfrastructur Pertamina, Rifky Effendi Hardijanto (Foto: Rikard Djegadut/Indonews.id )

Jakarta, INDONEWS.ID - Visi Jokowi menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang maju di segala bidang tampaknya menunjukkan niat yang serius. Namun bagaimanapun, visi hanya akan menjadi sebatas mimpi bila tak dibarengi dengan target kerja yang jelas dan pemberdayaan terhadap sumber daya alam yang ada. Sehingga hanya akan mendapatkan isapan jempol semata.

Di periode kedua kepemimpinan Jokowi bersama Ma`aruf Amin, ada harapan yang besar akan kebangkitan ekonomi Indonesia untuk membawa bangsa ini menjadi "macan ekonomi Asia" di masa mendatang. Sehingga, cita-cita kabinet Indonesia maju bersama Visi Indonesia Maju Jokowi menjadi nyata.

Baca juga : DR Rizal Sukma Terpilih menjadi Anggota Board of Advisers International IDEA

Untuk membedah harapan, peluang dan potensi ekonomi Indonesia dalam formula kabinet era Jokowi-Amin, INDONEWS.ID bekerjasama dengan BALAI SARWONO mengadakan diskusi publik bertajuk "Ekonomi Era Kabinet Indonesia Maju" yang berlangsung di Balai Sarwono, Kemang, Jakarta Selatan pada Rabu, (27/11/2019).

Turut hadir menjadi narasumber dalam diskusi publik tersebut di antaranya mantan Menteri Perikanan dan Kelautan RI Periode Jokowi-JK Susi Pudjiastuti, Staf Ahli Direktur Logistic Supply Chain & Insfrastructur Pertamnia, Rifky Effendi Hardijanto dan Analist Ekonomi Politik Christianto Wibisono.

Baca juga : Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi Teknis Kesehatan TNI Tahun 2024

Menurut Staf Ahli Direktur Logistic Supply Chain & Insfrastructur Pertamina, Rifky Effendi Hardijanto menegaskan Indonesia wajib hukumnya menjaga ketahanan energi karena merupakan elemen penting dan menjadi kebutuhan primer dalam mendukung laju roda perekonomian.

"Misalnya, di perikanan yang menjadi kebanggaan dalam menunjang laju ekonomi Indonesia, kita bangun sentra budidaya udang, itu kan butuh bensin. Atau misal kita beralih ke mobil listrik, tetap butuh energi. Tanpa energi, Indonesia bisa mogok," kata Direktur Utama Pelita Air Service ini.

Baca juga : Ketua KIP: Pertamina Jadi `Role Model` Keterbukaan Informasi Publik di Sektor Energi

Meski tak menepis fakta bahwa membangun sebuah kilang itu mahal, namun Rifky menegaskan pentingnya mendukung rencana Jokowi membangun kilang. Oleh karena itu, ia menyarankan, untuk strategi jangka pendek, pemerintah bisa menyewa kilang yang ada di luar negeri.

"Namun untuk jangka panjang, sangat penting bagi Indonesia untuk membangun dan memiliki kilang sendiri, sebab kilang yang ada sudah tua dan merupakan peninggalan Belanda. Padahal aturannya, setiap 10 tahun satu negara harus membangun minimal 1 kilang minyak," ungkap mantan Direktur Pemasaran PT. Pertamina Lubricant ini. 

Lebih jauh Rifky menjelaskan dunia memprediksi minyak akan tetap menjadi energi primer hingga tahun 2050-an. Untuk Indonesia, berhubung kondisi nasional Indonesia sangat kompleks secara geografis, maka logistic systemnya harus masif. 

"Kalau saya boleh berpesan, pertamina kita jangan direcokin sama kepentingan politik. Harus bebas politik. Kita harus serius urus energi kita," ungkap Rifky. 

Sementara itu, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengungkapkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, kejayaan perairan Indonesia harus dikembalikan. Kekayaan perairan Indonesia lanjutnya, dikuasai oleh negara-negara tetangga hampir selama 74 tahun Indonesia merdeka.

"Dan baru mulai dinikmati dan dirasakan oleh nelayan-nelayan Indonesia, terutama nelayan kecil selama lima tahun terakhir. Mereka tidak lagi bersusah payah harus bertolak hingga ke lautan lepas untuk mendapatkan tangkapan," terang pemilik Susi Air ini.

Berbeda dari keduanya, Analist Ekonomi Politik Christianto Wibisono berbicara tentang Indonesia yang baru saja menurunkan Incremintal Capital Output Ratio (ICOR) -- yaitu suatu besaran yang menunjukkan besarnya tambahan capital atau investasi baru yang dibutuhkan untuk menaikan atau menambahkan satu unit output -- 6,4 ke 3,2 untuk mencapai target Kabinet Indonesia Maju.

"Pada 2014, ICOR Indonesai tercatat sebesar 5,5. Angka tersebut lumayan tinggi dibandingkan Vietnam 5,2, India 4,9 dan Malaysia 4,6 sementara Thailand 4,5 dan Filipina pada angka 3,7," terang Chirtianto Wibisono.*(Tim Indonews). 

Artikel Terkait
DR Rizal Sukma Terpilih menjadi Anggota Board of Advisers International IDEA
Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi Teknis Kesehatan TNI Tahun 2024
Ketua KIP: Pertamina Jadi `Role Model` Keterbukaan Informasi Publik di Sektor Energi
Artikel Terkini
DR Rizal Sukma Terpilih menjadi Anggota Board of Advisers International IDEA
Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi Teknis Kesehatan TNI Tahun 2024
Terinspirasi Langkah Indonesia, Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR
Ketua KIP: Pertamina Jadi `Role Model` Keterbukaan Informasi Publik di Sektor Energi
Kemendagri Intruksikan Pemprov Kaltara Percepat Pembangunan Daerah Berbasis Inovasi
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas