INDONEWS.ID

  • Rabu, 11/12/2019 18:50 WIB
  • Revisi UU KPK, Momentum Bagi Firli untuk Pembenahan Pemberantasan Korupsi

  • Oleh :
    • Mancik
Revisi UU KPK, Momentum Bagi Firli untuk Pembenahan Pemberantasan Korupsi
Advokat & Mantan Komisioner  KPKPN, Petrus Selestinus.(Foto:Istimewa)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pengacara senior Petrus Selestinus menilai bahwa langkah DPR dan pemerintah melakukan revisi terhadap UU KPK, merupakan momentum bagi Ketua KPK yang baru, Filri Bahuri bersama komisionernya untuk melakukan pembenahan pemberantasan korupsi. Pasalnya, upaya penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi selama ini belum berjalan secara maksimal.

"Revisi terhadap UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK telah usai dengan diundangkannya UU No. 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK, pada tanggal 17 Oktober 2019. Artinya UU KPK telah mengalami dua kali revisi setelah berjalan selama 17 tahun, karena itu revisi UU KPK kali ini harus dijadikan momentum bagi FIRLI DKK. untuk membuat KPK tampil lebih digdaya dan taat asas," kata Petrus pada kegiatan diskusi Forum Lintas Hukum Indonesia dengan tema ` Prospek Pemberantasan Korupsi Pasca Revisi UU KPK` di Jakarta, Rabu,(11/12/2019)

Baca juga : Mundur dari KPK, Firli Bahuri: Demi Jaga Stabilitas Nasional Jelang Pemilu 2024

Petrus menjelaskan bahwa UU KPK memberikan kewenangan yang lebih besar terhadap lembaga tersebut dalam hal Koordinasi; Supervisi; Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan; Pencegahan Tindak Pidana Korupsi, dan Monitor. Namun, KPK secara kelembagaan gagal melaksanakan kewengan tersebut secara maksimal dan berdampak terhadak mandeknya pengusutan terhadap beberapa kasus korupsi yang ada.

"Keinginan agar KPK tampil lebih didgdaya dan taat asas, dimaksudkan agar KPK rezim FIRLI DKK mampu mengefektifkan dan mengefisienkan tugas Pemberantasan Korupsi di Kepolisian dan Kejaksaan yang selama 15 (lima belas) tahun usia KPK gagal diwujudkan," jelasnya.

Baca juga : KPK Putuskan Tidak Fasilitasi Pengawalan Firli Bahuri, Ali Fikri: Rujukannya Ada

Ia menjelaskan, Dari 5 (lima) tugas besar ini, yang menonjol dilaksanakan adalah hanya bidang penindakan ("Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan"), sedangkan 4 (empat) bidang tugas lainnya nyaris tak terdengar.

Tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan itu-pun gagal dilaksanakan, karena banyak kasus besar mangkrak (tidak tuntas) diselesaikan oleh KPK (BLBI, Bank Century, E-KTP).

Baca juga : Jokowi Lantik Nawawi Pomolango Sebagai Ketua KPK Sementara

Karena itu, menurutnya, pimpinan KPK yang baru mesti lebih tegas melaksanakan kewenangan-kewenagan yang dimiliki dalam upaya pemberantasan korupsi. KPK tidak tebang pilih dalam menindak dan mengusut kasus-kasus korupsi yang ada.


Kerja KPK Pasca Revisi UU Mesti Tampil Beda

Lebih lanjut Petrus menjelaskan, keberadaan KPK pacsa revisi UU KPK sangat berbeda karena keberada Dewan Pengawas dengan kewenangan pengawasan serta ikut terlibat dalam proses penindakan di KPK.

Selain itu, ada juga kewenangan SP3, dan posisi KPK berada pada rumpun kekuasaan eksekutif, Pegawai KPK adalah ASN, serta adanya tambahan asas dimana pada setiap tindakan KPK harus tetap menjunjung tinggi HAM disamping asas-asas lainnya.

Dengan munculnya organ baru dengan status hukum baru dimana KPK menjadi lembga yang berada di bawah rumpun kekuasaan eksekutif, hal tersebut berimplikasi kepada hilangnya organ penasehat KPK dan pegawai KPK non ASN.

Perubahan struktur dan status hukum KPK ini diharapkan agar kedigdayaan KPK terus bertambah, akan tetapi berjalan dengan tetap menjunjung tinggi HAM dan asas-asas lainnya.

Perlunya DEWAS bagi KPK, kata Petrus, membuktikan bahwa selama 17 (tujuh belas) tahun berjalannya UU KPK, KPK nyaris berjalan tanpa kontrol memadai dengan independensinya itu, sehingga potensi dan/atau praktek penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan KPK cukup dirasakan oleh masyarakat khsusnya Penyelenggara Negara yang sering jadi target tebang pilih dalam penindakan di KPK.

"Banyak sudah keluhan Penyelenggara Negara dan Masyarakat soal praktek tebang pilih dalam penindakan oleh KPK, praktek kesewenang-wenangan KPK dalam menjerat pelaku atau pelaku lain dengan menciptakan posisi offside bagi pihak-pihak tertentu, bahkan kesewenang-wenangan melepaskan pelaku lain dengan cara hanya menjadiknnya saksi (tidak diikutsertakan sebagai pelaku turut serta), khabar soal tawar menawar penerapan pasal-pasal mana yang mau digunakan terhadap pelaku tertentu, sudah kita dengarkan jeritan mantan Napi KPK, namun belum pernah dilakukan Audit Forensik. Inilah yang harus dilakukan oleh FIRLI dkk, dalam 100 hari pertama menjalankan tugasnya," tegas Mantan Komisioner  KPKPN tersebut.

Dengan adanya DEWAS, KPK diharapakn berjalan secara normal dengan tetap menjunjung tinggi asas-asas sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 UU KPK revisi yaitu Kepastian Hukum, Keterbukaan, Akuntabilitas, Kepentingan Umum, Proporsional, dan "Penghormataan terhadap HAM", sehingga kekhawatiran banyak pihak bahwa KPK akan sewenang-wenang, arogan segera berakhir.*

Artikel Terkait
Mundur dari KPK, Firli Bahuri: Demi Jaga Stabilitas Nasional Jelang Pemilu 2024
KPK Putuskan Tidak Fasilitasi Pengawalan Firli Bahuri, Ali Fikri: Rujukannya Ada
Jokowi Lantik Nawawi Pomolango Sebagai Ketua KPK Sementara
Artikel Terkini
Cegah Perang yang Lebih Besar, Hikmahanto Sarankan Menlu Retno untuk Telepon Menlu Iran Agar Tidak Serang Balik Israel
Menakar Perayaan Idulfitri dengan Kearifan Lokal Secara Proporsional
Pj Bupati Maybrat Sidak Kantor Distrik Ayamaru Jaya, Ini yng Dijumpai
Bahas Inklusivitas Keuangan hingga Stabilitas Geopolitik, Menko Airlangga Berbincang Hangat dengan Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair
PTPN IV Regional 4, Bangun Tempat Wudhu Masjid Tuo
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas