Nasional

Pemuda Katolik DKI Jakarta Gelar Diskusi RUU Cipta Kerja Omnibus Law

Oleh : Mancik - Minggu, 23/02/2020 22:30 WIB

Pemuda Katolik (PK) DKI Jakarta menggelar diskusi, menyikapi RUU Cipta Kerja Omnibus Law yang telah diserahkan oleh pemerintah kepada DPR.(Foto:Isitewa)

Jakarta, INDONEWS.ID - Upaya untuk merespon isu aktual seputar omnibus law terutama dengan adanya RUU Cipta Kerja, Pemuda Katolik DKI Jakarta menggelar diskusi publik yang bertema “Omnibus Law : Desain dan Implikasi Kebijakan untuk Indonesia Maju” di Jakarta, Sabtu (22/02/2020).

“Omnibus Law ini masih dirasakan sangat baru dan tentunya perlu dikritisi bersama karena ini menyangkut kepentingan banyak pihak maka penting kiranya mendorong partisipasi publik secara maksimal sebagaimana telah diatur dalam undang – undang. Meskipun kewenangan membuat UU berada di tangan Pemerintah dan DPR namun proses pembuatan UU mengandung asas keterbukaan yang bersifat transparan dan terbuka dimana seluruh lapisan masyarakat mendapatkan kesempatan seluas – luasnya untuk memberikan masukan“ ujar Beny Wijayanto, Sekretaris Pemuda Katolik Komda DKI Jakarta dalam sambutan pembuka diskusi.

Direktur KPPOD, Robert Endi Jaweng dalam pemaparan awal menjelaskan berangkat dari akar masalah terkait dengan regulasi yang disharmoni dan bahkan konfliktual baik vertikal maupun horisontal ditambah dengan rejim sektoral yang begitu dominan berkuasa mengatur maka dibutuhkan integrasi pengaturan menggunakan pendekatan omnibus law.

“Dengan omnibus law ini diharapkan ada proses rasionalisasi dan simplifikasi jumlah dan jenis perijinan. Disisi yang lain omnibus law ini juga diharapkan menjadi instrumen resolusi konflik kewenangan pusat dan daerah. Justru sebelum berkembang menjadi omnibus law cipta kerja ini awalnya adalah omnibus law perijinan “ kata Endi Jaweng.

Endi Jaweng memberikan beberapa catatan kritis terkait dengan omnibus law Cipta Kerja ini diantaranya omnibus law Cipta Kerja ini telah menabrak paradigma otonomi daerah dimana otonomi daerah merupakan mandat konstitusi dan bukan mandat presiden.

Keberadaan Gubernur dan Walikota/Bupati itu bukan bawahan dari Presiden maka kata delegasi dalam rumusan omnibus law Cipta Kerja dirasakan sesat.

Terkait dengan pembatalan perda, Endi mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan pencabutan kewenangan dari Mendagri kepada Mahkamah Agung maka tidak boleh kembali dalam rumusan sebelum dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi meskipun berpindah dari Mendagri naik ke Presiden dan dikhawatirkan ini dapat dipandang sebagai pembangkangan konstitusi atau pengingkaran konstitusi.

Endi Jaweng berharap besar ada tata kelola kewenangan tidak diatur dalam peraturan pemerintah melainkan harus tuntas di level undang – undang. Isu terkait dengan pungutan daerah pun santer mencuat karena ketika kewenangan ditarik ke pusat maka ada potensi kehilangan pendapatan daerah.

Dari perspektif HAM, Beka Ulung Hapsara salah satu Komisioner HAM RI dalam presentasinya menyoroti pembahasan omnibus law ini terutama terkait dengan ketenagakerjaan.

Menurut Beka, ketenagakerjaan mendapat porsi yang sangat sedikit dan sangat teknis dan kurang ideologis yang menempatkan peran negara lebih kuat dalam soal penghormatan dan perlindungan atas hak pekerjaan. Ditambah lagi tidak ada mekanisme pemulihan apabila terjadi sengketa ketenagakerjaan.

“Ruang dan mekanisme keluhan pun tidak mendapatkan porsi yang cukup apalagi terkait dengan pemenuhan fasilitas untuk pekerja dan keluarganya” imbuh Beka.

Harapan besar dari Beka Ulung Hapsara supaya omnibus law Cipta Kerja ini memperhatikan HAM dan mendasarkan diri pada Konstitusi, Peraturan Perundangan, dan Instrumen Hak Asasi Nasional maupun Internasional yang sudah diratifikasi oleh Indonesia.

Peneliti FORMAPPI Lucius Karus yang memiliki fokus dalam pengawasan kinerja DPR ini melihat omnibus law cipta kerja ini sudah diprotes oleh publik semenjak masih digodok oleh pemerintah dan patut diduga ada upaya pengambilalihan kekuasaan oleh pemerintah pusat melalui jargon investasi.

“DPR semestinya lebih intens dalam pembahasan omnibus law cipta kerja ini. Ini nampaknya DPR cenderung pasif dibandingkan dengan pemerintah” ujar Lucius.*

 

 

Artikel Terkait