Nasional

Simak Skema Integrasi Holding Ultra Mikro Libatkan BRI-PNM-Pegadaian

Oleh : Rikard Djegadut - Sabtu, 19/06/2021 09:59 WIB

Kantor Pusat PNM di gedung Taspen

Jakarta, INDONEWS.ID - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) akan menjadi pemegang saham mayoritas atas PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM dan PT Pegadaian (Persero). Skema ini merupakan bagian dari pembentukan Holding BUMN Ultra Mikro yang digagas Kementerian BUMN.

Adapun mekanisme yang dilakukan ialah, Bank BRI akan menerbitkan saham baru dalam rangka penambahan modal dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue dan rencana penyetoran saham dalam bentuk selain uang (Inbreng) oleh Negara Republik Indonesia selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank BRI.

Setelah BRI menjadi pemegang saham mayoritas di Pegadaian dan PNM, maka Selanjutnya, BBRI bersama-sama dengan Pegadaian dan PNM akan mengembangkan bisnis melalui pemberian jasa keuangan di segmen ultra mikro sehingga akan berkontribusi positif terhadap kinerja keuangan perseroan.

Berdasarkan prospektus yang dipublikasikan Selasa ini (15/6), berikut skema pendirian Holding BUMN Ultra Mikro di mana Bank BRI menjadi induk dari Pegadaian dan PNM.

BBRI akan melakukan Penambahan Modal HMETD dengan keterlibatan Pemerintah di dalamnya melalui HMETD dalam bentuk non tunai.

Perseroan berencana untuk menerbitkan sebanyak-banyaknya 28.677.086.000 saham Seri B dengan nilai nominal Rp 50, atau mewakili sebanyak-banyaknya 23,25% dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan.

Nah, pemerintah, selaku pemegang saham pengendali perseroan, dengan kepemilikan saat ini sebesar 56,75% di BRI, akan mengambil bagian atas seluruh HMETD yang menjadi haknya dengan melakukan Inbreng atas saham milik Pemerintah dengan mekanisme:

- Inbreng sebanyak 6.249.999 saham Seri B atau mewakili 99,99% dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh dalam Pegadaian

- Inreng 3.799.999 saham Seri B atau mewakili 99,99% dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh dalam PNM. Rencana Inbreng ini menggunakan basis laporan keuangan konsolidasian historis auditan tanggal 31 Maret 2021.

"Bagian pelaksanaan HMETD yang berasal dari porsi publik/masyarakat akan disetorkan kepada Perseroan dalam bentuk tunai," tulis manajemen BBRI.

Adapun dana hasil rencana PMHMETD setelah dikurangi seluruh biaya emisi akan digunakan untuk pembentukan holding BUMN ultra mikro, yang dilakukan melalui penyertaan saham perseroan dalam Pegadaian sebesar 6.249.999 saham Seri B atau mewakili 99,99% modal ditempatkan dan disetor Pegadaian.

Sementara sisanya untuk PNM sebesar 3.799.999 saham Seri B atau mewakili 99,99% modal ditempatkan dan disetor PNM, sebagai hasil Inbreng saham Pemerintah.

Selebihnya, dana rights issue digunakan sebagai modal kerja perseroan dalam rangka pengembangan ekosistem ultra mikro, serta bisnis mikro dan kecil. "Melalui rencana Inbreng, Bank BRI akan menjadi pemegang saham mayoritas pada Pegadaian dan PNM," tulis manajemen BRI.

Manajemen menyatakan, penguatan struktur permodalan ini juga diharapkan mendukung kegiatan usaha Bank BRI ke depan, baik induk maupun secara group, yang pada akhirnya akan menciptakan value bagi pemegang saham dan pemangku kepentingan.

Dengan kepemilikan saham mayoritas tersebut, laporan keuangan Pegadaian dan PNM akan terkonsolidasikan dengan laporan keuangan Bank BRI. Hal ini akan meningkatkan pendapatan konsolidasian di masa mendatang.

Dalam informasi keuangan konsolidasian proforma Bank BRI telah diterapkan perikatan keyakinan memadai oleh KAP PSS (firma anggota Ernst & Young Global Limited) berdasarkan laporan keuangan konsolidasian interim historis auditan Perseroan tanggal 31 Maret 2021 dan untuk periode 3 bulan yang berakhir pada tanggal tersebut.

Saldo konsolidasian historis Bank BRI dan entitas anaknya bila dibandingkan dengan saldo konsolidasian proforma penggabungan perseroan dan entitas anaknya, Pegadaian dan PNM, maka total aset dari Rp 1.411 triliun menjadi Rp 1.515 Triliun.

Adapun total liabilitas dari Rp 1.216 triliun menjadi Rp 1.289 triliun, dan pendapatan dari Rp 40 triliun menjadi Rp 47 triliun, sementara beban usaha dari Rp 31 triliun menjadi Rp 37 triliun, sementara laba bersih dari Rp 7 triliun menjadi Rp 8 triliun.

Artikel Terkait