Nasional

Bedah buku Diplomasi Membumi, Dubes Djumala: Bebas Aktif Belum Perlu Diredefinisikan

Oleh : luska - Selasa, 18/01/2022 18:45 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - “Di tengah situasi politik global yang masih diwarnai oleh tarikan dan tekanan kepentingan negara-negara lain, Indonesia harus cermat dan bijak memposisikan diri agar dapat memetik keuntungan dari situasi itu. Politik luar negeri Indonesia  dengan prinsip bebas aktif  telah menempatkan Indonesia pada mainstream of global politics sehingga Indonesia mampu berkiprah dengan luwes. Karena masih relevan dengan situasi dunia saat ini, prinsip bebas aktif belum perlu diredefinisikan”, demikian disampaikan Dr. Darmansjah Djumala, Dubes RI untuk Austria dan PBB (2017-2021) pada acara bedah buku “Diplomasi Membumi: Narasi Cita Diplomat Indonesia”, 18 Januari 2022.

Bedah buku tsb. diselenggarakan oleh Program Studi Komunikasi Hubungan Internasional, London School of Public Relations (LSPR), diikuti oleh dosen dan mahasiswa lebih dari 140 orang. Acara dibuka oleh Dekan Fakultas Komunikasi, Mikhael Y. Cobis, dengan menampilkan para pembahas Gracia Paramitha, Indra Kusumawardhana dan Syarif Iqbal. Dalam kata sambutannya, Dekan menegaskan acara seperti ini relevan dengan kebijakan Menteri Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek, yang menekankan perlunya dibangun sinergitas antara para pelaksana kebijakan/praktisi dengan akademisi. Sinergitas seperti ini berguna bagi proses belajar-mengajar dan pengembangan ilmu pengetahuan yang aplikatif dalam dunia kerja. 

Mengutip pepatah Yunani kuno “verba volent scripta manent”, Dubes Djumala mengungkapkan tujuan diterbitkannya buku tsb. Jika hasil olah pikir dan ide hanya terucap maka ia akan lenyap. Tapi jika ia tercatat maka pemikiran itu akan melekat.  “Terucap mudah lenyap, tercatat pasti melekat”, demikian dikatakan Dubes Djumala. Buku tsb. berisi kumpulan 112 artikel yang ditulis Dubes Djumala dalam rentang waktu 40 tahun, sejak mahasiswa sampai di akhir tugas sebagai Dubes untuk Austria dan PBB. Kumpulan tulisan ini mencakup spektrum isu yang sangat luas, yang dibagi dalam 8 bagian, antara lain visi dan misi politik luar negeri, diplomasi membumi; dinamikan politik kawasan Eropa, Asia, Timur Tengah; isu nasional, bilateral dan regional, global; terorisme dan diplomasi nuklir; pemuda, lingkungan hidup dan pembangunan.  

Buku yang mengambil judul “Diplomasi Membumi” ini dalam beberapa artikelnya membahas visi, misi dan konsep diplomasi membumi, yaitu sebuah pendekatan dalam pelaksanaan politik luar negeri yang dapat memberikan manfaat konkrit bagi rakyat. Ditekankan, diplomasi membumi adalah iconic feature diplomasi Indonesia di bawah Menlu Retno Marsudi yang berusaha menterjemahkan karakter kepemimpinan Presiden Jokowi yang merakyat dan gemar blusukan dalam gerak-laku diplomasi Indonesia.

Para pembahas menyoroti buku tsb. dari berbagai sudut amatan, antara lain aspek lingkungan hidup, kemiskinan dan teknologi; diplomasi G-20 dan perubahan geo-politik; praktik diplomasi ekonomi di setiap rezim; keterkaitan antara diplomasi maritim dan diplomasi membumi; illegal fishing; demokrasi dan diplomasi Indonesia; relevansi politik bebas aktif;  dan pemanfaatan soft power dalam diplomasi kebudayaan.  Secara khusus satu pembahas mempertanyakan perlu tidaknya prinsip bebas aktif dire-definisi mengingat konstelasi politik dunia yang sudah berubah. Dubes Djumala menegaskan bahwa yang berubah itu hanya aktornya, yaitu negara-negara yang berpengaruh dalam  politik global. Sedangkan sifat dan karakter hubungan antar-negara tetap, tidak berubah; yaitu saling mempengaruhi, tarik menarik kepentingan dan kekuatan antar-negara. Hal itu  tetap saja terjadi sampai saat ini.

Diungkapkan bahwa justru karena tidak memiliki prinsip bebas aktif beberapa negara di dunia mengalami perang saudara dan kehancuran. Mereka gamang menghadapi tekanan dan tarikan kepentingan negara kuat. Ukraina, Yaman, Suriah, Myanmar, adalah sedikit contoh dari banyak negara yang tidak cermat dan bijak memposisikan dirinya dalam pergulatan kepentingan negara lain terhadap dirinya. Kegamangan dalam mengambil sikap “bebas dan aktif” terhadap negara asing itulah yang  berakibat pada terbelahnya rakyat dan kacaunya negara. Pengalaman negara-negara itu membuktikan bahwa prinsip bebas aktif masih relevan dengan situasi dunia sekarang. Karena masih relevan, Dubes Djumala tidak melihat urgensi untuk meredefinisi prinsip bebas aktif. 

Terkait diplomasi kebudayaan dan soft power, diuraikan bahwa Indonesia yang kaya dengan kebudayaan memiliki modal untuk melakukan diplomasi kebudayaan guna membangun citra positif di luar negeri. Namun Dubes Djumala mengingatkan kepada para diplomat, diplomasi kebudayaan hendaknya jangan dimaknai sebatas pertunjukan budayanya saja, hanya mempertontonkan the beauty of culture itself, atau menyajikan the delicacy of Indonesian cuisine as such. Yang lebih penting adalah menyampaikan narasi besar di balik pertunjukan kebudayaan dan festival kuliner itu sendiri: nilai-nilai budaya Indonesia yang toleran, moderat dan menghargai keberagaman. (Lka)

 

TAGS : Dubes Djumala

Artikel Terkait