Nasional

Dubes Djumala: Konflik Ukraina-Rusia, Pelajaran Penting Politik Bebas-Aktif

Oleh : luska - Kamis, 24/02/2022 19:05 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - Setelah melewati rumor yang berseliweran di media internasional dalam beberapa hari terakhir, akhirnya Rusia benar-benar menyerang Ukraina, Kamis, 24 Februari 2022. Diberitakan tentara Rusia menyerbu Ukraina dari 3 sisi, dari perbatasan utara Ukraine-Belarusia, dari selatan Crimea dan dari Timur di Luhanks, Sumy dan Kharkiv. Serangan militer ini dilakukan hanya 2 hari setelah Moskow mengakui kemerdekaan 2 provinsi di  Ukraina Timur yang selama ini dikuasai oleh tentara separatis dukungan Moskow, Luhanks dan Donetsk. Sejauh ini belum ada negara lain mengakui kemerdekaan 2 bekas provinsi ini selain Rusia. 

Konflik Ukraina-Rusia berawal dari demo rakyat yang memprotes keputusan Presiden Victor Yanukovich (pro Moskow) yang menolak kesepakatan kerja sama perdagangan dengan Uni Eropa, 2013.Demonstrasi, yang semula hanya protes terhadap kebijakan ekonomi perdagangan, bereskalasi menjadi gerakan politik: menuntut presiden Yanukovich mundur. Kejatuhan Yanukovich mengayun bandul politik luar negeri Ukraine cenderung ke Uni Eropa. Perubahan orientasi politik luar negeri Ukraine ini membuat Putin tidak nyaman. Bagi Rusia,  Ukraina  adalah penopang utama gengsi politiknya di Eropa.

Setelah negara bekas sosialis-komunis yang sebelumnya di bawah pengaruhnya (Polandia, Hongaria, Ceko, Slowakia, Romania, Bulgaria, negara Balkan, dan negara Baltik) menjadi anggota Uni Eropa, reputasi politik Rusia seakan-akan terlecehkan. Dari takaran geopolitik, Rusia menginginkan Ukraine tetap berafiliasi ke Moskow. Takdir geografis seperti ini, yang diapit Uni Eropa dan Rusia, membuat Ukraine terjepit di antara 2 pilihan orientasi politik luar negeri: Uni Eropa atau Rusia.

Dihubungi terpisah terkait dengan serangan militer Rusia atas Ukraina, Dubes Dr. Darmansjah Djumala (Dubes RI untuk Austria dan PBB 2017-2021 dan saat ini dosen Hubungan Internasional di FISIP Unpad) menyatakan bahwa ada pelajaran berharga dari konflik Ukraina-Rusia.

Dikatakannya, inti masalah dari konflik itu sejatinya adalah konsekuensi dari keputusan para elit Ukraina dalam menempatkan diri  di antara tarikan kepentingan dua kekuatan besar: Uni Eropa dan Rusia. Pemimpin Ukraina gamang menghadapi tekanan dan tarikan politik dua kekuatan itu.  Djumala menegaskan, justru pada titik inilah politik bebas-aktif menampakkan relevansinya. Konstelasi politik global memang berubah. Tapi yang berubah itu hanya aktornya, negara-negara yang berpengaruh dalam  politik global. Sedangkan sifat dan karakter hubungan antar-negara tetap, tidak berubah; yaitu saling mempengaruhi, tarik menarik kepentingan dan kekuatan antar-negara. Hal itu  tetap saja terjadi sampai saat ini.

Ditandaskan oleh Dubes Djumala,   justru karena tidak memiliki prinsip politik bebas aktif beberapa negara di dunia mengalami perang saudara dan kehancuran. Mereka gamang menghadapi tekanan dan tarikan kepentingan negara kuat.  Inilah yang dihadapi Ukraina sekarang, tarikan kepentingan antara Uni Eropa dan Rusia. Kegamangan dalam mengambil sikap “bebas dan aktif” terhadap kepentingan negara asing itulah yang  berakibat pada terbelahnya rakyat dan kacaunya negara. Pengalaman tragis Ukraina membuktikan bahwa prinsip bebas aktif masih relevan dengan situasi dunia sekarang.(Lka)
 

Artikel Terkait