Nasional

LKPP Terus Dorong Penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Belanja Pemerintah

Oleh : luska - Rabu, 15/06/2022 08:49 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) terus mendorong penggunaan produk dalam negeri dalam belanja pemerintah sesuai arahan Presiden Joko Widodo. Kepala LKPP Abdullah Azwar Anas mengatakan, komitmen Presiden untuk mengoptimalkan belanja negara ke produk dalam negeri (PDN) dan UMK-Koperasi memang sangat kuat. Bahkan, Presiden Jokowi sudah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 02/2022 yang di dalamnya memerintahkann kepada kementerian/lembaga dan pemda untuk menyusun program pengurangan impor paling lambat pada 2023 sampai dengan 5%.

“LKPP pun telah melakukan langkah-langkah perubahan radikal sesuai arahan Presiden Jokowi untuk membawa sebanyak mungkin PDN dan UMK-Koperasi masuk dalam sistem belanja negara melalui e-Katalog (Katalog Nasional, Sektoral, Lokal) maupun Toko Daring milik LKPP. Misalnya, e-Katalog Lokal kita pangkas tahapan penayangan produknya dari 8 tahap menjadi 2 tahap. Itu semua adalah ikhtiar agar semakin banyak PDN dan UMK yang masuk ke e-Katalog sehingga pemerintah dengan mudah bisa membelinya,” jelas Anas.

Untuk pemenuhan kebutuhan PDN, lanjut Anas, berbagai kementerian dan LKPP telah beberapa kali menggelar Business Matching yang mempertemukan antara kebutuhan belanja pemerintah dan dunia usaha/industri dalam negeri. 

“Business matching sudah digelar dalam beberapa tahap. Ini sesuai arahan Presiden Jokowi. Sehingga dalam setahun kita bisa petakan, negara butuh produk A, misalnya, sekian juta unit; nah bagaimana kesiapan industri dalam negerinya. Ini sebuah langkah terobosan sesuai arahan Presiden Jokowi agar belanja negara turut memperkuat daya saing industri dalam negeri,” tuturnya.

Anas menambahkan, Perpres 16/2018 juga sudah sangat membatasi penggunaan produk impor, namun pengadaannya  masih dapat dilaksanakan hanya apabila memenuhi dua kriteria yang tercantum dalam Pasal 66 ayat 5 yaitu barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri; atau volume produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan. “Jadi mestinya jika ada barang-barang yang sudah diproduksi dalam negeri, tidak boleh beli impor,” kata Anas.

Ke depannya LKPP berharap K/L/PD dapat merencanakan kebutuhan pengadaan sebelum tahun anggaran dengan baik dengan mempertimbangkan ketersediaan di pasar. Dengan perencanaan yang matang, niscaya industri dalam negeri dapat menyesuaikan kapasitas produksi dan mampu memenuhi kebutuhan pemerintah. 

“Untuk menumbuhkan industri atau pasar lokal, LKPP meminta agar kementerian/lembaga/pemda melakukan konsolidasi kebutuhan belanja. Dengan ini maka pelaku usaha dapat menghitung potensi pasar dan harga dengan lebih akurat. Pelaku usaha juga mendapat kepastian bahwa berapa kebutuhan pemerintah dan berusaha untuk memenuhi kapasitas produksinya,” lanjut Anas.

Saat ini LKPP bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan sedang melakukan integrasi sistem pengadaan barang/jasa, SIMDA, SIPDA dan SAKTI. Integrasi sistem ini akan memberikan data dan tren belanja yang lebih lengkap dan juga memperkirakan kebutuhan belanja pemerintah.

Tak hanya integrasi sistem pemerintah pusat dan daerah, LKPP juga sedang melakukan harmonisasi kodifikasi barang/jasa meliputi KBKI, KBLI, HS Code, Kodifikasi SIPD dan BMN/SAKTI dalam sistem Katalog Elektronik. Progres saat ini sudah ada 10.828 produk yang sudah diharmonisasikan.

“Dampaknya akan memudahkan pemerintah dalam memotret penggunaan produk dalam negeri dalam belanja pemerintah. “ lanjut Anas. Sementara untuk mempermudah pelaku usaha masuk ke dalam e-katalog, LKPP telah menerapkan kebijakan strategis dengan memangkas birokrasi. Penyederhanaan pengelolaan katalog dengan menjadi hanya 2 tahapan telah memudahkan belanja pemerintah pusat dan daerah.(Lka)

 

Artikel Terkait