Jakarta, INDONEWS.ID - Tamasya Al Maidah dalam bentuk pengerahan massa ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) di seluruh DKI Jakarta merupakan teror dan intimidasi politik yang akan mempengaruhi pilihan warga yang bebas, jujur, dan adil.
Demikian diungkapkan Ketua Setara Institut, Hendardi melalui siaran pers di Jakarta, Sabtu(15/4/2017).
Menurutnya, sekalipun partisipasi pengawasan atas pelaksanaaan pilkada dijamin Undang-undang, tetapi dalam konteks politik DKI Jakarta hal itu memiliki makna lain.
"Cukup sudah penebaran kebencian dan intimidasi terjadi selama proses kampanye seperti terjadi sebelumnya. Tanggal 19 April 2017 adalah waktu bagi warga DKI menjadi wasit atas kontestasi politik lima tahunan itu," katanya.
Hendardi mengatakan, Tamasya Al Maidah merupakan bentuk kampanye dan pemaksaan terbuka atas pilihan warga dalam pilkada. Pasalnya, “tamasya” itu dipastikan berimplikasi pada ketakutan warga atas dampak pilihannya dalam pilkada.
"Tamasya Al Maidah, jika benar terjadi, masuk kategori pelanggaran serius yang terstruktur, sistematis dan massif, yang akan merusak integritas pilkada. Walaupun tidak secara terbuka tamasya itu dilakukan oleh pasangan calon tertentu, tetapi nalar publik telah mengaitkannya bahwa tamasya itu sebagai ajakan dan dorongan melarang pasangan yang dianggap menodai Al Maidah," paparnya.
Oleh karena itu, Hendardi meminta Polri dan Bawaslu agar tidak bisa berdiam diri. “Pengerahan massa itu harus dicegah karena merupakan pelanggaran pilkada dan tindak pidana pemilu,” pungkasnya. (Very)