INDONEWS.ID

  • Sabtu, 07/07/2018 17:11 WIB
  • Pencapresan "Last Minute" Bisa Perburuk Kualitas Demokrasi

  • Oleh :
    • Abdi Lisa
Pencapresan "Last Minute" Bisa Perburuk Kualitas Demokrasi
Pengamat Politik dari President University, Muhammad AS Hikam (kiri) dalam dikusi yang diselenggarakan oleh Para Syndicate, Jumat (6/07/18). Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Hingga sebulan sebelum masa pendaftaran di KPU dibuka, nama capres dan cawapres masih belum kongkrit. Selain petahana Presiden Jokowi, calon-calon pesaingnya masih baru pada tahap pendeklarasian, termasuk pesaing petahana yang paling potensial seperti Ketum DPP Gerindra, Prabowo Subianto.

Baca juga : Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi Teknis Kesehatan TNI Tahun 2024

Nama-nama lain yang kerap disebut dalam wacana publik cukup banyak, misalnya, untuk menyebut beberapa nama seperti Jusuf Kalla (JK), Amien Rais (AR), Gatot Nurmantyo (GN), Anies Matta (AM), Zulkifli Hassan (Zulhas), Anies Baswedan (AB), dan bahkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Mengapa pencapresan (termasuk pencawapresan) dalam perpolitikan Indonesia pasca-reformasi masih mengalami kesulitan? Jawabannya bisa bermacam-macam. Salah satu di antaranya adalah format dan struktur politik yang selama dua dasawarsa ini digunakan masih belum menghasilkan perimbangan kekuatan di Parlemen yang merefleksikan keberadaan sebuah single majority, yang pada gilirannya meniscayakan "koalisi ad hoc" untuk mengambil keputusan-keputusan strategis (termasuk dlm pencapresan) setiap 5 tahun.

Baca juga : Ketua KIP: Pertamina Jadi `Role Model` Keterbukaan Informasi Publik di Sektor Energi

“Karena itulah pencapresan ‘last minute’ menjadi semacam praktik yang ‘normal’ walaupun hal ini bisa memperburuk kualitas demokrasi pada jangka panjang,” ujar Pengamat Politik dari President University, Muhammad AS Hikam dalam dikusi yang diselenggarakan oleh Para Syndicate, Jumat (6/07/18).

Menurut AS Hikam, dalam struktur dan format tersebut, petahana cenderung diuntungkan karena ia telah memiliki persiapan lebih lama dan para pemilih setidaknya sudah lebih “mengenal”nya. Pihak penantang harus memiliki daya tarik atau keunggulan lebih jika ia ingin menggeser perhatian publik. Sementara itu bagi penantang yang sudah pernah kalah, ia harus bekerja ekstra keras untuk mengalahkan petahana.

Baca juga : Kemendagri Intruksikan Pemprov Kaltara Percepat Pembangunan Daerah Berbasis Inovasi

“Faktanya, selama dua dasawrasa terakhir, belum pernah ada seorang Presiden yang terpilih setelah pernah kalah dalam pencapresan sebelumnya,” ujarnya.

Kondisi struktural tersebut, menurut AS Hikam, diperparah oleh aturan pencapresan yang tidak memberikan peluang bagi keberadaan capres/cawapres independen seperti dalam Pilkada. Hal ini menjadikan parpol memiliki semacam "monopoli" atas proses pendaftaran capres/cawapres. Sebaik apapun capres/cawapres di mata rakyat pemilih, akan tetap tidak bisa diusung untuk bertanding dalam Pilpres jika parpol menolaknya.

“Calon-calon di luar kehendak parpol otomatis tersingkir, sehebat apapun kualitasnya dan sebesar apapun dukungan dari luar parpol. Pertanyaan filosofisnya, bagaimana pelaksanaan prinsip “dari oleh, dan untuk rakyat” sebagai landasan demokrasi?,” ujar AS Hikam.

Jika kita mengamati proses pencapresan saat ini, maka boleh jadi kesulitan parpol oposisi menentukan siapa paslon mereka adalah implikasi dari aturan Pilpres dan sekaligus juga sistem politik ambigu di atas.

“Bisa diperkirakan bahwa kehati-hatian Presiden Jokowi untuk tidak bicara lugas soal cawapres beliau, kendati posisi beliau sudah cukup comfortable setidaknya menurut berbagai hasil survei, merupakan resonansi dari lemahnya ‘koalisi’ parpol yang mendukung beliau,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait
Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi Teknis Kesehatan TNI Tahun 2024
Ketua KIP: Pertamina Jadi `Role Model` Keterbukaan Informasi Publik di Sektor Energi
Kemendagri Intruksikan Pemprov Kaltara Percepat Pembangunan Daerah Berbasis Inovasi
Artikel Terkini
Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi Teknis Kesehatan TNI Tahun 2024
Terinspirasi Langkah Indonesia, Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR
Ketua KIP: Pertamina Jadi `Role Model` Keterbukaan Informasi Publik di Sektor Energi
Kemendagri Intruksikan Pemprov Kaltara Percepat Pembangunan Daerah Berbasis Inovasi
Semangat Kartini dalam Konteks Kebangsaan dan Keagamaan Moderen
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas