INDONEWS.ID

  • Kamis, 25/04/2019 23:33 WIB
  • Kelompok Tani Minta SK Menhut Soal Pembentukan Taman Nasional Tesso Nilo Dicabut

  • Oleh :
    • very
Kelompok Tani Minta SK Menhut Soal Pembentukan Taman Nasional Tesso Nilo Dicabut
Pengacara Gapoktan Segati Subur, Semmy Matulessy, SH, MH, didampingi oleh Ketua Gapoktan Segati Subur, Dedi Purnomo, di Jakarta, Kamis (25/4). (Foto: ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Segati Subur Desa Segati, Kecamatan Laggam, Kabupaten Pelalawan mememinta pemerintah untuk segera mencabut SK Menteri Kehutanan tentang Pembentukan Taman Nasional Tesso Nilo di Kabupaten Pelalawan. Pasalnya, SK Menhut tersebut telah melabrak masyarakat hukum adat dan hingga kini menimbulkan ketidakpastian hukum di kalangan masyarakat setempat.

Hal itu dikatakan pengacara Gapoktan Segati Subur, Semmy Matulessy, SH, MH, didampingi oleh Ketua Gapoktan Segati Subur, Dedi Purnomo, di Jakarta, Kamis (25/4).

Baca juga : Aksi PNM Peduli Serahkan Sumur Bor Untuk Warga Indramayu Dan Tanam Mangrove Rhizophora

Semmy mengatakan, Gapoktan telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo, yang baru saja diangkat sebagai “Datuk Seri Setia Amanah Negara”, beberapa waktu lalu di Pelalawan, Riau. Surat yang dikirim pada tanggal 23 April 2019 itu sekaligus meminta Perlindungan Hukum terhadap perkebunan rakyat yang beralas Hak Ulayat Batin Mudo Langkan yang telah mendapat larangan dari Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup.

“Sehubungan dengan adanya Surat Larangan Dirjen Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor S-36/PHLHK/PPH/GMK-2/3/2016 tanggal 3 Maret 2016 terhadap perkebunan rakyat yang beralas Hak Ulayat Bati Mudo Langkan, maka kami masyarakat dalam wadah Gabungan Kelompok Tani Segati Subur merasa larangan dirjen GAKKUM bertentangan dengan pasal 18 B UUD 1945 bahwa NKRI melindungi masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataan masih berada,” ujarnya terkait isi surat yang dikirim kepada Presiden Jokowi tersebut.

Baca juga : PTPN IV Regional 4 Jambi, Bantu Beras Warga Solok

Menurut Semmy, Hak Ulayat Batin Mudo Langkan, Batin Hitam Sungai Medang, dan Batin Palabi yang sebelumnya sudah diketahui oleh HPH PT. Nanjak Makmur dan Pemerintah Kabupaten maupun Pemerintah Provinsi saat itu dialihfungsikan menjadi Taman Nasional Tesso Nilo dengan status penunjukkan berdasarkan SK. 663/Menhut-II/2009 tanggal 15 Oktober 2009 tanpa ada Tata Batas Temu Gelang yang definitif. Hal itu dinilai tidak memberi kepastian hukum dan memperhatikan hak-hak masyarakat adat.

“Proses Pengukuhan Kawasan Hutan Konservasi Taman Nasional Tesso Nila belum memenuhi tahapan-tahapan berdasarkan pasal 14 dan pasal 15 UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah nomor 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan dan Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.62/Menhut-II/2013 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan,” ujar Semmy.

Baca juga : Umumkan Rencana Kedatangan Paus Fransiskus, Menteri Agama Dukung Penuh Pengurus LP3KN

Padahal, kata Semmy, Hak Ulayat Kebatinan Segati merupakan suatu daerah yang berada di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau dengan luas sekitar 80 ribu Ha yang terlegitimasi dalam bentuk Peta Pelalawan (Landcape Pelalawan) pada lembaran negara (Staatablad) tahun 1932 nomor 135 tercatat dalam Memories Van Overgave di Arsip Nasional.

Kemudian, Soeripto, Gubernur Riau waktu itu, selaku Datuk Setia Amanah Masyarakat Adat Melayu Riau telah mengukuhkan 29 Pemangku Adat Perbatinan yang berada di wilayah Pelalawan pada tanggal 14 Desember 1995 bertempat di Pusat Budaya Petalangan Desa Betung Kecamatan Pangkalan Kuras.

(Surat yang dikirim kepada Presiden Joko Widodo pada 23 April 2019. Foto: ist)

Kata Semmy, masalah muncul ketika Menteri Kehutanan MS Kaban melakukan perluasan terhadap Taman Nasional Tesso Nilo dengan menambahnya menjadi sekitar 44.492 Ha tanpa melakukan perundingan dengan kelompok masyarakat adat setempat. “Karena itu, sekitar 500 Kepala Keluarga menuntut agar penambahan itu segera dibatalkan,” ujarnya.

 

Butuh Kepastian Hukum

Sementara itu, Ketua Gapoktan Segati Subur Dedi Purnomo mengatakan, selama ini sudah terjadi beberapa kali masalah terkait tanah ulayat itu. “Sudah terjadi beberapa kali keributan yaitu pada tahun 2006, dan 2009. Ini ribut besar-besaran, bahkan orang dari Dinas pernah disandera disana. Juga sudah sering terjadi konflik tapi belum ada penyelesaian,” ujarnya.

Namun, dia mengaku sejak masa pemerintahan Jokowi, belum pernah terjadi keributan.

Menurut Dedi, beberapa orang dari Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) pernah masuk ke daerahnya, namun tidak diketahui tujuannya. Mereka hanya melakukan pendataan terhadap penduduk di sana.

Dedi mengatakan, sebagai petani karet dan sawit, masyarakat setempat hanya membutuhkan kepastian hukum terkait kepemilikan tanah. Ketika ditanya apakah pihaknya pernah mengalami tekanan dari TNTN, Dedi menampiknya. “Sebenarnya sih bukan tekanan, tapi kita ini merasa antara ada dan tiada lah, Pak. Kami cuma butuh kepastian hukum biar kami tahu masa depan kami semua disana, khususnya kelompok tani kami Pak,” ujarnya.

Dia mengatakan, pada tahun 2014 lalu, beberapa warga dari Desa Air Hitam, Kecamatan Ukui, pernah mengajukan perlindungan hukum kepada Presiden  waktu itu. Namun, hingga kini, masalahnya tak tertangani.

“Yang pasti saya pribadi menilai ada kepentingan pribadi di atas kepetingan masyarakat di sana, tanpa saya menuduh siapa orangnya. Tapi saya berharap ada dorongan dan dukungan dari pemerintah untuk penyelesaian masalah ini,” ujarnya.

Yang pasti, kata Dedi, masyarakat Desa Segati adalah masyarakat yang sangat taat pada hukum adat dan tanah ulayat.

Kini, setelah pemerintah sudah mencabut HPH yang diberikan kepada PT. Siak Raya Timber dan PT. Nusa Wana Raya, untuk perluasan terhadap Taman Nasional Tesso Nilo, tanah tersebut dikelola warga setempat.

“Namun status tanah itu belum jelas. Yang pasti kami mengelolanya atas izin Datuk Batin sebagai pemangku adat, karena hukum adat berlaku di sana. Kami membayar ‘alas pancong’ kepada Batin kalau kita mau mengelola tanah,” ujarnya.

Karena itu, Dedi banyak berharap kepada pemerintahan Jokowi agar menyelesaikan masalah itu. Dia berharap agar kelompok tani yang saat ini mengola tanah seluas 460 Ha – dan masih banyak kelompok tani yang lain - bisa bernapas lega. “Kami telah memenangkan Jokowi pada pemilu 2019 ini dengan perolehan suara mencapai 90 persen. Kami berharap pemerintah juga bisa membantu kami,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait
Aksi PNM Peduli Serahkan Sumur Bor Untuk Warga Indramayu Dan Tanam Mangrove Rhizophora
PTPN IV Regional 4 Jambi, Bantu Beras Warga Solok
Umumkan Rencana Kedatangan Paus Fransiskus, Menteri Agama Dukung Penuh Pengurus LP3KN
Artikel Terkini
Ketua Pengadilan Negeri Batusangkar Dirikan Dapur dan Pendistribusian untuk Korban Banjir Bandang Tanah Datar
Aksi PNM Peduli Serahkan Sumur Bor Untuk Warga Indramayu Dan Tanam Mangrove Rhizophora
PTPN IV Regional 4 Jambi, Bantu Beras Warga Solok
Pastikan Arus Barang Kembali Lancar, Menko Airlangga Tinjau Langsung Pengeluaran Barang dan Minta Instansi di Pelabuhan Tanjung Priok Bekerja 24 Jam
Umumkan Rencana Kedatangan Paus Fransiskus, Menteri Agama Dukung Penuh Pengurus LP3KN
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas