Jakarta, indonews.id – Keamanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain sandang, pangan dan papan. Dalam beragam pandangan keilmuan sosial, hukum, dan politik, terdapat pemahaman bahwa suatu komunitas membuat kesepakatan bersama untuk membuat negara yang melindungi keamanan komunitas tersebut.
Keamanan komunitas tersebut dijamin oleh negara yang mereka bentuk. Komunitas berhak dilindungi keamanan fisik hingga properti milik mereka. Seseorang berhak aman dari tindak kekerasan dan pemaksaan atas dirinya hingga hartanya.
Konsep keamanan tersebut dapat dikatakan tradisional dan kini bergeser ke arah keamanan yang lebih luas. Unit Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2009 dalam Human Security in Theory and Practice menjelaskan terkait konsep keamanan. Konsep keamanan seperti digambarkan di atas disebut sebagai konsep keamanan lama yang melindungi dari serangan fisik.
PBB dalam bukunya menjelaskan konsep keamanan baru yakni melindungi dari kemiskinan, kekerasan etnis, perdagangan manusia, perubahan iklim, teroris internasional, dan permasalahan ekonomi. Walaupun demikian, konsep keamanan lama dan baru tetap perlu diberikan negara.
Tidaklah heran ketika majalah internasional The Economist menilai keamanan kota besar di dunia dengan indikator penilaian yang luas. Di antara 17 indikator penilaian, beberapa di luar konsep keamanan lama seperti terkait siber, layanan kesehatan, layanan darurat kota, hingga jaringan listrik dan kebijakan lingkungan.
Hasil survei The Economist belakangan ini, Jakarta menempati peringkat 53 dari 60 kota yang disurvei. Jika mengaitkan beberapa indikator seperti jaringan listrik dan kebijakan lingkungan dengan kejadian mati lampu di Jakarta pada awal dan akhir Agustus 2019, maka pantas Jakarta berada pada posisi yang terbelakang.
Jakarta sebagai kota bisnis tidak memiliki back up plan yang baik ketika listrik padam. Listrik saat ini menjadi kebutuhan utama layaknya keamanan bagi masyarakat industri 4.0. Perekonomian akan bermasalah ketika listrik padam mengingat ketergantungan tinggi pada listrik.
Adapun solar panel menjadi solusi ketika listrik padam. Solar panel yang menyerap sinar matahari menjadi listrik. Tenaga matahari muncul selalu di negara tropis seperti Indonesia pada jam kantor sehingga pemadaman siang hari bukan masalah besar ketika solar panel dimanfaatkan dengan baik.
Selain itu, solar panel unggul karena ramah lingkungan yang mana menjadi indikator keamanan The Economist. Saat ini umumnya pembangkit listrik menggunakan minyak dan batu bara yang membuat polusi Jakarta kerap menempati urutan pertama terburuk di dunia.
Jsky Energy, sebuah perusahaan produsen solar panel berlokasi di Bogor dapat menjawab kebutuhan tersebut. Perusahaan yang beralamat di Gunung Putri, Kabupaten Bogor ini bahkan telah berdiri sejak 2008.
Solar panel produksinya bahkan telah ekspor ke beberapa negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Finlandia, Jerman, Australia, Jepang dan Singapura. Perusahaan ini mampu memproduksi 100 mega watt solar cell dan 200 mega watt solar modul setiap tahunnya. Walaupun demikian, justru permintaan domestik tidak besar.
Ketika muncul komitmen untuk melindungi keamanan masyarakat dengan baik, maka faktor energi listrik dan lingkungan perlu diperhatikan. Solar panel menjadi solusi dua masalah tersebut dan tersedia produsen di Indonesia.