Jakarta, INDONEWS.ID - Mantan Ketua KPK Abraham Samad secara tegas menolak rencana DPR merivisi UU KPK. Apalagi salah satu poin dalam revisi UU KPK itu adalah dibentuknya Dewan Pengawas KPK oleh DPR.
Samad menilai hal itu sangat tidak diperlukan karena di KPK sendiri telah dibangun sistem saling kontrol. Selain itu, ada tim pemeriksa internal apabila terjadi dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai atau pimpinan KPK.
"Dewan Pengawas, ini makhluk apalagi ini, jangan-jangan ini makhluk yang turun dari luar angkasa ini, namanya dewan pengawas," kata Samad saat diskusi tentang revisi UU KPK di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9).
Ia memahami tujuan baik pembentukan Dewan Pengawas, yakni mencegah adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pimpinan KPK atau pegawainya.
Ia mencontohkan ketika dirinya juga pernah diperiksa oleh tim pengawas internal tersebut.
"Saya walau pun Ketua KPK (saat itu), saya bisa diperiksa oleh pengawas internal, yang statusnya hanya setingkat direktorat," tegasnya.
Samad pun tidak sependapat apabila status pegawai KPK harus berubah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal itu menurutnya, akan berpotensi mengganggu independensi KPK sebagai lembaga penegak hukum.
Selain itu, Samad menjelaskan terkait dengan lamanya penanganan perkara di KPK. Menurutnya, hal itu terjadi karena pegawai KPK di bagian penindakan hanya sekitar 200 orang, sementara di sebagian besar ada di pencegahan.
Oleh karena itu, ia menyatakan tidak sepakat adanya revisi UU KPK tentang kewenangan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) di KPK, apabila hanya dengan alasan lamanya perkara di KPK. Samad berharap Presiden Jokowi menolak revisi UU KPK tersebut.
”Apabila hal tersebut terus dipaksakan, dilanjutkan, dan menghasilkan UU dari hasil perubahan, maka saya khawatir jika KPK akan mengalami mati suri. Kalau KPK mati suri artinya agenda pemberantasan korupsi dengan sendirinya juga akan berhenti,” tegasnya.