INDONEWS.ID

  • Jum'at, 27/09/2019 14:30 WIB
  • Menristekdikti dan Hard Power Dalam Membendung Gerakan Mahasiswa

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Menristekdikti dan Hard Power Dalam Membendung Gerakan Mahasiswa
Pengamat Politik dari President University, AS Hikam (Foto: Tangkapan Layar Kompas.TV)

Oleh Muhammad AS Hikam*)

Opini, INDONEWS.ID - Menurut kabar, Menristek Dikti, Muhammad Nasir (MN), mengeluarkan beleid untuk meredam aksi demonstrasi, yang dilakukan mahasiswa di seluruh Indonesia, berupa sanksi kepada Rektor dan Dosen yang terkait dengan aksi tsb.

Baca juga : Deradikalisasi Kampus, PP GMKI Dorong Menristekdikti Implementasikan UKM PIB

Menurut hemat saya, beleid itu bukan saja tak akan menyelesaikan masalah pada tataran teknis di lapangan, tetapi, dan yang lebih parah, juga menunjukkan ketidakpahaman sang Menteri terhadap demokrasi dan gerakan mahasiswa di Indonesia.

Pendekatan teknokratis otoriter yang dipakai MN akan sulit dilaksanakan di lapangan, karena demonstrasi mahasiswa tidak pernah menggunakan prosedur administrasi seperti izin tertulis pihak Rektorat, Dekanat, Prodi, atau bahkan dosen.

Paling yang bisa dilaklukan oleh pihak struktural Perguruan Tunggi adalah menghimbau agar mahasiswa membatasi diri dalam pengerahan massanya atau bergantian dalam waktu-waktu tertentu.
Pendisiplinan terhadap mahasiswa, dalam arti melarang berdemo, justru akan menciptakan "backlash" karena hal tersebut bisa diartikan sebagai pengekangan terhadap hak asasi dan hak politik mahasiswa sebagai warganegara.

Menjatuhkan sanksi kepada Rektor oleh Menristekdikti juga sulit dilakukan secara hukum karena Rektor, utamanya PTS, bukanlah bawahan langsungnya.

Namun yang lebih parah dari beleid tsb adalah ketidak pahaman MenristekDikti terhadap fenomen gerakan mahasiswa itu sendiri, khususnya dalam konteks negara demokrasi.

MenristekDikti seakan-akan masih hidup dalam era otoriter, di mana pengekangan terhadap gerakan mahasiswa, termasuk aktivitas demonstrasi, bisa dilakukan dengan penghukuman dan pendisiplinan secara fisik.

Hal ini nyata menunjukkan bahwa sang Menteri perlu belajar tentang demokrasi secara umum, reformasi di Indonesia, dan khususnya sejarah gerakan mahasiswa sejak beberapa dasawarsa di negeri ini.

Tentu saja saya tidak mengatakan bahwa aksi demonstrasi mahasiswa tidak boleh diatur dan dikelola dengan lebih efektif sehingga akan merefleksiklan sebuah kiprah demokrasi yang semakin dewasa.
Saya juga tidak mengatakan bahwa gerakan mahasiswa boleh berkembang anarkis dan menciptakan kerusakan massif, apalagi perilaku kekerasan.

Yang saya maksud adalah, pihak Pemerintah dan kampus (termasuk Yayasan di lingkungan PTS) perlu menerapkan manajemen pengawasan terhadap kegiatan mahasiswa yang tetap berdasarkan pada asas hak-hak kewargaan, namun mampu memberikan penyadaran akan pentingnya prosedur dalam kehidupan demokrasi yang sehat dan dewasa.

MenristekDikti seakan menutup mata terhadap dinamika masyarakat Indonesia pasca Orba dan juga lingkungan masyarakat post-modern yang jelas memiliki karakter yang jauh berbeda dengan masyarakat Indonesia abad keduapuluh.

Apalagi kalau dikaitkan dengan fenomena millenial dan era globalisasi saat ini, maka pendekatan-pendekatan otoriter yang ingin diterapkan oleh sang Menteri adalah semacam anakronisme yang hanya kontraproduktif belaka.

Alih-alih bisa meredam aksi demonstrasi mahasiswa, ia justru akan mencipta unintended consequences, berupa berbagai reaksi perlawanan. MenristekDikti juga seakan-akan mengabaikan prinsip dialog dan komunikasi dalam mengatasi masalah, tetapi lebih memilih cara-cara "hard power" karena dianggap akan lebih mudah diterapkan dan memberikan efek jera!

Presiden Jokowi mesti segera melarang pendekatan "hard power" yang akan diterapkan oleh Menterinya ini, karena jika tidak, upaya beliau yang sudah baik dan berhasil dalam mengajak dialog dengan para tokoh masyarakat dan bahkan mahasiswa, nanti akan berantakan karena diruysak oleh pendekatan teknokratik dan "hard power" oleh pembantunya itu.

Saya tidak tahu selama ada gerakan mahasiswa dan demokratisasi dahulu, MN ada di mana. Bisa jadi beliau juga akan mengklaim sebagai aktivis mahasiswa dan pekerja demokrasi. Tetapi kini mungkin sudah lupa dan ingin cepat-cepat menyelesaikan tugasnya dengan menerapkan cara otoriter sebagai pihak yang berkuasa!*(Rikardo)

Muhammad AS Hikam*) Pengamat politik dari President University 

Artikel Terkait
Deradikalisasi Kampus, PP GMKI Dorong Menristekdikti Implementasikan UKM PIB
Artikel Terkini
Buka WWF ke-10, Presiden Jokowi Berharap Bisa Ciptakan Kepastian Distribusi Air Bersih
Realisasikan Investasi di Indonesia, Menko Airlangga Harapkan Lotte Chemical Dapat Menjadi Stimulus Pembangunan Industri Petrokimia Hilir Lokal
Macet, Menteri AHY Memilih Jalan Kaki ke Acara Pembukaan WWF
Pj Bupati Maybrat Hadiri Festival BENLAK 2024, Peringati Hari Jadi ke-17 Minahasa Tenggara
Bertemu CEO Hyundai, Menko Airlangga Bicarakan Implementasi Solusi Jaringan Hidrogen dan Peningkatan Kapasitas Pemasok Lokal
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas