Jakarta, INDONEWS.ID - Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ( Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman tambahan terhadap mantan anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso berupa pencabutan hak pilih dalam jabatan politik selama 4 tahun.
Tak hanya itu, Bowo juga wajib membayar denda Rp250 juta subsider empat bulan kurungan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Bowo Sidik Pangarso telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim Yanto di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, (4/12/2019).
Dalam pertimbangan majelis hakim yang dibacakan hakim Rianto Adam Pontoh, pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan politik relevan untuk dipertimbangkan. Majelis hakim sependapat dengan penuntut umum, agar hak politik Bowo dicabut.
"Terdakwa harus dijatuhi pidana setimpal dengan perbuatannya." tambah Hakim Rianto.
Bowo terbukti menerima US$163.733 (Rp2,31 miliar) dan Rp311.022.932 buat membantu PT Humpuss Transportasi Kimia (PT HTK) mendapatkan kerja sama pekerjaan pengangkutan atau sewa kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (PT Pilog).
Bowo juga terbukti menerima suap dari Direktur Utama PT Ardila Insan Sejahtera (AIS) Lamidi Jimat. Anggota DPR periode 2014-2019 itu menerima Rp300 juta dari Lamidi. Suap diterima setelah dia `menjembatani` PT AIS menagih pembayaran utang ke PT Djakarta Lloyd.
Bowo juga terbukti menerima gratifikasi SGD700 ribu (RP7,24 miliar) dan Rp600 juta. Penerimaan uang dianggap bertentangan dengan tugas Bowo sebagai anggota Komisi VI dan Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Diketahui, vonis yang dijatuhi kepada Bowo tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam tuntutan, Bowo juga diharuskan membayar ganti rugi Rp52 juta. Namun, hukuman dimentahkan hakim karena tak berkaitan dengan dakwaan suap atau gratifikasi.
Permohonan status justice collaborator (JC) Bowo juga tak dikabulkan hakim. Hakim menilai, permohonan Bowo tak bersesuaian Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA).
Bowo terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara dalam kasus gratifikasi Bowo divonis Pasal 12 B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (rnl)