INDONEWS.ID

  • Minggu, 02/02/2020 15:01 WIB
  • Praktik Vigilantisme Telah Gerogoti Demokrasi di Indonesia

  • Oleh :
    • very
Praktik Vigilantisme Telah Gerogoti Demokrasi di Indonesia
Tempat ibadah yang dirusak. (Foto: Kumparan.com)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Insiden pelanggaran atas kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) kembali marak di awal tahun 2020. Yang terbaru, sekelompok masyarakat yang berasal dari Desa Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara melakukan aksi perusakan Mushola Al-Hidayah Perum Agape di desa yang sama.

Sekitar 50 orang yang menamakan diri Ormas Waraney melakukan perusakan terhadap Mushola tersebut. Sebelumnya, tindakan vigilantisme atau main hakim sendiri, bahkan dengan kekekerasan, menimpa beberapa gereja. 

Baca juga : Pj Bupati Maybrat Sidak Kantor Distrik Ayamaru Jaya, Ini yng Dijumpai

“SETARA Institute mengutuk tindakan main hakim sendiri dan kekerasan terhadap rumah ibadah. Tindakan demikian tidak dapat dibenarkan dan nyata-nyata melanggar KBB yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,” ujar Halili, Direktur Riset SETARA Institute dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu (1/2),

Halili mengatakan, SETARA Institute menilai bahwa praktik vigilantisme oleh sekelompok masyarakat nyata-nyata menggerogoti demokrasi di Indonesia yang seharusnya dikuatkan dengan elemen rule of law. Kekerasan yang digunakan sebagai instrumen dalam konflik dan ketegangan sosial-keagamaan nyata-nyata menggerus proses demokrasi yang sejatinya terbuka terhadap kontestasi aspirasi apapun, namun mensyaratkan pendekatan dan tindakan non-kekerasan.

Baca juga : Bahas Inklusivitas Keuangan hingga Stabilitas Geopolitik, Menko Airlangga Berbincang Hangat dengan Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair

Karena itu, Selma Theofany, Peneliti SETARA Institute mendesak pemerintahan Joko Widodo untuk melaksanakan mandat konstitusional Pasal 28E Ayat (1) dan (2) serta Pasal 29 Ayat (2) UUD NRI 1945 dengan mengambil tindakan optimal untuk melindungi kelompok minoritas.

Beberapa kasus terkini, kata Selma, menunjukkan bahwa kelompok intoleran, atas nama mayoritas di daerah setempat, merasa memiliki kuasa untuk melakukan tindakan main hakim sendiri atas minoritas. Dengan kepercayaan diri sebagai mayoritas mereka secara terbuka melampaui proses serta penegak hukum. Dalam situasi demikian, negara harus menegaskan inklusi terhadap seluruh kelompok warga. Negara tidak boleh kalah terhadap kelompok vigilante yang kerap menyangkal hak-hak konstitusional kelompok minoritas.

Baca juga : Pj Bupati Maybrat Temukan Fakta Mengejutkan Saat Sidak Kantor Distrik Ayamaru Utara

SETARA Institute mendorong pemerintah daerah dan aparat kepolisian untuk menjalankan fungsi perlindungan dan pengamanan berkelanjutan dengan pendekatan non-favoritisme (tidak mengistimewakan mayoritas atas minoritas), non-koersif, dan nir-kekerasan.

“Mereka mesti bertindak sebagai penghubung dialog antar pemangku kepentingan secara setara dan partisipatif yang menghasilkan keputusan berimbang dan resolutif secara berkelanjutan,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait
Pj Bupati Maybrat Sidak Kantor Distrik Ayamaru Jaya, Ini yng Dijumpai
Bahas Inklusivitas Keuangan hingga Stabilitas Geopolitik, Menko Airlangga Berbincang Hangat dengan Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair
Pj Bupati Maybrat Temukan Fakta Mengejutkan Saat Sidak Kantor Distrik Ayamaru Utara
Artikel Terkini
Pj Bupati Maybrat Sidak Kantor Distrik Ayamaru Jaya, Ini yng Dijumpai
Bahas Inklusivitas Keuangan hingga Stabilitas Geopolitik, Menko Airlangga Berbincang Hangat dengan Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair
PTPN IV Regional 4, Bangun Tempat Wudhu Masjid Tuo
Pj Bupati Maybrat Temukan Fakta Mengejutkan Saat Sidak Kantor Distrik Ayamaru Utara
Pj Bupati Maybrat Sidak SMK Negeri Ayamaru, Minta Pengelola Terapkan SOP Soal Pengunaan Fasilitas Laboratorium
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas