Jakarta, INDONEWS.ID - Pada 5 Agustus 2020, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Brussel bekerjasama dengan Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan (FKPMI) menyelenggarakan “Indonesia-Belgium Virtual Business Meeting on Wood Products and Furniture” dengan tujuan untuk mengidentifikasi tantangan dan peluang ekspor kayu dan produk kayu ke Uni Eropa, khususnya ke Belgia.
Business virtual meeting ini dilatarbelakangi oleh belum optimalnya implementasi kesepakatan the EU-Indonesia Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) Voluntary Partnership Agreement (VPA).
Dalam periode 2017-2019, pertumbuhan nilai ekspor kayu dan produk kayu Indonesia ke Uni Eropa dalam skema FLEGT VPA rata-rata sebesar 4,8%.
Diskusi ini dimoderatori oleh Dr. Efransyah selaku Penasihat Senior Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Diskusi ini turut diikuti oleh perwakilan bisnis impor kayu Indonesia asal Belgia.
Dalam sambutannya, Sulaiman Syarif, Kuasa Usaha Ad Interim, KBRI Brussel menyampaikan bahwa FLEGT VPA merupakan komitmen tinggi Indonesia untuk menciptakan solusi bagi penebangan liar, mempromosikan perdagangan kayu-kayu legal, dan memastikan keberlanjutan dari sistem legalitas kayu-kayu asal Indonesia.
Dari sisi pemerintah, diperlukan kerjasama erat untuk memastikan Uni Eropa dapat melaksanakan Pasal 13 yaitu memberikan insentif pasar.
Sedangkan dari kalangan bisnis, terdapat peluang melalui diversifikasi ekspor. Dari yang semula fokus pada hardwood atau premium wood dapat beralih pada ekspor produk yang berasal dari softwood atau kayu kualitas menengah. Dalam hal ini, UKM mempunyai peluang besar untuk memainkan peran dalam meningkatkan ekspor.
Indroyono Soesilo, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) yang juga Ketua FKMPI menyampaikan pasar Uni Eropa dan Belgia menyimpan potensi untuk lebih dalam menggali ekspor produk-produk kayu. Uni Eropa merupakan pasar keempat terbesar yang menerima ekspor produk-produk kayu asal Indonesia setelah China, Jepang, dan Amerika Serikat. Tercatat nilai ekspor produk kayu dari Indonesia ke Uni Eropa pada tahun 2019 sebesar US$ 1,091 miliar. Sementara itu total ekspor Indonesia ke seluruh dunia pada tahun 2019 adalah sebesar US$ 11,6 miliar.
Alexander de Groot, perwakilan dari Asosiasi Pengusaha Industri Kayu dan Mebel Belgia menyampaikan bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif dengan adanya sertifikasi Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) di setiap produk kayu hutan yang berasal dari Indonesia. Sertifikasi ini membantu para importir kayu di Belgia dan Uni Eropa dalam mengidentifikasi dan memastikan produk kayu yang berasal dari Indonesia bukan merupakan hasil penebangan liar yang membahayakan hutan.
Produk-produk Indonesia yang telah tersertifikasi FLEGT juga merupakan hasil dari tata kelola hutan yang berkelanjutan.
Philippe Delhaise dari Ethnicraft kemukakan bahwa perusahaannya telah mempekerjakan setidaknya 1.400 orang di Jepara, Jawa Tengah. Ditengah pandemi Covid-19, orang Belgia maupun Uni Eropa lebih cenderung mempercantik rumah dengan membeli kayu panel atau mebel kayu dibandingkan melakukan perjalanan untuk liburan. Hal ini merupakan peluang bagi eksportir kayu dan produk kayu Indonesia. Nadir Oulad Omar dari Barabas atau Belindo telah bekerja sama dengan produsen mebel Indonesia selama 25 tahun.
Dengan untuk sementara tidak ada kegiatan pameran-pameran produk kayu asal Indonesia karena pandemi Covid-19, maka platform digital sangat penting untuk dimanfaatkan dalam membantu promosi.
Untuk ke depan, diharapkan Uni Eropa dapat melaksanakan komitmennya sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 FLEGT VPA. Dukungan Uni Eropa yang diperlukan diantaranya kebijakan lelang pemerintah dan swasta yang mengenal FLEGT sebagai salah satu sertifikasi kayu legal.
Selain itu, Pemerintah Indonesia berkomitmen
untuk memastikan pentingnya promosi FLEGT pada lelang pemerintah dan swasta tercermin dalam negosiasi Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) antara Indonesia dengan Uni Eropa. (Lka)