INDONEWS.ID

  • Senin, 31/08/2020 21:46 WIB
  • Permintaan Refly Harun Agar Presiden Jokowi Mundur Dinilai Tidak Etis

  • Oleh :
    • very
Permintaan Refly Harun Agar Presiden Jokowi Mundur Dinilai Tidak Etis
Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Prof. Dr. John Pieris, S.H., M.H., M.S. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Refly Harun mengatakan bahwa demonstrasi yang meminta Joko Widodo mundur dari jabatan presiden sebagai hal yang biasa saja di alam demokrasi. Karena itu, permintaan untuk mundur tersebut boleh-boleh saja dan tidak dikategorikan sebagai makar.

Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Prof. Dr. John Pieris, mengatakan bahwa dari segi hak asasi manusia, pernyataan Refly Harun tersebut memang tidak bertentangan dengan hak asasi manusia. Hak asasi yang dimaksudkannya yaitu hak untuk menyatakan pendapat.

Baca juga : Siapkan Penyusunan Peraturan Pembangunan Ekonomi Jangka Panjang, Delegasi Baleg DPR RI Berdiskusi dengan Pemerintah Kenya

Namun, kata John, pernyataan tersebut tidak etis dari segi etika berpolitik. “Refly Harun mewakili siapa untuk meminta Presiden Jokowi mundur?” ujar anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI ini.

Hingga kini, kata John, sebagian besar masyarakat Indonesia merasa puas dengan kepemimpinan Jokowi dan mereka tidak meminta presiden mundur. “Selama ini masyarakat merasa aman saja dengan pemerintahan Jokowi. Kecuali jika demonstrasi sudah mencapai 70 persen maka mungkin mereka bisa mendesak Presiden Jokowi untuk mundur,” ujarnya.

Baca juga : Bakti Sosial dan Buka Puasa Bersama Alumni AAU 93 di HUT TNI AU ke-78

Terkait dengan pernyataan Refly yang menyatakan bahwa Presiden Jokowi adalah kader dan petugas partai - walaupun sudah terpilih menjadi Presiden - mantan anggota DPD RI ini mengatakan bahwa petugas dan kader partai tersebut disematkan dalam konteks sebelum terpilih menjadi presiden.

“Jokowi memang adalah petugas partai sebelum terpilih menjadi presiden. Tetapi setelah menjadi presiden, dia merupakan pemimpin semua rakyat Indonesia,” ujarnya.

Baca juga : Satgas BLBI Tagih dan Sita Aset Pribadi Tanpa Putusan Hukum

Karena itu, John mengatakan bahwa tugas sebuah partai politik itu sangat penting yaitu melakukan seleksi terhadap calon pemimpin negara. Untuk itu, seharusnya, partai politik disebut sebagai lembaga negara dan karena itu pula harus dibiayai oleh negara.

Sebelumnya, pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai politik di Indonesia saat ini sudah benar-benar aneh. Bayangkan, seorang presiden yang sudah terpilih masih terus saja dianggap kader partai, bahkan merupakan petugas partai. Padahal, ketika sudah menjadi presiden, dia adalah milik seluruh rakyat Indonesia.

Refly juga mengatakan demonstrasi atau unjuk rasa adalah tindakan sah dan boleh dalam sebuah alam demokrasi. ”Kalau misalnya ada demonstrasi sekadar meminta presiden bertanggung jawab dan mundur, itu tidak bisa dikatakan makar. Itu adalah aspirasi dalam alam demokratis,” kata salah satu deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini. (Very)

Artikel Terkait
Siapkan Penyusunan Peraturan Pembangunan Ekonomi Jangka Panjang, Delegasi Baleg DPR RI Berdiskusi dengan Pemerintah Kenya
Bakti Sosial dan Buka Puasa Bersama Alumni AAU 93 di HUT TNI AU ke-78
Satgas BLBI Tagih dan Sita Aset Pribadi Tanpa Putusan Hukum
Artikel Terkini
Siapkan Penyusunan Peraturan Pembangunan Ekonomi Jangka Panjang, Delegasi Baleg DPR RI Berdiskusi dengan Pemerintah Kenya
Bakti Sosial dan Buka Puasa Bersama Alumni AAU 93 di HUT TNI AU ke-78
Satgas BLBI Tagih dan Sita Aset Pribadi Tanpa Putusan Hukum
Gelar Rapat Koordinasi Nasional, Pemerintah Lanjutkan Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Pj Bupati Maybrat Diterima Asisten Deputi Bidang Pengembangan Kapasitas SDM Usaha Mikro
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas