Jakarta, INDONEWS.ID -- Akademisi dari President University, Muhammad AS Hikam menilai bahwa kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk memberlakukan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) super ketat sangat tepat, mengingat laju kasus COVID-19 khususnya di ibukota sedang melonjak tajam.
“Pada prinsipnya kebijakan kembali ke PSBB itu memang baik dan perlu didukung. Sebab dengan kondidi penularan virus yang sangat cepat di Indonesia, khusunya di DKI, kebijakan yang berlaku sekarang hanya akan menambah dan memberatkan rakyat di DKI dan bisa berdampak ke wilayah lain,” kata Hikam seperti dikutip Inisiatifnews.com, Kamis (10/9/2020).
Apalagi saat ini, pemerintah pusat sangat memahami bahwa betapa pentingnya penanggulangan COVID-19 dilakukan dengan memprioritaskan penanganan sektor kesehatan dibanding memaksakan diri menggenjot perbaikan ekonomi.
“Memang sebenarnya tidak bisa hitam-putih juga, karena kedua aspek itu (kesehatan dan ekonomi) saling terkait dan tak bisa dipisahkan. Tetapi keamanan dan keselamatan rakyat harus menjadi prioritas,” ujarnya.
Perlu diketahui sementara, bahwa DKI Jakarta mencatat kasus COVID-19 untuk DKI Jakarta per hari ini, terdapat kasus baru sebanyak 1.274 sehingga total yang terjangkit korona secara keseluruhan adalah 50.671 orang.
Sementara untuk pasien sembuh ada 1.004 orang dengan akumulasi berjumlah 38.228 dan yang meninggal ada 17 orang dengan akumulasi 1.351 orang.
Perlu Jaring Pengaman
Selain itu, menteri Riset dan Teknologi era Presiden KH Abdurrahman Wahid (almarhum Gus Dur) ini berharap ada jawaban pasti mengapa Pemprov DKI Jakarta mengambil kebijakan penerapan PSBB pada Senin 14 September 2020. Sementara status darurat COVID-19 sendiri diumumkan oleh Gubernur Anies Baswedan di Balaikota DKI Jakarta pada Rabu (9/9) kemarin.
Namun Hikam berfikir positif saja, bahwa Pemprov DKI Jakarta perlu waktu untuk mempersiapkan segalanya agar pelaksanaan kebijakan PSBB tersebut dapat diterapkan secara maksimal.
“Mengapa keputusan itu berlaku baru Senin depan? Saya tidak tahu pasti apa sebabnya. Bisa saja karena Gubernur DKI dan aparatnya mesti bersiap-siap agar transformasi kebijakan bisa lebih efektif,” ujarnya.
“Beliau harus bisa menjelaskan jika ada pertanyaan ini di ruang publik atau DPRD DKI,” imbuh Hikam.
Namun yang tak kalah penting adalah harapan kepada Pemprov DKI Jakarta ketika menetapkan pemberlakuan kebijakan PSBB yang super ketat itu, yaitu jaring pengaman sosial kepada masyarakat yang terdampak.
“Sangat penting untuk menyiapkan jaring pengaman tersebut, apalagi jika PSBB yang ingin diterapkan lebih ketat dari yang awal dulu (sebelum “transisi ke new normal” , Red),” tandasnya.
Pelibatan seluruh unsur elemen organisasi masyarakat penting untuk mendistribusikan jaring pengaman itu, sehingga apa yang diupayakan Pemprov DKI Jakarta untuk menyelamatkan warganya karena dampak PSBB dapat maksimal.
“Gubernur DKI perlu mengajak kerjasama dengan pihak-pihak yang punya kepedulian itu, seperti organisasi masyarakat, LSM dll,” ujar Hikam.
“Ide UBI (Universal Basic Income) yang sekarang sedang populer di seluruh dunia gegara pandemi ini, perlu dijajagi apakah bisa diterapkan dengan berbagai perubahan teknis di DKI,” ujar Hikam.
Namun, Hikam memberikan penekanan, bahwa apapun kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah termasuk Gubernur DKI Jakarta harus dilaksanakan dengan baik dan maksimal, bukan justru malah mentok pada retorika semata.
“Tapi di atas segalanya, menurut saya, kebijakan apapun harus dilaksanakan secara konsisten di lapangan. Bukan hanya bagus di kata-kata saja,” pungkasnya. (Very)