INDONEWS.ID

  • Selasa, 06/10/2020 17:01 WIB
  • Merinding, Alasan Demokrat Walk Out dan 7 Fakta Mengerikan dari Omnibus Law

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Merinding, Alasan Demokrat Walk Out dan 7 Fakta Mengerikan dari Omnibus Law
Buruh melakukan Aksi menolak pengesahan Omnibus Law oleh DPR

Jakarta, INDONEWS.ID - Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan mempertanyakan langkah pimpinan DPR RI mempercepat rapat paripurna untuk mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang (UU).

Syarief dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa (6/10), menyatakan RUU tersebut masih menuai perdebatan dan perlu mendengarkan lebih banyak lagi aspirasi rakyat kecil.

Baca juga : Terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja dan Kenaikan Upah Buruh, Said Iqbal: Bila Perlu Kita Lakukan Aksi Sampai Pemilu

Menurut Syarief, langkah mempercepat rapat paripurna tersebut dapat menjadi preseden buruk bagi lembaga legislatif yang berkantor di Senayan tersebut.

Sedianya, Rapat Paripurna DPR RI akan dilangsungkan pada Kamis, 8 Oktober 2020, tetapi secara tiba-tiba dipercepat menjadi Senin (5/10).

Baca juga : Tampil Sebagai Saksi Ahli di Sidang MK, RR: UU Omnibus Law Adalah Perbudakan di Zaman Moderen

Syarief menilai langkah mempercepat paripurna RUU Cipta Kerja itu muncul setelah marak pemberitaan akan dilakukannya demonstrasi penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja oleh kalangan mahasiswa, buruh, dan elemen masyarakat lainnya.

"Langkah mempercepat rapat paripurna mengindikasikan tidak didengarnya aspirasi rakyat kecil terkait RUU Cipta Kerja. Langkah ini akan makin menurunkan, bahkan mematikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga DPR RI,"imbuhnya.

Baca juga : Kemenkes Sebut RUU Kesehatan Omnibus Law Mengurangi Tumpang Tindih UU

Syarief yang menjabat Wakil Ketua MPR RI itu menyatakan bahwa pelaksanaan rapat paripurna tidak seharusnya dipercepat.

"Kami dari Fraksi Partai Demokrat menyatakan menolak langkah mempercepat Rapat Paripurna DPR RI dengan alasan yang tidak dapat diterima dan terkesan mengada-ada,"katanya.

Syarief juga menegaskan penolakannya terhadap RUU Cipta Kerja. Menurutnya, RUU Ciptaker sangat merugikan masyarakat dan tidak berpihak kepada kaum buruh dan masyarakat kecil.

Syarief mengungkap setidaknya ada tujuh hal yang mengerikan dari RUU Cipta Kerja itu buat kaum buruh dan masyarakat kecil. Pertama ialah hilangnya sanksi pidana bagi perusahaan nakal. Kedua, makin kecilnya UMR.

Ketiga, tidak adanya jaminan uang pesangon. Empat, RUU ini hanya akan menyebabkan karyawan kontrak susah diangkat menjadi karyawan tetap. Lima, penggunaan tenaga kerja asing (TKA) akan makin besar. Enam, PHK bakal makin dipermudah.

Tujuh, hilangnya jaminan sosial bagi buruh, khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.

"Selain itu, RUU Cipta Kerja hanya akan menimbulkan masalah baru di tengah pandemi COVID-19," tutur Syarief.

Artikel Terkait
Terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja dan Kenaikan Upah Buruh, Said Iqbal: Bila Perlu Kita Lakukan Aksi Sampai Pemilu
Tampil Sebagai Saksi Ahli di Sidang MK, RR: UU Omnibus Law Adalah Perbudakan di Zaman Moderen
Kemenkes Sebut RUU Kesehatan Omnibus Law Mengurangi Tumpang Tindih UU
Artikel Terkini
Ketua KIP: Pertamina Jadi `Role Model` Keterbukaan Informasi Publik di Sektor Energi
Kemendagri Intruksikan Pemprov Kaltara Percepat Pembangunan Daerah Berbasis Inovasi
Semangat Kartini dalam Konteks Kebangsaan dan Keagamaan Moderen
Kementerian PUPR Tuntaskan Pembangunan Enam Titik Sumur Bor Bertenaga Matahari di Mamuju
Kemenangan Prabowo-Gibran Peluang Bagi Pengembangan Ekonomi Kelautan dan Konektivitas Antarpulau
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas