INDONEWS.ID

  • Minggu, 11/10/2020 17:45 WIB
  • Fahri Sebut UU Ciptaker Hasil `Deal-deal` Politik Ketum Parpol

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Fahri Sebut UU Ciptaker Hasil `Deal-deal` Politik Ketum Parpol
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah(Foto:Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah menyatakan tak mau terjebak menyikapi pro kontra Omnibus Law UU Cipta Kerja yang muncul di publik.

Menurutnya, semua pihak yang menolak maupun mendukung UU tersebut dikendalikan ketua umum partai politik (parpol) yang melakukan `deal-deal politik` dan mengambil untung dari peristiwa ini.

Baca juga : Kata Fahri Hamzah, Oposisi yang Kuat Akan Membantu Kinerja Pemerintah

Belum ada tanggapan atau komentar dari Ketua Umum Partai Politik ataupun Partai Politik terkait tudingan Fahri. 

"Saya tidak mau terjebak dengan kemarahan, baik yang mengklaim bersama rakyat maupun tidak. Itu semua orang-orangnya dikendalikan parpol, tidak dikendalikan aspirasi rakyat," ucap Fahri melalui keterangan tertulis mengutip CNNIndonesia.com, Minggu (11/10).

Baca juga : Prabowo-Gibran Unggul di Pilpres 2024, Fahri Hamzah Berharap Seluruh Elemen Bangsa Bisa Tenang dan Berdamai

Fahri menuturkan, apabila ada parpol yang semula mendukung UU Ciptaker lalu mendadak di pihak rakyat dengan menolak hal itu juga tak lepas dari kendali parpol masing-masing.

Ia menilai, penolakan terhadap UU Cipta Kerja itu bukan murni aspirasi rakyat melainkan hanya mempertimbangkan untung rugi sebuah peristiwa politik.

Baca juga : Terima Delegasi Kongres AS, Menko Airlangga: UU Ciptaker Buka Keran Kerjasama di Berbagai Area Ekonomi

Mantan Wakil Ketua DPR ini mengatakan, independensi seorang anggota DPR tak ada lagi karena sudah digantikan peran parpol.

"Ketum, waketum, sekjen, bendum sangat powerful sekali, tinggal  telepon kalau ada transaksi. Konstituensi menjadi tidak penting lagi ketika sudah dikendalikan parpol. Ini seperti lingkaran setan," katanya.

Fahri mengatakan, mata rantai lingkaran setan ini harus diputus karena parpol telah mengangkangi pejabat publik, mengendalikan anggota DPR, hingga presiden.

Menurutnya parpol telah melakukan kegiatan subversif terhadap kedaulatan rakyat. Padahal semestinya parpol menjadi think thank atau pemikir yang berkontribusi pada bangsa, bukan mengendalikan wayang-wayang politik yang dipilih rakyat.

"Kendali parpol bukan hanya di legislatif, tapi juga di eksekutif. Wali kota, bupati, gubernur, bahkan juga presiden ditekan. Ini semua harus dihentikan, tidak ada lagi yang harus menjadi petugas partai," ujarnya.

Akibatnya, lanjut Fahri, DPR saat ini mengalami krisis kepercayaan yang luar biasa akibat pengesahan UU Cipta Kerja yang begitu cepat.

Tak dipungkiri jika kemudian peran DPR dipertanyakan menjadi wujud kedaulatan rakyat atau sekadar mewakili kepentingan parpol atau lainnya.

"Kita tidak tahu anggota DPR ini bekerja untuk rakyat atau kepentingan lain. Ini krisis besar parpol, krisis besar lembaga perwakilan. Kita tidak tahu madzab atau falsafah di belakang Omnibus Law ini, tiba-tiba menjadi rencana dalam program legislasi nasional, dan tiba-tiba sudah disahkan jadi undang-undang," jelasnya.

Lebih lanjut Fahri mengatakan, pengesahan UU Ciptaker ini bisa menjadi yurisprudensi untuk mengajukan gugatan ke pengadilan guna memutus mata rantai lingakaran setan kekuatan parpol di legislatif dan eksekutif.

Menurutnya, keterlibatan parpol dalam pembahasan berbagai kebijakan ini sudah terlalu besar.

"Saya sedih melihat DPR dan pemerintah terlalu cepat membohongi rakyat, sehingga Omnibus Law ditolak rakyat di mana-mana," pungkas Fahri.

Sebelumnya, pengesahan UU Cipta Kerja dipercepat dalam sidang paripurna 5 Oktober lalu.

Sebanyak tujuh fraksi setuju dengan pengesahan tersebut, dua lainnya yakni Demokrat dan PKS menolak.

Adapun tujuh fraksi yang menyetujui yakni PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, NasDem, PAN, dan PPP.

Saat paripurna, Demokrat memilih untuk walk out dari pembahasan.

Penolakan pun muncul dengan berbagai aksi demonstrasi yang berujung ricuh di sejumlah daerah.

Puncaknya, terjadi kericuhan dalam aksi demonstrasi di Jakarta 8 Oktober lalu. Sejumlah pos polisi dan halte bus Transjakarta dibakar.

Sementara ribuan orang yang ikut aksi ditangkap polisi.*

Artikel Terkait
Kata Fahri Hamzah, Oposisi yang Kuat Akan Membantu Kinerja Pemerintah
Prabowo-Gibran Unggul di Pilpres 2024, Fahri Hamzah Berharap Seluruh Elemen Bangsa Bisa Tenang dan Berdamai
Terima Delegasi Kongres AS, Menko Airlangga: UU Ciptaker Buka Keran Kerjasama di Berbagai Area Ekonomi
Artikel Terkini
Pemprov Papua Barat Daya Serahkan Bantuan Mobil Angkutan Umum untuk Pedagang Mama Papua di Maybrat
Rapat Koordinasi Nasional Bahas Netralitas ASN dalam Pilkada Serentak 2024
Evaluasi Penanganan Pengungsi di Maybrat Menunjukkan Kemajuan Signifikan
Kebun Rimsa PTPN IV Regional 4 Bantu Sembako Dua Panti Asuhan
Santri dan Santriwati Harus Mengisi Ruang Dakwah dengan Nilai yang Penuh Toleransi
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas