INDONEWS.ID

  • Rabu, 14/10/2020 10:45 WIB
  • Ahli Hukum Tata Negara Sebut UU Cipta Kerja Cacat Formil karena Ada Perubahan Substansi

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Ahli Hukum Tata Negara Sebut UU Cipta Kerja Cacat Formil karena Ada Perubahan Substansi
Mahasiswa Demonstrasi menolak Omnibus Law. (Foto : istimewa)

Jakarta, INDONEWS.ID - Wakil Ketua DPR RI, Aziz Syamsuddin membenarkan banyaknya versi naskah UU Cipta Kerja yang beredar di publik. Perbedaan ini karena proses perubahan ukuran kertas yang dipakai.

Namun berdasarkan temuan awak media dan para ahli tata negara, ternyata perubahan tak hanya pada format halaman namun juga pada isi atau substansi undang-undang.

Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, mengatakan perubahan substansi seharusnya tidak boleh terjadi setelah DPR menyetujui sebuah undang-undang.

"Mengubah isi (substansi) UU setelah UU disetujui adalah bentuk cacat formil," kata Bivitri dikutip Tempo, Selasa, 13 Oktober 2020.

Bivitri mengatakan bahwa Pada Senin, 5 Oktober 2020 lalu, Dewan Perwakilan Rakyat dan presiden menyetujui Undang-Undang ini, bukan mengesahkan. Pengesahan adalah ketika presiden resmi menandatangani Undang-Undang tersebut.

Meski belum disahkan, perubahan saat Undang-Undang sudah disetujui, adalah bentuk pelanggaran. Apalagi Bivitri mengatakan ada perbedaan besar dalam penggunaan kata "diatur dengan peraturan pemerintah" dengan "diatur dalam peraturan pemerintah".

Bivitri mengatakan penggunaan "diatur dalam" itu artinya beberapa peraturan turunan bisa diakomodir dalam satu peraturan pelaksana. Sedangkan "diatur dengan", berarti peraturan turunan harus diatur secara khusus dalam satu peraturan pelaksana.

"Dasarnya UU 12/2011 sebagaimana diubah dengan UU 15/2019 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan Lampiran 2 butir 205," kata Bivitri.

Diketahui, Wakil Ketua DPR RI, Aziz Syamsuddin, mengatakan DPR akan mengirimkan salinan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi hari ini, Rabu, 14 Oktober 2020.

Azis mengatakan naskah final UU Cipta Kerja yang bakal diserahkan ke Presiden Jokowi setebal 812 halaman. Rinciannya 488 halaman berupa undang-undang dan sisanya bagian penjelasan.

Aziz membenarkan jika banyak versi naskah UU Cipta Kerja yang beredar di publik. Perbedaan ini karena proses perubahan ukuran kertas yang dipakai. "Itu adalah mekanisme pengetikan dan editing tentang kualitas dan besarnya kertas yang diketik," tuturnya, Selasa, 13 Oktober 2020.

Ia menuturkan kertas yang digunakan saat pembahasan tingkat I di Badan Legislasi DPR dan pembahasan tingkat II atau Sidang Paripurna berbeda. Ketentuan sidang paripurna mengatur pengetikan menggunakan kertas jenis legal.

"Sehingga besar dan tipisnya setelah dilakukan pengetikan secara final berdasarkan legal drafter yang sudah ditentukan. Total 812 halaman berikut undang-undang dan penjelasannya," ucap politikus Golkar itu.

Naskah final UU Cipta Kerja sempat menjadi pembicaraan lantaran yang beredar di publik berbeda-beda. Menjelang rapat paripurna DPR RI pada 5 Oktober 2020, sejumlah awak media menerima salinan UU Cipta Kerja berjumlah 905 halaman. Empat hari kemudian muncul salinan lain setebal 1.052 halaman.

Tidak hanya dua, belakangan beredar lagi naskah UU Cipta Kerja dengan judul "RUU CIPTA KERJA - KIRIM KE PRESIDEN" dengan 1.035 halaman. Setelah itu, muncul naskah 812 halaman yang bakal diberikan ke Presiden.

Dari keempat naskah yang beredar ini, DPR hanya mengakui tiga. Yaitu 905 halaman, 1.035 halaman, dan terakhir 812 halaman. Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar mengatakan tidak tahu menahu soal naskah 1.052 halaman.*(Rikard Djegadut).

Artikel Terkait
Artikel Terkini
Mendagri Resmi Lantik 5 Penjabat Gubernur
Kak Wulan Bikin Petani Mawar Nganjuk Punya Harapan Baru
PNM Peduli, Gerak Cepat Bantu Bencana Banjir Bandang dan Lahar Dingin Sumatera Barat
Pj Bupati Maybrat Sambut Kedatangan Tim Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Tips Memilih Jasa Pengurusan Visa
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas