INDONEWS.ID

  • Rabu, 10/03/2021 10:41 WIB
  • Revisi UU ITE Tidak Masuk Prolegnas 2021, Koalisi Minta Masyarakat Dorong Terus Revisi Total

  • Oleh :
    • very
Revisi UU ITE Tidak Masuk Prolegnas 2021, Koalisi Minta Masyarakat Dorong Terus Revisi Total
Revisi UU ITE. (Foto: Ilustrasi)

Jakarta, INDONEWS.ID – Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dalam Rapat Kerja (Raker) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di kompleks MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (9/3/2021) kemarin menjelaskan alasan pemerintah belum mengajukan revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ke DPR. Pemerintah beralasan karena masih membahas dan mendengarkan pendapat publik (public hearing).

"RUU ITE lagi dibahas dan dilakukan public hearing karena terkait dengan RUU pidana (RKUHP) yang sudah dibahas mendalam. Dalam rangkaian ini karena kita sudah punya preseden," kata Yasonna.

Baca juga : Sidang Ketiga Gugatan 11 Triliun, Kemenkeu dan Bank Indonesia Hadir Tanpa Kelengkapan Administrasi

Ia menjelaskan bahwa revisi UU ITE bisa saja menyusul untuk masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.

Hal itu, menurutnya, karena Prolegnas dievaluasi per semester sehingga perlu melihat perkembangan selanjutnya apabila ingin memasukkan revisi UU ITE dalam Prolegnas 2021.

Baca juga : UU DKJ, Masa Depan Jakarta Sebagai Pusat Perdagangan Global

"Kebijakan kita adalah prolegnas dievaluasi per semester maka lihat perkembangan selanjutnya (rencana memasukkan RUU ITE dalam Prolegnas 2021)," ujarnya.

Menanggapi tidak masuknya revisi UU ITE dalam prioritas Prolegnas 2021 tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan sangat menyesalkannya.

Baca juga : Kementerian PANRB Segera Gelar Pemantauan Keberlanjutan dan Replikasi Inovasi Pelayanan Publik

“Koalisi menyesalkan tidak dimasukkkannya Revisi UU ITE dalam prioritas tahun 2021, sekalipun sudah menduga memang pemerintah dan DPR tidak cukup serius ingin melakukan revisi UU ITE,” ujar Koalisi Masyarakat Sipil di Jakarta, melalui siaran pers pada Selasa (9/3).

Namun, koalisi tetap meminta masyarakat agar tidak surut untuk mendorong revisi total UU ITE karena ini prioritas penting untuk memperbaiki sistem hukum pidana dan siber di Indonesia, serta menegakkan keadilan.

Kemarin, sejumlah anggota Koalisi Masyarakat Sipil memenuhi undangan Kementerian Polhukam Republik Indonesia untuk memberi masukan kepada Tim Kajian Revisi UU ITE yang dikepalai oleh Dr. Sigit Purnomo dari Kedeputian III Polhukam. Koalisi meminta Tim Kajian Polhukam RI untuk merevisi total UU ITE.

Pertemuan ini terbagi atas dua sesi, yaitu sesi pagi yang dihadiri perwakilan dari Koalisi yaitu SAFEnet dan IJRS. Sedang sesi siang dihadiri LeIP, ICJR, ELSAM, dan Amnesty International Indonesia.

Pada sesi pagi, Damar Juniarto selaku Direktur Eksekutif SAFEnet menyampaikan dengan tegas bahwa pembuktian ketidakadilan UU ITE bisa ditemukan dengan mudah oleh Tim Kajian Revisi UU ITE dan bahkan ketidakadilan dan ketidakpastian masih terjadi sampai hari ini.

“Kemarin, kami baru saja mendampingi dua orang korban ketidakadilan akibat UU ITE dari Tiku V Jorong Sumatera Barat, yaitu Andi Putera dan Ardiman yang harus berhadapan dengan Ketua KAN yang telah merampas hak-hak warga. UU ITE justru menjerat mereka berdua yang menggunakan media sosial untuk  mendapatkan keadilan dengan pasal ujaran kebencian. Pendekatan restorative justice yang dikumandangkan Kapolri Listyo Sigit tidak berjalan di Polda Sumbar," papar Damar.

Damar juga menjelaskan bahwa pemerintah sebaiknya tidak berhenti pada membuat pedoman interpretasi UU ITE saja, tetapi betul-betul merevisi total 9 pasal bermasalah agar UU ITE menjadi Undang-undang yang lebih baik dalam mengatur kehidupan warga dengan kepastian hukum dan berkeadilan.

Sedangkan Andreas Nathaniel Marbun dari IJRS menjelaskan dalam pertemuan tersebut tentang sejumlah rumusan pasal yang tidak jelas dan tidak tegas di UU ITE yang melanggar prinsip dasar dalam hukum pidana yaitu lex certa, lex scripta, dan lex stricta.

Senada dengan sesi pagi, Jane Tedjaseputra dari LeIP memberi perhatian khusus pada keberadaan pasal 28 ayat 2 UU ITE. Sedang Erasmus Napitupulu sebagai Direktur Eksekutif ICJR menekankan apa saja pokok permasalahan pasal demi pasal di dalam UU ITE yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan multi-tafsir.

“Sulit untuk mengatakan persoalan utama UU ITE tidak pada perumusan delik-deliknya, khususnya untuk tindak pidana-tindak pidana konvensional yang ditarik masuk ke dalam UU ITE (cyber-enabled crime), seperti Pasal 27 (1), 27 (3), dan 28 (2) UU ITE beserta pemberatan ancaman pidana mencapi 12 tahun yang diatur dalam pasal 36 jo 51(2) UU ITE. Tumpang tindih pengaturan, ketidaksesuaian unsur pidana, dan ancaman pidana tinggi menjadi masalah utama. Untuk itu, ICJR menyampaikan jalan utama adalah melakukan Revisi terhadap UU ITE,” ujarnya.

Pendapat ICJR diperkuat lagi oleh Wahyudi Djafar selaku Direktur Eksekutif ELSAM dengan menegaskan bahwa persoalan-persoalan UU ITE tidak terbatas pada persoalan pidana saja, tetapi juga sejumlah pasal yang tidak sesuai dengan prinsip pengaturan internet dan perkembangan peran perusahaan teknologi.

 

Tiga Usulan kepada Pemerintah

Selanjutnya Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid memberi masukan agar kasus-kasus yang menunjukkan ketidakadilan dan saat ini tengah berjalan untuk dihentikan terlebih dahulu dengan mengeluarkan SP3 di tingkat kepolisian dan SKP2 di tingkat kejaksaan.

Usman Hamid mengatakan, selama menunggu kajian dan kepastian revisi UU ITE, segenap jajaran Kemenkopolhukam dapat menimbang tiga usulan berikut.

Pertama, dengan alasan kemanusiaan, mengusulkan ke Presiden untuk pemberian amnesti atau pembebasan tanpa syarat mereka yang dipenjara karena UU ITE dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap.

Kedua, merekomendasikan ke Kapolri untuk penerbitan SP3 oleh kepolisian untuk kasus-kasus tertentu ITE dan berdasarkan telaah bersama lembaga negara yang independen dan masyarakat sipil.

“Ketiga, merekomendasikan ke Jaksa Agung untuk penerbitan SKP2 oleh kejaksaan dengan alasan kepentingan umum,” pungkas Usman Hamid. (Very)

 

Artikel Terkait
Sidang Ketiga Gugatan 11 Triliun, Kemenkeu dan Bank Indonesia Hadir Tanpa Kelengkapan Administrasi
UU DKJ, Masa Depan Jakarta Sebagai Pusat Perdagangan Global
Kementerian PANRB Segera Gelar Pemantauan Keberlanjutan dan Replikasi Inovasi Pelayanan Publik
Artikel Terkini
Pj Bupati Maybrat Jajaki Kerjasama dengan Asdep Pengembangan Logistik Nasional
Bupati Tanah Datar Temui Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR RI
Sidang Ketiga Gugatan 11 Triliun, Kemenkeu dan Bank Indonesia Hadir Tanpa Kelengkapan Administrasi
UU DKJ, Masa Depan Jakarta Sebagai Pusat Perdagangan Global
Kementerian PANRB Segera Gelar Pemantauan Keberlanjutan dan Replikasi Inovasi Pelayanan Publik
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas