INDONEWS.ID

  • Selasa, 16/03/2021 22:51 WIB
  • Cabut FABA dari Limbah B3, Hadiah Terbesar untuk Infrastruktur Indonesia

  • Oleh :
    • very
Cabut FABA dari Limbah B3, Hadiah Terbesar untuk Infrastruktur Indonesia
Akademisi sekaligus peneliti FABA dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Januarti Jaya Ekaputri. (Foto: ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Pemerintah resmi mencabut FABA (Fly Ash dan Bottom Ash) dari daftar limbah B3 atau bahan berbahaya dan beracun. FABA merupakan klasifikasi dari limbah padat hasil pembakaran batubara di kawasan PLTU dan industri bahan baku konstruksi.

Akademisi sekaligus peneliti FABA dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Januarti Jaya Ekaputri mengatakan hal ini merupakan sesuatu yang baik bagi Indonesia dari kacamata pembangunan infrastruktur, katanya dalam program “Spesial Polemik Radio MNC Trijaya”, pada Selasa (16/3).

Baca juga : Menko Airlangga: Indonesia Percepat Pembangunan Ekonomi Dengan Reformasi Struktural dan Tingkatkan Daya Saing

“Ini adalah hadiah terbesar buat Indonesia. Saya melihat dari kacamata bangsa dan negara ini dari sisi infrastruktur. Kalau dari sisi infrastruktur pembangunan jalan massif banget, kalau ini (FABA) bisa dimanfaatkan, alangkah hebatnya Indonesia,” katanya seperti dikutip dari siaran pers.

Menurut Januarti, keputusan ini tetap perlu diawasi dan dikontrol dari segi regulasi. Hal ini dilakukan untuk memanfaatkan potensi FABA agar bisa digunakan sebaik mungkin. Selain itu, Januarti yang pernah melakukan penelitian terkait FABA menuturkan bahwa limbah jenis ini berbahaya ketika dalam jumlah yang sangat banyak.

Baca juga : Lembaga Pemeringkat Moodys Pertahankan Rating Kredit Indonesia sebagai Negara Layak Tujuan Investasi dengan Outlook Stabil

“Misalnya kita anggapannya nasi. Nasi kan tidak berbahaya, tetapi kita dipaksa makan sekali duduk 50 kg, nah itu kan jadi berbahaya. Sekarang pertanyaannya apakah nasi itu beracun? Nasi itu tidak beracun. Tetapi kalau dalam jumlah besar mungkin berbahaya,” jelas Januarti.

Dosen ITS Surabaya tersebut tidak memungkiri bahwa jumlah limbah yang dihasilkan memang besar, maka itu perlu ada pengawasan dan regulasi dari pemerintah. Namun dia menegaskan bahwa, limbah FABA tidak beracun dan bisa dimanfaatkan dengan baik.

Baca juga : J&T Cargo Beri Penghargaan Best Service Otlet

 

Tutup Celah Praktek Mafia

Sementara itu, Pakar kebijakan publik, Agus Pambagio, menilai keputusan ini tepat karena FABA mempunyai banyak manfaat sehingga bisa dijadikan sebagai teknologi baru.

“Sebelumnya FABA itu jumlahnya banyak dan sulit dikendalikan sehingga dimasukan ke dalam kategori limbah B3. Tetapi seiring berkembangnya teknologi, FABA ternyata bisa diolah kembali menjadi sesuatu yang berguna,” ujar Agus dalam acara yang sama.

Agus menambahkan, pencabutan FABA dari daftar limbah B3 juga bisa mempersempit ruang gerak mafia yang “bermain” dalam pengelolaan limbah, sehingga berpotensi merugikan pengelola Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

“Tempat pengelolaan limbah itu seluruhnya ada di Pulau Jawa. Jika PLTU-nya ada di Papua atau Sulawesi maka harus diangkut ke pulau Jawa dengan menghabiskan ongkos yang banyak. Jika menimbun limbah terlalu lama, ada hukumannya seperti denda berkisar satu sampai tiga miliar rupiah, sehingga PLTU harus selalu mencari tanah kosong yang baru untuk limbah agar tidak tertimbun tinggi. Sementara untuk mengelola FABA dibutuhkan pembuatan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dengan biaya hingga 400 jutaan, disinilah timbulnya praktik mafia,” ujar Agus.

Namun dengan kebijakan baru pemerintah, pengelolaan FABA kini bisa lebih mudah karena lagi tidak memerlukan dokumen Amdal.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah resmi mencabut Fly Ash and Bottom Ash (FABA) dari daftar limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) pada 2 Februari 2021 lalu. (Very)

 

Artikel Terkait
Menko Airlangga: Indonesia Percepat Pembangunan Ekonomi Dengan Reformasi Struktural dan Tingkatkan Daya Saing
Lembaga Pemeringkat Moodys Pertahankan Rating Kredit Indonesia sebagai Negara Layak Tujuan Investasi dengan Outlook Stabil
J&T Cargo Beri Penghargaan Best Service Otlet
Artikel Terkini
Amicus Curiae & Keadilan Hakim
Tiga Warga Meninggal Imbas Longsor dan Lahar Dingin Gunung Semeru
Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi di Kemenkopolhukam Bahas Situasi di Papua dan Permasalahan Tanah di Sumsel
Cegah Perang yang Lebih Besar, Hikmahanto Sarankan Menlu Retno untuk Telepon Menlu Iran Agar Tidak Serang Balik Israel
Menakar Perayaan Idulfitri dengan Kearifan Lokal Secara Proporsional
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas