INDONEWS.ID

  • Senin, 19/07/2021 17:45 WIB
  • INFID Sebut Vaksinasi C-19 di Indonesia Paling Lambat dan Rendah di Dunia

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
INFID Sebut Vaksinasi C-19 di Indonesia Paling Lambat dan Rendah di Dunia
INFID Research Fellow on Molecular Genetics, Biochemistry & Stem Cell Bilogy, Lily Widyastuti, PhD (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Selama beberapa pekan terakhir, Indonesia terus mencatatkan tren kenaikan kasus aktif covid-19 yang terus menukik tanpa menunjukkan tanda-tanda akan melandai. Sementara kasus hariannya selalu mencatatkan rekor tertinggi.

Pada Minggu (18/7) kemarin, selain kasus aktif harian, Indonesia juga mencatatkan rekor kematian akibat covid-19 tertinggi di Asia yakni mencapai 1.093 orang. Dengan demikian, total kasus kematian Covid-19 di RI tembus 73.582 orang.

Baca juga : Dewan Pakar BPIP Dr. Djumala: Pancasila Kukuhkan Islam Moderat, Toleran dan Hargai Keberagaman Sebagai Aset Diplomasi

Terkini, Indonesia mencatatkan kasus aktif Covid-19 mencapai 542,2 ribu yang menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus aktif tertinggi di Asia.

Di tengah melonjaknya kasus aktif covid-19 dengan angka kematian yang juga terus bertambah, program vaksinasi covid-19 juga berjalan dengan banyak catatan merah.

Baca juga : Perkuat Binwas Pemerintahan Daerah, Mendagri Harap Penjabat Kepala Daerah dari Kemendagri Perbanyak Pengalaman

INFID Research Fellow on Molecular Genetics, Biochemistry & Stem Cell Bilogy, Lily Widyastuti, PhD menyebut proses vaksinasi covid-19 di Indonesia adalah yang paling rendah di dunia. Sebab sejauh ini, hanya 6 persen dari total populasi Indonesia yang sudah divaksin dosis penuh.

"Sejauh ini, pemerintah telah memberikan sekitar 30 juta lebih dosis kepada masyarakat. Tapi sampai saat ini, hanya ada sekitar 15 juta penduduk Indonesia yang telah menerima vaksin dosis penuh yakni dua dosis vaksin," kata Lily dalam webinar bertajuk "Program Vaksinasi Covid-19 dan Keberpihakannya Bagi Kelompok Rentan" yang digelar INFID pada Senin (19/7/21).

Baca juga : Mendagri Resmi Lantik 5 Penjabat Gubernur, Ada Alumni SMAN 3 Teladan Jakarta

Menurut Lily, peluncuran vaksinasi di Indonesia dinilainya sangat lamban di awal yang disebabkan oleh berbagai faktor sebagai keharusan untuk menginpor vaksin, bahan-bahan baku untuk produksi secara massal.

Selain itu, menurutnya, Indonesia juga kekurangan infranstruktur yang memadai untuk mendistribusikan vaksin dan lan-lain untuk menjangkau wilayah-wilayah di Indonesia.

"Terus juga, ada banyak orang yang mau divaksin, tapi kebingungan tentang langkah-langkah apa yang harus dilakukan sebelum mendaftar untuk divaksin. Birokrasinya berbelit-belit. Belum lagi, masih ada sebagian besar dari masyarkat kita yang ragu-ragu untuk menerima vaksin dengan berbagai macam alasan," tutur Lily.

Namun sekarang, ungkapnya, setekah adanya outbreak dari varian delta, Indonesia punya problem baru yaitu meningkatnya antusiasme masyarakat untuk divaksin. Akan tetapi pemerintah tidak memiliki pasokan vaksin yang cukup dan tidak mendistribusikan vaksin secara merata ke seluruh nusantara.

"Jadi contah, vaksin lebih gampang didapatkan di pulau Jawa dan Bali ketimbang di pulau-pulau lain di Indonesia. Nah, di pulau Jawa sendiri ada beberapa provinsi yang baru-baru ini diprioritaskan oleh Presiden yaitu Jabar, Banten, dan Jateng guna meningkatkan kekebalan imunitas dan karena provinsi-provinsi ini adalah tulang punggung perekonomian Indonesia," imbuh Lily.

Pertanyaan di sini, ungkap Lily, apakah ini sebuah keputusan yang tepat memprioritaskan suatu wilayah di negeri ini sementara wilayah-wilayah lainnya juga membutuhkan vaksinasi yang sama untuk mencegah penularan dan kematian akibat covid-19.

"Apakah corona hanya akan menginfeksi pulau Jawa dan bukan pulau-pulau lain? Belum lagi kalau dipandang dari segi kemanusiaanya dan kebangsaan. Apakah semua orang yang tinggal di pulau Jawa ini "patut didahulukan keselamatannya" ketimbang orang-orang yang di luar Jawa?" tanya Lily.

Lebih lanjut, Lily menjelaskan terkait konsekuensi dari peluncuran vaksinasi yang lambat dan tingkat vaksinasi yang rendah. Pertama adalah tingkat kematian kasus yang relatif lebih tinggi (CFR) dibandingkan dengan negara-negara asean lainnya.

Kedua, jumlah kumulatif kematian tertinggi akibat covid-19. "Ketiga adalah rising rate of hospital bed occupancy (BOR) atau meningkatnya tingkat hunian tempat tidur rumah sakit yang mencapai 80 persen," pungkasnya.

Lebih jauh dalam mengakhiri pemaparannya, Lily membeberkan beberapa langkah yang dapat diambil pemerintah dalam mengatasi pandemi covid-19 dan memastikan program vaksinasi berjalan dengan baik di lapangan.

Pertama, Ia menyarankan agar pemerintah segera mengambil langkah cepat berupa memberikan vaksin covid-19 bagi orang dewasa maupun anak-anak yang ingin divaksin.

Kemudian, menambah pasokan vaksin covid-19 untuk memastikan semua orang Indonesia bisa memperoleh vaksin tanpa membeda-bedakan daerah.

"Vaksin diplomascy untuk memastikan ketersedian secara global semua jenis vaksin covid-19. Salah satunya adalah membebaskan hak paten dari vaksin tersebut," tutup Lily.

Artikel Terkait
Dewan Pakar BPIP Dr. Djumala: Pancasila Kukuhkan Islam Moderat, Toleran dan Hargai Keberagaman Sebagai Aset Diplomasi
Perkuat Binwas Pemerintahan Daerah, Mendagri Harap Penjabat Kepala Daerah dari Kemendagri Perbanyak Pengalaman
Mendagri Resmi Lantik 5 Penjabat Gubernur, Ada Alumni SMAN 3 Teladan Jakarta
Artikel Terkini
Dewan Pakar BPIP Dr. Djumala: Pancasila Kukuhkan Islam Moderat, Toleran dan Hargai Keberagaman Sebagai Aset Diplomasi
Perkuat Binwas Pemerintahan Daerah, Mendagri Harap Penjabat Kepala Daerah dari Kemendagri Perbanyak Pengalaman
Mendagri Resmi Lantik 5 Penjabat Gubernur, Ada Alumni SMAN 3 Teladan Jakarta
Mendagri Resmi Lantik 5 Penjabat Gubernur
Kak Wulan Bikin Petani Mawar Nganjuk Punya Harapan Baru
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas