Jakarta, INDONEWS.ID -- Presiden Joko Widodo dalam pidato Sidang tahunan Bersama MPR RI - DPR RI - DPD RI, Senin (16/8) mengatakan bahwa Indonesia berhasil melewati masa krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19. Bahkan Indonesia dipastikan sudah keluar dari resesi atau pertumbuhan yang terkontraksi pada kuartal-kuartal sebelumnya.
Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2021 berhasil tumbuh positif 7,07 persen. Angka ini meningkat dibandingkan periode sama tahun sebelumnya terkontraksi minus 5,32 persen.
"Resesi dan krisis yang datang bertubi-tubi dalam perjalanan setelah Indonesia merdeka, juga berhasil kita lampaui," kata Presiden Jokowi yang mengenakan pakaian khas Suku Badui.
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menganalogikan krisis, resesi, dan pandemi seperti api. Membakar dan sekaligus menerangi. Semua masalah adalah hal yang mesti dihindari. Namun, apabila kadung terjadi, haruslah menjadi keadaan yang mesti dijadikan pembelajaran.
"Kalau terkendali, dia menginspirasi dan memotivasi. Dia menyakitkan tapi sekaligus menguatkan. Kita ingin pandemi ini menerangi kita untuk mawas diri, memperbaiki diri, menguatkan dalam menghadapi tantangan masa depan," kata Jokowi.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun 2021 tumbuh 7,07 % yoy. Itu berarti ekonomi Indonesia sudah kembali ke zona positif setelah sebelumnya mengalami resesi.
Pertumbuhan tersebut seiring dengan produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku yang tercatat Rp 4.175,8 triliun. Kemudian, bila dilihat atas dasar harga konstan tercatat Rp 2.772,8 triliun.
Meski pertumbuhan ekonomi berhasil mencapai pertumbuhan yang tinggi, belum berarti Indonesia sudah kembali ke level pra pandemi Covid-19.
Beberapa lembaga melakukan perbandingan dan menemukan hasil bahwa Indonesia masih berada di posisi bontot untuk urutan negara yang mendekati level pra pandemi Covid-19.
Seperti dikutip Kontan.co.id, The Economist lewat indeks kenormalan global atau the global normalcy index yang diupdate per 10 Agustus 2021, menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-47 dari 50 negara yang akan kembali ke kondisi normal atau sebelum pandemi Covid-19, dengan indeks 48,1.
Survei The Economist ini mencakup 50 negara dengan perekonomian terbesar yang menyumbang 90% dari PDB global dan 76% dari populasi global.
Ukuran yang dipakai dalam survei ini ada 3 kelompok. Pertama, terkait transportasi dan perjalanan (transportation and travel) seperti transportasi publik di kota-kota besar, jumlah perjalanan dalam kota, dan jumlah penerbangan internasional dan domestik.
Ukuran kedua adalah terkait rekrasi dan hiburan (recreation and entertainment). Seperti berapa lama waktu yang dibutuhkan masyarakat untuk berada di luar rumah, pendapatan bioskop yang bisa diukur dengan kedatangan masyarakat ke bioskop, dan kedatangan di pertandingan olahraga profesional.
Indikator ketiga, kegiatan ritel dan tempat kerja, seperti jumlah kunjungan di tempat perbelanjaan dan jumlah orang yang bekerja di kantor-kantor.
Ekonom senior Rizal Ramli menyebutkan bahwa The Economist lewat indeks kenormalan global 10 Agustus 2021, menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-47 dari 50 negara yang akan kembali ke kondisi normal atau sebelum pandemi Covid-19, dengan indeks 48,1.
Demikian juga Bloomberg pada 28 Juli 2021, melakukan survei negara terbaik dan terburuk untuk dibuka. “Dari 53 negara, Indonesia menduduki tempat paling bontot, alias di posisi ke-53. Atau dengan kata lain, Indonesia memiliki ketangguhan dalam menghadapi Covid-19 yang buruk. Sehingga, Indonesia masih menjadi negara yang belum bisa ‘dibuka kembali’,” ujarnya.
“The Nikkei COvid-19 Recovery Index pada 7 Juli 2021: dari 120 negara yang disurvei, Indonesia menduduki peringkat 110 dengan total skor hanya 31,0 dari skor tertinggi 90,” pungkasnya. (*)