Jakarta, INDONEWS.ID -- Seiring dengan situasi politik di Afghanistan yang masih belum menentu, di Indonesia terjadi diskursus terkait Taliban memegang tampuk kepemimpinan di Afghanistan.
Diskursus berpusar sekitar apakah Taliban telah berubah atau belum sejak 2001 sejak terakhir memegang kekuasaan di Afghanistan.
Menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana, diskurus di Indonesia tersebut tidak berdampak apapun terhadap situasi di Afghanistan. Setidaknya, katanya, ada tiga alasan untuk hal tersebut.
"Pertama hingga saat ini politik di Afghanistan masih belum menentu dan sangat cair tentang siapa yang memegang kendali pemerintahan,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (22/8).
Rektor Universitas Jenderal A Yani mengatakan bahwa Taliban memang sudah menguasai berbagai wilayah bahkan Ibu Kota, namun hal tersebut tidak berarti tampuk pemerintahan serta merta memegang pemerintahan di Afghanitan.
Hal ini karena dalam tubuh Taliban terdapat sejumlah faksi, disamping pada saat ini ada kelompok-kelompok yang hendak melakukan perlawanan terhadap Taliban dengan kekerasan.
Kedua, diskurus harus dihentikan karena publik seharusnya menghormati kedaulatan Afghanistan.
Publik, kata Hikmahanto, tidak dapat memaksa pemerintah untuk mengakui Taliban sebagai pemerintah di Afghanistan bila di dalam negeri Afghanistan sendiri masih berlangsung perebutan kekuasaan, baik secara damai ataupun melalui kekerasan.
Bila pemerintah melakukan pengakuan terhadap satu kelompok maka pemerintah akan dianggap turut campur dalam urusan dalam negeri negara lain.
Alasan terakhir, katanya, yaitu yang menentukan dan merasakan langsung apakah Taliban telah berubah atau belum adalah rakyat di Afghanistan, bukan rakyat di Indonesia.
“Bila rakyat di Afghanistan masih diselumuti rasa takut, panik dan kekhawatiran yang luar biasa yang diwujudkan dengan keinginan keluar dari Afghanistan maka dalam persepsi masyarakat Afghanistan Taliban masih belum berubah,” katanya.
Karena itu, merupakan tugas Taliban untuk meyakinkan masyarakat di Afghanistan untuk meyakinkan bahwa mereka telah berubah.
Diskursus telah berubah atau belumnya Taliban selain kurang tepat justru berpotensi untuk memecah belah persatuan dan kesatuan. “Kecuali memang digunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai komoditas politik untuk menyerang pemerintah,” pungkasnya. (*)