INDONEWS.ID

  • Minggu, 14/11/2021 09:47 WIB
  • Aturan Harga Tes PCR Digugat, Tim Advokat: Harusnya Tanpa Beban untuk Masyarakat

  • Oleh :
    • very
Aturan Harga Tes PCR Digugat, Tim Advokat: Harusnya Tanpa Beban untuk Masyarakat
Tes PCR. (Foto: Ilustrasi Suara.com)

Jakarta, INDONEWS.ID – Pada 1 November 2020, sejumlah advokat yang tergabung dalam Tim Advokasi Supremasi Hukum resmi mengajukan uji materiil terkait penetapan harga tes polymerase chain reaction (PCR) ke Mahkamah Agung (MA).

Juru Bicara Tim, Richan Simanjuntak, mengatakan penetapan harga oleh Kementerian Kesehatan terhadap harga PCR selama ini bertentangan dengan UU Kesehatan dan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Baca juga : Gelar Rapat Internal di Istana, Indonesia Semakin Siap Berproses Menjadi Anggota OECD

Seperti diketahui, pada 27 Oktober 2021 lalu Kemenkes resmi menurunkan harga layanan tertinggi dari Rp495 ribu (Pulau Jawa-Bali) dan Rp525 ribu (luar Jawa- Bali) menjadi Rp 275 ribu untuk Jawa Bali dan Rp 300 ribu untuk luar Jawa Bali. Keputusan tersebut dituangkan dalam Surat Edaran Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/3843/2021 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT PCR.

Richan mengatakan surat edaran tersebut memberatkan para pemohon, termasuk masyarakat Indonesia karena pelayanan tes PCR dinilai merupakan pelayanan kesehatan tanggap darurat yang seharusnya ditanggung sepenuhnya oleh APBN maupun APBD.

Baca juga : Di Hadapan Media Jerman, Menko Airlangga Sebut Investasi Tidak Memiliki Bendera, Indonesia Membuka Peluang Investasi dari Semua Pihak

"Jadikanlah RT PCR itu tanpa beban kepada masyarakat," katanya seperti dikutip Tempo.co.

Menurut Richan, perintah ini sudah tercantum dalam Pasal 82 UU Kesehatan. Bunyi pasal tersebut yang berbunyi “Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana”.

Baca juga : Menjadi Backbone Agenda Transformasi, Pemerintah Terus Akselerasi Pengembangan Proyek Strategis Nasional

Selanjutnya dijelaskan bahwa Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan kesehatan pada tanggap darurat dan pascabencana.

Karena bertentangan dengan UU Kesehatan, kata Richan, maka surat edaran ini juga otomatis bertentangan dengan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sebab, surat edaran ini bentuknya seolah-olah seperti peraturan (regeling) yang mengikat dan berlaku umum.

"Ini menimbulkan kebingungan dan kepastian hukum sehingga layak dicabut karena telah melebihi dari kedudukannya sebagai surat edara," kata Richan.

Richan mengatakan, pemerintah wajib menjamin pelayanan kesehatan termasuk biaya tes PCR tanpa kecuali dengan alasan apapun. Pemerintah, juga katanya, harus mampu mengelola kemakmuran rakyat, termasuk juga untuk biaya pelayanan kesehatan tanggap darurat dalam situasi bencana nonalam di Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2020. ***

 

Artikel Terkait
Gelar Rapat Internal di Istana, Indonesia Semakin Siap Berproses Menjadi Anggota OECD
Di Hadapan Media Jerman, Menko Airlangga Sebut Investasi Tidak Memiliki Bendera, Indonesia Membuka Peluang Investasi dari Semua Pihak
Menjadi Backbone Agenda Transformasi, Pemerintah Terus Akselerasi Pengembangan Proyek Strategis Nasional
Artikel Terkini
Pj Bupati Maybrat Sambut Kedatangan Tim Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Tips Memilih Jasa Pengurusan Visa
Rekomendasi Jasa Penerjemah Tersumpah Terbaik di Jabodetabek
Gelar Rapat Internal di Istana, Indonesia Semakin Siap Berproses Menjadi Anggota OECD
Di Hadapan Media Jerman, Menko Airlangga Sebut Investasi Tidak Memiliki Bendera, Indonesia Membuka Peluang Investasi dari Semua Pihak
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas