Jakarta, INDONEWS.ID - Sejarah sastra Indonesia yang fondasinya belum kokoh ditegaskan kembali oleh Ibnu Wahyudi dalam seminar yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah pada Jumat, 15 April 2022.
Pengajar FIB Universitas Indonesia tersebut menjadi pembicara bersama Yudiono KS, penyusun buku Pengantar Sejarah Sastra Indonesia (2010) dan pensiunan dosen Universitas Diponegoro.
Acara yang dibuka oleh Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah, Dr. Ganjar Harimansyah berlangsung seru meskipun dilangsungkan pada hari libur.
Yudiono KS lebih memberi gambaran umum mengenai sejarah sastra dan pentingnya data bagi penyusunan sejarah tersebut. Sementara itu, selain menyetujui pendapat Yudiono mengenai pentingnya data, Ibnu Wahyudi juga memaparkan khazanah sastra yang sejauh ini masih terlupakan atau bahkan belum dianggap.
Khazanah tersebut adalah karya-karya sastra yang terbit pada abad ke-19 yang jumlahnya cukup banyak. Sebagai karya-karya sastra pada umumnya, pada abad ke-19, khususnya sejak pertengahan abad, telah terbit buku puisi, prosa dan drama yang berjumlah sekitar 60-an karya.
Karena terbit di masa kolonial, tentu saja keindonesian dalam karya-karya tersebut belum tampak. Namun dari sisi kandungan modernitas dan wujudnya sebagai karya sastra, tidak mungkin dimungkiri bahwa sebagian karya-karya tersebut dapat dikatakan sebagai karya modern dan lebih maju dibandingkan situasi zamannya.
Ditegaskan oleh Ibnu Wahyudi bahwa modernitas yang tercermin adalah pada munculnya kesadaran untuk terbebas dari kebodohan maupun belenggu kolonialisme. Gambaran kemajuan sudah tersirat dalam sejumlah karya maka layaklah karya-karya masa ini dianggap sebagai bibit atau fondasi serta bagian tidak terpisahkan dari sastra Indonesia modern.*