Penulis : Prof Tjandra Yoga Aditama (Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara)
22 Juni kemarin tercatat hampir 2000 kasus baru COVID-19, pdhl 22 Mei kasus baru 227 orang dan 23 Mei 174 orang, jadi dalam 1 bulan naik sekitar 10 kali lipat, tinggi sekali dan jelas perlu kewaspadaan, setidaknya 5 hal.
Pertama, jelas COVID-19 masih "unpredictable", dan rendahnya jumlah test (dan pemeriksaan WGS) akan membuat kita makin sulit menilai perkembangan perangai virus. Ini juga sebabnya WHO menyebut ada 3 skenario virus di 2022 (base, best, worse), dan kita belum tahu mana yang akan terjadi.
Ke dua, masker di luar ruangan jelas masih perlu, setidaknya untuk yang ber risiko.
Ada dua jenis risiko penularan. Ke satu pada mereka yang lansia, komorbid, gangguan imun, ke dua pada keadaan dimana risiko penularan lebih besar (kerumunan banyak orang, kontak dengan mereka yang bergejala). Tentu prokes secara umum harus jadi perhatian.
Ke tiga, upaya surveilan ketat dan penyelidikan epidemiologi (PE) di lapangan jelas harus ditingkatkan, sebagai salah satu dasar utama pengendalian outbreak. Kalau bisa semua atau hampir semua kasus baru tersedia data dari mana dan bagaimana sehingga sampai tertular.
Ke empat, vaksinasi lengkap kita masih 60an persen (nomor dua terendah di ASEAN, hanya di atas Myanmar), dan booster bahkan masih 23an persen. Jelas harus ada upaya khusus untuk ditingkatkan.
Ke lima, sudah ada negara yang melaporkan kenaikan kasus berat yang di rawat di rumah sakit. Jadi, walaupun di anggap BA.5 dan BA.4 ini secara umum lebih ringan, tetapi masyarakat yang akhirnya masuk RS harus terjamin perawatannya. Kita juga belum sepenuhnya tahu tentang ada tidaknya dampak jangka panjang pada ribuan orang yang di bulan Juni ini sudah tertular COVID-19.