INDONEWS.ID

  • Jum'at, 08/07/2022 16:02 WIB
  • DIPLOMASI PANCASILA DI G20 BALI

  • Oleh :
    • luska
DIPLOMASI PANCASILA DI G20 BALI

Oleh : Darmansjah Djumala

Menteri Luar Negeri anggota G20 saat ini sedang berkumpul di Bali, 7-8 Juli. Ini adalah pertemuan pertama menteri luar negeri G20 sejak Indonesia memegang Presidensi G20. Masyarakat internasional menaruh perhatian besar kepada pertemuan ini. Sebab, ini  pertemuan pertama menlu G20 pasca Rusia menginvasi Ukraina. Banyak pihak harap-harap cemas terhadap hasil pertemuan ini. Terlepas dari  apa hasil pertemuan, dunia mencatat pertemuan di Bali ini adalah forum pertama dimana Menlu AS Blinken dan sekutu Baratnya menghadiri pertemuan internasional bersama Menlu Rusia. 

Dalam takaran kerja diplomasi, mempertemukan dua seteru bukan pekerjaan mudah. Perlu kesabaran dan keteguhan, sekaligus keluwesan. Dalam konteks konflik Rusia-Ukraina, sejak awal sudah terbaca oleh publik bahwa ada keterbelahan di antara anggota PBB.  Ada pro dan kontra.

Keterbelahan opini juga terjadi dalam wacana kehadiran Putin dan Biden di KTT G20 November nanti. Bahkan banyak pihak berspekulasi, akibat perbedaan sikap yang diametral, pertemuan tingkat menlu yang sekarang berlangsung inipun tidak akan terjadi. Tapi ternyata semua menlu G20 hadir. Bahwa sekarang ini dunia menyaksikan semua menlu G20 hadir di Bali, itu sudah merupakan capaian diplomasi Indonesia. 

Kerja diplomasi memiliki dua elemen penting: prosedur dan substansi. Dalam hal prosedur, diplomasi itu intinya adalah tata cara dalam melakukan komunikasi dan dialog. Pakar komunikasi sering mengatakan, dalam penyelesaian konflik, jika ada komunikasi antara dua pihak berseteru itu berarti setengah pekerjaan selesai.  Sebelum AS dan sekutunya serta Rusia memutuskan hadir,  bisa dipastikan Menlu Retno dan mesin diplomasinya bekerja dalam senyap: melobby dan meyakinkan rekannya untuk hadir di Bali. Dalam pergaulan internasional Indonesia terlanjur dikenal sebagai negara yang konsisten dengan prinsip non-blok dan bebas aktifnya. Dengan prinsip itu Indonesia dianggap ikhlas dalam menengahi konflik, honest broker, sehingga menuai trust, kepercayaan. 

Dengan citra seperti itulah Indonesia menjalankan diplomasinya.  Mempersatukan yang terbelah, medekatkan yang terpisah. Itu bisa dilakukan karena ada komunikasi dan dialog untuk musyawarah  mencapai mufakat.  Kemampuan untuk meyakinkan sahabat dengan cara dialog dan musyawarah itu adalah DNA diplomasi Indonesia. Dari mana DNA itu berasal-muasal? Tiada lain, itu adalah derivasi nilai musyawarah dan mufakat seperti dititahkan oleh sila ke-4 Pancasila. 

Dari aspek substansi,  Indonesia membawa dua isu utama:   penguatan sistem multilateralisme, serta krisis pangan dan energi global.   Dalam berapa tahun terakhir multilateralisme dalam ancaman.  Beberapa negara meninggalkan kesepakatan multilateral. Multilateralisme sejatinya forum untuk menyelesaikan masalah bersama melalui dialog dan musyawarah untuk mencapai mufakat. Tatkala Menlu AS dan Menlu Rusia mau hadir di Bali, boleh jadi itu hasil dari pendekatan Indonesia yang memang menggunakan pendekatan dialog dan musyawarah. Dialog dan musyawarah bukan barang baru bagi Indonesia. Budaya dialog dan musyawarah pun sudah jadi DNA bangsa Indonesia, seperti termaktub dalam sila ke-4 Pancasila. Nilai itulah yang  kini terefleksi dalam diplomasi Indonesia di G20 Bali. Mulanya kedua seteru tak sudi bertemu, kini keduanya berada dalam satu forum di Bali. 

Pilihan isu krisis pangan global sungguh tepat waktu. Akibat konflik Rusia-Ukraina, rantai pasok pangan dunia mengalami disrupsi akibat diblokadenya jalur transportasi laut di Laut Hitam oleh Rusia. Akibatnya harga pangan dunia naik dan terjadi inflasi. Para elit berperang demi kekuasaan dan kepentingan. Tapi dimana pun perang terjadi pada akhirnya rakyat jua yang menderita tak terperi.  Disini nurani kemanusiaan terusik. Indonesia mengangkat isu krisis pangan global didorong oleh rasa kemanusiaan ini, seperti disabdakan sila ke-2 Pancasila. 

Ketika AS dan sekutu Baratnya bersama Rusia dan anggota G20 lain hadir di Bali, sejatinya dunia menyaksikan Indonesia sedang memainkan jurus diplomasinya yang “sangat Indonesia”, khas budaya Nusantara, yaitu menyelesaikan masalah melalui dialog dan musyawarah dengan nilai kemanusiaan. Itulah sejatinya diplomasi yang dituntun oleh nilai-nilai luhur Pancasila. (Penulis adalah Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri; Dosen Hubungan Internasional FISIP Unpad, Bandung).

 

Artikel Terkait
Artikel Terkini
Kak Wulan Bikin Petani Mawar Nganjuk Punya Harapan Baru
PNM Peduli, Gerak Cepat Bantu Bencana Banjir Bandang dan Lahar Dingin Sumatera Barat
Pj Bupati Maybrat Sambut Kedatangan Tim Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Tips Memilih Jasa Pengurusan Visa
Rekomendasi Jasa Penerjemah Tersumpah Terbaik di Jabodetabek
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas