INDONEWS.ID

  • Jum'at, 04/11/2022 16:31 WIB
  • AMR, silent pandemi

  • Oleh :
    • luska
AMR, silent pandemi

 

Penulis : Prof Tjandra Yoga Aditama (Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI / Guru Besar FKUI, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Mantan Kabalitbangkes)

Baca juga : Visiting Professor Pandemi: Dunia Harus Siap

Pada 2 November 2022 saya menjadi moderator pada Talkshow yang dselenggarakan oleh Direktorat Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian Kementerian Kesehatan. Acara dalam rangka Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke 58 ini dibuka oleh Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan dan membahas berbagai aspek AMR, atau “antimicrobial resistance”.

Setidaknya ada lima hal tentang AMR yang perlu kita ketahui. Pertama, kini dunia -dan juga Indonesia- memang menghadapi AMR, yaitu situasi dimana terdapat bakteri, virus, jamur dan parasit yang berubah dalam perjalanan waktu dan tidak dapat lagi diatasi dengan obat antimikroba. Ke dua, karena obat-obat tidak mempan lagi membunuh bakteri/virus dll, maka ini dapat membuat penyakit menular tidak terkendali di masa datang, karena tidak ada obatnya lagi. Ke tiga, di dunia jumlah infeksi bakteri yang resisten ternyata berhubungan dengan hampir 5 juta kematian setiap tahunnya, dan lebih dari 1,2 juta kematian ini berhubungan langsung akibat AMR. Karena inilah maka AMR disebut “silent pandemi”

Baca juga : Tanggal 29 Februari 2024: Hari "Penyakit Jarang" se-Dunia

Ke empat, AMR dapat terjadi karena multi faktor, salah satu utamanya adalah perilaku meminium antibiotika yang tidak diperlukan. Demam batuk pilek misalnya, sebagian besar disebabkan virus, jadi tidak perlu antibiotika. Belum lagi kalau orang minum antibiotika tidak sesuai aturannya, yang harus lima hari misalnya tetapi karena 2 hari sudah merasa sembuh lalu dihentikan, akibatnya kumannya tidak mati dan hanya "sempoyongan" dan ketika bangun lagi maka ia jadi resisten/kebal terhadap antibiotika itu.

Ke lima, pengendalian AMR meliputi tiga hal. Ke satu, perilaku masyarakat untuk hanya konsumsi antibiotika kalau di resepkan dokter, tidak swa-medikasi. Ke dua, petugas kesehatan harus menegakkan diagnosis dan memberi pengobatan sesuai pedoman klinik yang benar, dan ke tiga perlu ada pendekatan One Health (Kesehatan Satu Bersama) karena AMR dapat juga berhubungan dengan konsumsi antibiotika pada hewan dan juga lingkungan yang tercemar limbah antimikroba.

Baca juga : 7 penyakit Pancaroba, Beberapa penyakit yang perlu diwaspadai selama musim pancaroba ini

AMR adalah masalah kita, AMR adalah “pandemi senyap”, kita semua perlu berupaya maksimal menangani hal ini agar tidak menjadi “pandemi beneran” berkepanjangan.

 

Artikel Terkait
Visiting Professor Pandemi: Dunia Harus Siap
Tanggal 29 Februari 2024: Hari "Penyakit Jarang" se-Dunia
7 penyakit Pancaroba, Beberapa penyakit yang perlu diwaspadai selama musim pancaroba ini
Artikel Terkini
Didik J Rachbini: Salim Said Maestro Intelektual yang Paling Detail dan Mendalam
Penyumbang Devisa Negara, Pemerintah Harus Belajar dari Drama Korea
Bupati Tanahdatar buka Grand Opening Sakato Aesthetic
Strategi Implementasi "Buku Teks Utama Pendidikan Pancasila", Menyemai Nilai Kebangsaan di Tengah Tantangan Zaman
Satgas Yonif 742/SWY Perkenalkan Ecobrick Kepada Para Murid Di Perbatasan RI- RDTL
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas