Jakarta, INDONEWS.ID - Kelompok takfiri selalu mengkafirkan umat Muslim lainnya yang tidak sepaham dengan mereka. Paham inilah yang sering digunakan kelompok radikaisme dan terorisme untuk menghalalkan aksi kekerasan dan terorisme.
Karena itu mencegah penyebaran paham yang berpotensi menimbulkan konflik sosial dan bertentangan nilai kebudayaan dan keragaman bangsa ini mutlak dilakukan.
“Kelompok takfiri itu memiliki karakteristik penting: klaim kebenaran tunggal dan mudah mengkafirkan orang lain. Mereka jadi duri dan bencana bencana bagi kehidupan beragama,” ujar Anggota Komisi VIII DPR RI KH Maman Imanulhaq di Jakarta, Selasa (31/1/2023).
Ia mengungkapkan, kelompok ini mempunyai sejarah panjang dalam dunia Islam, bahkan saat Nabi Muhammad SAW masih hidup. Mereka mudah menuduh orang lain yang berbeda dengan tuduhan sesat, syirik bahkan kafir sehingga memunculkan banyak sekali tragedi-tragedi kemanusiaan, kekerasan dan bahkan pembunuhan.
“Mereka punya ciri ahistoris, anti-dialog, dan menghalalkan kekerasan. Itu yang jadi sumber koflik di mana-mana,” imbuhnya seperti dikutip dari siaran pers Pusat Media Damai (PMD) BNPT.
Ironisnya, saat ini kelompok-kelompok itu sangat aktif melakukan propaganda di media sosial. Sejak era kelompok teroris Al-Qaeda sampai ISIS, media sosial dijadikan arena penyebaran ideologi takfiri dan paham-paham kekerasan lainnya.
Karena itu, Kang Maman, panggilan karibnya menyarankan, agar tidak mudah percaya konten-konten yang bersumber dari media sosial atau internet. Terutama konten-konten yang menggunakan ayat-ayat agama yang sepenggal-sepenggal.
“Lebih baik sebarkan konten-konten Islam ramah, Islam damai, dan Islam toleran, saat beraktivitas di medsos,” ajaknya.
Kang Maman menilai radikalisme itu bukan soal ajaran agama, tetapi pemahaman yang sempit, keliru, dan menyesatkan. Dari pemahaman yang sempit itulah radikalisme muncul dan itu bukan hanya penganut agama Islam, tetapi juga penganut agama-agama lain.
Dia mencontohkan seperti yang terjadi pada kasus seorang ustaz di Pamekasan beberapa hari kemarin. Dia dengan lantang memecah umat Islam melalui fitnah terhadap pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim As’yari terkait Maulid Nabi. Padahal, apa yang diucapkan ustaz tersebut tidak berdasar. Dan itu telah diakui saat ustaz tersebut kemudian meminta maaf.
Dari kasus itu, Kang Mamang menegaskan Islam mempunyai arti keselamatan dan perdamaian, nilai dan spirit Islam adalah perdamaian dan toleransi. Bukan saling menjelekkan, apalagi memfitnah sesama muslim.
“Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan. Dakwah Islam menyebarkan kasih sayang dan kebaikan serta rahmatan lil alamin,” tutur Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Karena itu, kata Kang Maman, ideologi-ideologi di atas tidak sesuai dengan Indonesia. Pasalnya, Indonesia adalah tempat keragaman agama, keyakinan, tradisi dan budaya bisa tumbuh subur dengan sikap toleransi, ramah dan gotong royong.
“Maka kelompok takfiri seperti khawarij dan wahabi garis keras gak cocok hidup di Indonesia. Mereka akan benturan di masyarakat seperti kasus di Pamekasan Madura kemarin,” jelas Pimpinan Pondok Pesantren Al-Mizan, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat ini.
Untuk itu, ia menyarankan perlu terus dilakukan edukasi di masyarakat oleh ormas seperti NU, Muhamadiyah, MUI, juga pesantren dan para dai tentang pentingnya sikap moderasi beragama dan toleransi. Menurutnya, moderasi beragama dan toleransi adalah warisan ampuh bangsa Indonesia, tidak hanya untuk generasi dulu dan sekarang, tetapi juga generasi masa depan.
Selain itu, Kang Maman juga meminta negara bersikap tegas terhadap kelompok takfiri. Ini penting karena sudah terbukti keberadaan mereka membuat banyak negara-negara Islam di Timur Tengah hancur akibat konflik agama berkepanjangan.
“Negara harus tegas terhadap kelompok yang menebar kebencian dan bikin onar apalagi radikalisme dan terorusme,” pungkasnya. ***