Jakarta, INDONEWS.ID - Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow menilai putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) berlebihan.
“Saya kira, putusan PN Jakarta Pusat ini berlebihan. Bahkan melebihi kewenangan pengadilan,” ujar Jeirry melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis (2/3).
Jeirry mengatakan, substansi putusan PN Jakarta Pusat juga bertentangan dengan konstitusi, UUD 45, khususnya terkait dengan pasal yang mengatur bahwa Pemilu harus diselenggarakan setiap 5 tahun sekali dan pasal terkait dengan masa jabatan Presiden diganti dalam 5 tahun dan bisa dipilih kembali untuk satu masa jabatan.
“Sehingga, mestinya tak ada kewenangan PN Jakpus untuk melakukan penundaan Pemilu,” ujarnya.
Koordinator Komunitas Pemilu Bersih ini mengatakan, jika diikuti putusan tersebut akan mengacaukan tahapan Pemilu. “Karena itu, sudah tepat jika KPU akan melakukan banding,” ujarnya.
Dalam kasus ini, semestinya, jika KPU dinilai melakukan kesalahan atau pelanggaran, cukup hak Partai Prima dalam tahapan verifikasi dipulihkan. Atau bisa juga KPU yang diberikan sangsinya.
“Tidak tepat jika masalahnya ada di tahapan verifikasi, tapi semua tahapan harus ditunda. Bisa repot kita jika banyak putusan seperti ini. Disamping tak ada kepastian hukum juga bisa jadi ruang politik untuk menciptakan ketidakstabilan demokrasi,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). PN Jakpus juga menghukum KPU untuk menunda Pemilu.
Partai Prima melayangkan gugatan perdata kepada KPU pada 8 Desember 2022 yang diputuskan pada Kamis (2/3/2023).
Partai Prima mengatakan dirinya merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Pasalnya, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Padahal setelah dipelajari dan dicermati oleh Partai Prima, jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan TMS, ternyata juga dinyatakan Memenuhi Syarat oleh KPU dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan.
Partai Prima juga menyebutkan bahwa KPU tidak teliti dalam melakukan verifikasi yang menyebabkan keanggotannya dinyatakan TMS di 22 provinsi.
Akibat kesalahan dan ketidaktelitian KPU tersebut, Partai Prima mengaku mengalami kerugian immateriil. Untuk itu, Partai Prima meminta PN Jakpus menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 selama lebih-kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari sejak putusan dibacakan.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan yang diketok oleh ketua majelis T Oyong dengan anggota Bakri dan Dominggus Silaban itu seperti dikutip Detikcom. ***