Bantul, INDONEWS.ID - Sekelompok mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta melakukan aksi kolaborasi bersama warga dusun Sawahan, Kelurahan Srihardono, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul. Aksi ini merupakan bagian dari program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) yang ditugaskan kampus kepada mahasiswa.
Patmawati, salah seorang anggota kelompok mengungkapkan, aksi kolaborasi ini merupakan bagian dari upaya kampus dalam merespon persoalan pengelolaan sampah yang kini masih menjadi persoalan serius yang dihadapi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) saat ini.
“Konsep dari aksi ini adalah aksi kolaborasi. Kami berkolaborasi dengan organisasi Karang Taruna dan Kelompok Resik Asri Sawahan untuk mengelola sampah dan berbagi informasi tentang pengelolaan sampah secara lebih modern dan maju. Kampus tentu perlu hadir untuk ikut berpartisipasi sekaligus memperkuat kolaborasi stakeholder yang ada di masyarakat untuk bergerak bersama dalam mengatasi persoalan sampah di Yogyakarta,” ungkap Fatma di Balai Dusun Sawahan, Srihardono, Rabu (26/06/2024).
Aksi kolaborasi ini dilakukan dalam dua bentuk kegiatan, antara lain aksi partisipasi mahasiswa bersama warga dusun Sawahan dalam kegiatan pengumpulan dan pemilahan sampah dan Sharing Session yang menghadirkan beberapa fasilitator, antara lain pendamping program pengolahan sampah Dinas Lingkungan Hidup Bantul, Wahyu Fitriyanto, Aktivis Garbage Care and Education (GarduAction) Jogja Ardha Kesuma, dan Pengelola Kampung Wisata Warung Boto, Tri Widodo Purnomo.
Wahyu Fitriyanto, Pendamping Program Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup Bantul, mengatakan pendampingan program pengolahan sampah di Kabupaten Bantul tidak hanya dilakukan melalui pendekatan struktural tetapi juga fungsional. Dua pendekatan ini masih terus dilakukan agar pengelolaan sampah di Kabupaten Bantul lebih efektif.
“Ini tidak hanya konsolidasi institusi pemerintahan dari Pemkab, hingga RT, tetapi juga konsolidasi aksi nyata bersama masyarakat. Dinas Lingkungan Hidup tidak hanya berkoordinasi secara organisasi dengan Pemerintah Kecamatan, Kelurahan tetapi juga hadir dan berpartisipasi bersama masyarakat di tingkat RT untuk mengolah sampah,” kata Wahyu.
Selain langkah itu, fokus pemerintah Kabupaten Bantul saat ini juga adalah mendorong perubahan perilaku masyarakat dari “membuang” menjadi “memilah”.
“Kuncinya tetap ada di masyarakat. Penanganan sampah melalui konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) adalah bagian dari upaya ini,” tambah Wahyu.
Ardha Kesuma, aktivis Garbage Care and Education (GarduAction) Jogja, mengatakan persoalan penanganan sampah perlu dilihat secara komprehensif, dari hulu hingga hilir. Perubahan mindset tidak hanya terjadi di level masyarakat, tetapi juga pada level kebijakan publik. Menurut Ardha, untuk menghasilkan perubahan dalam pengelolaan sampah tentu dibutuhkan proses yang kolaboratif, dimana semua komponen terlibat di dalam mendorong pengolahan sampah yang ideal.
Pengelola Kampung Wisata Warung Boto, Tri Widodo Purnomo mengatakan bahwa selain sebagai upaya merawat lingkungan hidup, program pengelolaan sampah di tingkat desa juga dapat membawa manfaat secara ekonomis.
Purnomo bercerita, di Kampung Wisata Warung Boto, proses daur ulang sampah dijadikan paket wisata yang telah membawa keuntungan bagi masyarakat Warung Boto.
“Kami mengemasnya dengan konsep wisata edukasi. Kami menyuguhkan proses daur ulang sampah plastik kepada wisatawan. Produk hasil daur ulang itu juga kami jual. Program ini dikelola ibu-ibu,” kata Purnomo. *