Jakarta, INDONEWS.ID - Terorisme merupakan puncak dari intoleransi yang bermula dari pikiran-pikiran intoleran yang bertransformasi menjadi tindakan intoleran-radikal dan berujung pada tindakan teror.
“Oleh karena itu tindak pidana terorisme harus diatasi secara komprehensif dari hulu ke hilir,” ujar Ketua SETARA Institute Hendardi, di Jakarta, Kamis (25/5/2017)
Karena hulu terorisme adalah intoleransi, kata Hendardi, maka aneka tindak pidana yang berkontribusi mempercepat transformasi intoleransi menuju terorisme merupakan bagian penindakan yang juga harus memperoleh prioritas penegak hukum.
Hendardi mengatakan, serangan bom bunuh diri yang mengakibatkan 3 orang anggota Polri meninggal dan sejumlah warga sipil terluka merupakan teror keji yang harus menjadi penghimpun energi dan pemupuk semangat setiap elemen bangsa untuk meningkatkan kewaspadaan nasional dan immunitas generasi bangsa dari virus ekstremisme yang menggunakan cara-cara kekerasan dalam mencapai tujuan.
Karena itu, SETARA Institute menyampaikan duka cita atas meninggalnya 3 anggota Polri dan berbela sungkawa atas korban luka-luka.
"Meskipun sasaran utama adalah Polri, aksi teror selalu ditujukan untuk menebarkan ketakutan pada semua orang. Karena itu setiap elemen bangsa harus menunjukkan bahwa kita tidak takut dengan teror, dan percaya aparat keamanan akan mampu mengatasi bersama elemen bangsa lainnya,” ujarnya.
Teror tersebut, katanya, secara nyata menyasar anggota Polri yang sedang bertugas, yang oleh kelompok teroris dianggap sebagai target utama karena kegigihan Polri dalam memberantas terorisme dan jejaring gerakannya.
Paralel dengan penegakan hukum pidana terorisme, perlawanan terhadap aksi terorisme, kata Hendardi, harus dimulai dari elemen-elemen yang paling kecil seperti keluarga, lingkungan, sekolah, dan lain-lain dengan meningkatkan ketahanan keluarga, ketahanan sekolah, dan ketahanan sosial.
“Hal itu dilakukan agar kita memiki kepekaan atas segala potensi aksi-aksi destruktif yang keji itu,” ujarnya. (Very)