Beginilah Reaksi Santui Bahlil Usai Vivo dan BP Batal Beli BBM dari Pertamina
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menanggapi batalnya kesepakatan Vivo dan BP-AKR untuk membeli base fuel atau bahan bakar minyak (BBM) murni dari Pertamina. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak ikut campur dalam keputusan tersebut.
Reporter: Rikard Djegadut
Redaktur: Rikard Djegadut
Jakarta, INDONEWS.ID – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menanggapi batalnya kesepakatan Vivo dan BP-AKR untuk membeli base fuel atau bahan bakar minyak (BBM) murni dari Pertamina. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak ikut campur dalam keputusan tersebut.
Menurut Bahlil, peran pemerintah hanya sebatas menjadi penghubung antara badan usaha swasta dengan Pertamina, dengan tujuan mengatasi keterbatasan pasokan BBM di SPBU swasta. Namun, tindak lanjutnya sepenuhnya merupakan urusan business to business (B2B).
“B2B-nya lagi dikomunikasikan. Saya kan udah katakan B2B-nya itu kolaborasi antara swasta dengan swasta. Ya, masih berjalan ya,” kata Bahlil di Kantor BPH Migas, Jakarta, Kamis (2/10/2025).
Sebelumnya, Wakil Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, mengungkapkan bahwa Vivo sempat berencana membeli 40.000 barel base fuel dari Pertamina. Kesepakatan itu muncul setelah adanya saran dari Kementerian ESDM agar dilakukan mekanisme B2B.
Namun, rencana tersebut akhirnya batal. Achmad menjelaskan, pembatalan dipicu oleh keberatan SPBU swasta terhadap kandungan etanol sebesar 3,5 persen dalam base fuel Pertamina.
“Secara regulasi diperkenankan etanol sampai jumlah tertentu, kalau tidak salah sampai 20 persen. Sedangkan ini ada etanol 3,5 persen. Nah, ini yang membuat kondisi teman-teman SPBU swasta tidak melanjutkan pembelian karena ada konten etanol tersebut,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (1/10/2025).
Dengan batalnya rencana pembelian ini, distribusi pasokan BBM di SPBU swasta diperkirakan masih bergantung pada mekanisme masing-masing badan usaha. Pemerintah menegaskan akan tetap berada di posisi sebagai fasilitator, tanpa intervensi terhadap keputusan bisnis para pihak.