INDONEWS.ID

  • Jum'at, 14/07/2017 10:59 WIB
  • PBNU: Perppu Ormas Percepat Proses Penangangan Ormas Radikal

  • Oleh :
    • Abdi Lisa
PBNU: Perppu Ormas Percepat Proses Penangangan Ormas Radikal
Jakarta, INDONEWS.ID - Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) menyatakan mendukung penuh penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Langkah tersebut dinilai tepat dan konstitusional untuk menindak ormas radikal. “PBNU menilai langkah presiden tersebut sangat cerdas dan aspiratif. Bahkan tepat dan konstitusional,” ujar Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Robikin Emhas, melalui siaran pers, Jumat (14/7/2017). “Berkaitan dengan itu PBNU mendukung penuh terbitnya Perppu 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan karena akan mempercepat proses hukum penanganan ormas radikal, tanpa memberangus hak-hak konstitusional Ormas,” tambah Emhas. Sebelumnya 14 ormas, termasuk Nahdlatul Ulama, yang tergabung dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) meminta pemerintah segera menerbitkan Perppu tentang Ormas Anti Pancasila. Ke-14 ormas tersebut meliputi Nahdlatul Ulama, Persatuan Islam, Al-Irsyad, Al-Islmiyah, Arrobithoh Al-Alawiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, Mathlaul Anwar, dan Attihadiyah. Ormas lain adalah Azikra, Al-Wasliyah, IKADI, Syariakat Islam Indonesia, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), dan Dewan Da’wah Islamiyah. PBNU menilai, belakangan penyebaran paham radikalisme di Indonesia berlangsung sangat masif dan berlangsung secara terstruktur. Jika dibiarkan dan hukum serta UU tidak memadai untuk menanggulanginya, maka akan sangat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan kelangsungan NKRI. “Karena ibarat sel kanker, tingkat penyebarannya sangat cepat sehingga dibutuhkan penanganan yang tepat dan cepat, termasuk melalui pendekatan hukum. Namun di sisi lain UU Ormas yang ada dinilai tidak cukup memadai dalam menanggulanginya,” ujar Emhas. UUD 1945 secara tegas memberi hak konstitusional kepada Presiden untuk menerbitkan Perppu manakala terdapat kegentingan yang memaksa. Namun konstitusi tidak menjabarkan pengertian “kegentingan yang memaksa” tersebut. Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010 telah menentukan syarat agar suatu keadaan secara objektif dapat disebut sebagai kegentingan memaksa. Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan suatu masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang yang berlaku. Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum. Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memakan waktu yang cukup lama. Padahal, keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian hukum untuk diselesaikan sesegera mungkin. Karena itu, PBNU memandang bahwa pembentukan dasar hukum guna memberi landasan hukum untuk pembubaran ormas radikal dan anti Pancasila, dalam hal ini Hizbut Tahrir Indonesia, merupakan tindakan yang tepat. HTI dinilai jelas-jelas membahayakan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan merongrong persatuan dan kesatuan bangsa.  HTI menafikan kemajemukan masyarakat Indonesia yang telah terbangun sejak ratusan tahun lalu. “HTI terbukti anti Pancasila dan mendesakkan siatem khilafah yang justru tidak dipakai lagi di negara-negara Islam. Bahkan Hizbut Tahrir pun sudah ditolak di negara-negara Islam,” pungkas Emhas. (Very)  
Artikel Terkait
Pulihkan Pasokan Air untuk Sentra Pangan di Sigi, Presiden Jokowi Didampingi Menteri Basuki Resmikan Bendung dan Jaringan Irigasi Gumbasa
Jokowi Lantik Menko Polhukam dan Menteri ATR/BPN Rabu, Beredar Nama Hadi Tjahjanto dan AHY
Tanggapi Hasil Hitung Cepat Pemilu, Presiden Jokowi: Sabar, Tunggu Hasil Resmi dari KPU
Artikel Terkini
Ke Perbatasan Papua, BNPP Pastikan Pembangunan Infrastruktur Berjalan
Sri Agustin, Nasabah Mekaar Yang Dipuji Jokowi Berbagi Tips Eksis Jalani Usaha Sambel
DJP Jaksel II Resmikan Tax Center STIH IBLAM
Prof Tjandra: Lima Komponen Penting Pengendalian Malaria
Pimpin Peringatan Hari Otonomi Daerah, Mendagri Tekankan soal Pembangunan Berkelanjutan Menuju Ekonomi Hijau
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas