INDONEWS.ID

  • Senin, 17/07/2017 09:59 WIB
  • Hendardi: Perppu Ormas Konstitusional, Respon Keadaan Tidak Normal

  • Oleh :
    • Abdi Lisa
Hendardi: Perppu Ormas Konstitusional, Respon Keadaan Tidak Normal
Jakarta, INDONEWS.ID - Perppu Nomor 2/2017 tentang Perubahan UU 17/2013 tentang Ormas masih menyisakan pro dan kontra di tengah masyarakat, utamanya terkait potensi bahaya yang ditimbulkan terhadap demokrasi dan HAM jika Perppu tersebut tidak dilaksanakan secara transparan dan akuntabel. Apalagi, sebagai produk yang dibentuk atas dasar kegentingan yang memaksa, pemerintah hingga 1 minggu setelah Perppu terbit belum melakukan tindakan apapun terhadap obyek yang dianggap membahayakan bagi sendi-sendi kehidupan bernegara. Walau demikian, Perppu tersebut adalah sesuatu yang diatur dalam sistem ketatanegaraan dan karena itu konstitusional. “Perppu harus dibaca sebagai kewenangan pemerintah atau negara dalam merespon suatu keadaan yang tidak normal dan mendesak. Karena itu putusan yang diambil adalah dengan kesegeraan agar situasi itu bisa normal kembali,” ujar Ketua Dewan Pengurus Setara Institute Hendardi, dalam pernyataan pers di Jakarta, Senin (17/7/2017). Menurut Hendardi, terkait dimensi HAM, munculnya radikalisme berbasis agama dan ekstrimisme dengan kekerasan serta fenomena failed state di Timur Tengah dan Afrika dikarenakan konflik komunal dan kekerasan membuat sejumlah pakar hak asasi mempertanyakan apakah konsep negara dalam perspektif HAM tradisional yang menekankan pada penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi individu masih relevan. Perspektif HAM tradisional menekankan kewajiban negara (state duties) untuk pemenuhan hak warga negara. Perspektif HAM tradisional mengandaikan negara demokratis dan negara bisa menjalankan fungsi dan kapasitasnya secara normal. Karena itu, tidak pernah atau jarang dipikirkan bagaimana kalau negara mengalami kesulitan dan krisis sehingga tidak mampu dan berkapasitas menjalankan kewajibannya dalam pemenuhan hak warga negara. “Karena itu perspektif HAM harus melihat konteks atau kontekstual, tidak saja memenuhi hak warganegara tapi juga membuat negara tetap bisa menjalankan fungsi dan kapasitasnya,” ujarnya. Herdardi mengatakan, Perppu merupakan exercise formula keseimbangan yang mencoba merumuskan margin of appreciation baru hak asasi manusia di tengah situasi radikalisme dan ekstremisme yang terus membesar di Republik Indonesia. Sebagai sebuah kebijakan pembatasan, maka kekhawatiran atas abuse of power atas kuasa negara untuk membubarkan ormas dan pemidanaan subyek-subyek hukum yang melanggar, adalah sesuatu yang dapat dipahami. Karena itu, kekhawatiran tersebut harus dijawab dengan implementasi yang transparan, akuntabel, dan presisi pada obyek yang sungguh-sungguh melakukan pelanggaran dan mengancam ideologi Pancasila. “Pemerintah, kepolisian, dan kejaksaan adalah institusi kunci yang harus memastikan Perppu ini tidak dijalankan secara sewenang-wenang,” kata Hendardi. Mekanisme Keberatan Terkait konteks pembubaran Ormas, kata Hendardi, meskipun mekanisme bertahap dan berjenjang dihilangkan dari UU 17/2013, tapi sesungguhnya pembubaran dengan mekanisme seperti  dalam Perppu tetap merupakaan obyek yang bisa dipersoalkan di peradilan tata usaha Negara (PTUN). Hanya saja pada UU Ormas, putusan pembubaran dilakukan setelah melalui proses pengadilan. Hendardi mengatakan, walau putusan pembubaran dalam Perppu tersebut dilakukan oleh negara, namun ormas yang dibubarkan itu bisa melakukan pembelaan diri ke pengadilan, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit dalam Perppu. Mekanisme keberatan tunduk pada rezim peradilan TUN. “Perppu itu adalah sesuatu yang diatur dalam sistem ketatanegaraan kita. Perppu ini konstitusional, bahkan tetap menjalankan prinsip check and balances dengan membuka ruang bagi judicial review di MK dan pengujian melalui DPR,” pungkasnya. (Very)
Artikel Terkait
Ketua KIP: Pertamina Jadi `Role Model` Keterbukaan Informasi Publik di Sektor Energi
Kemendagri Intruksikan Pemprov Kaltara Percepat Pembangunan Daerah Berbasis Inovasi
Semangat Kartini dalam Konteks Kebangsaan dan Keagamaan Moderen
Artikel Terkini
Ketua KIP: Pertamina Jadi `Role Model` Keterbukaan Informasi Publik di Sektor Energi
Kemendagri Intruksikan Pemprov Kaltara Percepat Pembangunan Daerah Berbasis Inovasi
Semangat Kartini dalam Konteks Kebangsaan dan Keagamaan Moderen
Kementerian PUPR Tuntaskan Pembangunan Enam Titik Sumur Bor Bertenaga Matahari di Mamuju
Kemenangan Prabowo-Gibran Peluang Bagi Pengembangan Ekonomi Kelautan dan Konektivitas Antarpulau
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas